Liputan6.com, Jakarta Carut marut pemungutan suara di Kuala Lumpur untuk metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan metode pos, menghasilkan rekomendasi dari Panitia Pengawas (Panwas) Luar Negeri yang meminta pemungutan suara ulang (PSU).
Untuk itu, Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dinonaktif sementara untuk diselidiki karena diyakini bermasalah.
Advertisement
"Tujuh PPLN Kuala Lumpur sudah kita dinonaktifkan," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari di Jakarta, seperti dikutip Rabu (28/2/2024).
Sebagai ganti, Hasyim mengutus jajarannya untuk terbang ke Malaysia dan mengambil alih tanggung jawab pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur sesuai rekomendasi Panwas Luar Negeri.
"Ya diambil alih oleh KPU pusat. Dua anggota kami, Mochammad Afifuddin dan Idham Holik," ucap Hasyim.
Hasyim memastikan, PSU di Kuala Lumpur juga akan didampingi dengan tim Sekretariat Jenderal KPU dan juga anggota Bawaslu yang ada di Kuala Lumpur.
Terkait waktu pelaksanaan, Hasyim mengatakan, gambaran awal untuk PSU di Kuala Lumpur adalah pemungutan suara metode Kotak Suara Keliling (KSK) yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 9 Maret 2024 dan metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Minggu, 10 Maret 2024.
"Metode KSK dikawal petugas. Setelah selesai disampaikan ke kami, sehingga besok harinya, kalau pemungutan suara metode TPS sudah selesai maka penghitungan suaranya akan dilaksanakan bersamaan dengan metode KSK," jelas Hasyim.
Hasyim berharap dengan skema tersebut maka pada tanggal 12 Maret 2024 suara dari PSU di Kuala Lumpur sudah rampung dan bisa digabungkan dengan rekapitulasi nasional hasil pemungutan suara di luar negeri secara keseluruhan.
"Sehingga diharapkan 12 Maret sudah ada rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk PPLN Kuala Lumpur, sehingga nanti bisa melengkapi laporan rekapitulasi pemilu luar negeri," Hasyim menandasi.
Daftar Pemilih Jadi Alasan KPU Lakukan Pemungutan Suara Ulang di Kuala Lumpur
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menegaskan, permasalahan pemungutan suara di Kuala Lumpur adalah soal daftar pemilih yang kurang baik. Oleh karena itu, pihaknya melakukan pemutakhiran data pemilih sebagai persiapan pemungutan suara ulang (PSU).
"Jadi, berdasarkan penilaian oleh Bawaslu, baik Panwaslu Kuala Lumpur maupun KPU RI, dipandang penting ya untuk memeriksa kembali, memutakhirkan kembali daftar pemilih di Kuala Lumpur sebagai basis untuk PSU," kata Hasyim saat ditemui di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Hasyim berharap, dengan dimutakhirkannya data pemilih di Kuala Lumpur, maka kejadian PSU tidak akan terjadi lagi untuk pemilu di periode selanjutnya.
"Ini yang harus kita lakukan, karena apa? Supaya nanti di pemilu berikutnya, khususnya KL tidak terjadi kejadian seperti ini lagi," ucap Hasyim.
Advertisement
Tiga Metode Pemungutan Suara Ulang di Luar Negeri
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan pemungutan suara ulang (PSU) di luar negeri ada tiga metode yakni metode Tempat Pemungutan Suara (TPS), Kotak Suara Keliling (KSK) dan metode pos.
"Nah, oleh Bawaslu direkomendasikan yang diulang adalah pemungutan suara untuk metode pos dan KSK. Oleh karena itu, secara teknis pelaksanaannya KPU sudah menyiapkan rancangannya, termasuk durasi waktunya, kegiatan-kegiatan apa saja," ujar Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/2/2024).
Hasyim menyebut, rekomendasi Bawaslu terkait dengan PSU di Kuala Lumpur harus dimulai dari pemuktahiran data pemilih. Oleh karena itu, langkah pertama KPU yakni melakukan pemutakhiran data pemilih.
"Dari mana basisnya? Tentu saja dari DPT yang kemarin dijadikan dasar untuk pemungutan suara atau pemilu di Kuala Lumpur. Dari situ nanti akan kita jadikan bahan awal untuk pemutakhiran, dan juga nanti kita cocokkan, metode pemilih untuk metode KSK yang tidak ada di DPT," kata Hasyim.
"Misalkan DPTb pindah milih, kemudian DPK (Daftar Pemilih Khusus) yang sama sekali belum masuk ke dalam DPT, yang hadir menggunakan hak pilih KSK, itu kan belum ada di DPT. Nah nanti juga kita masukkan untuk jadi bahan penyusunan DPT PSU di Kuala Lumpur," sambungnya.
Setelah adanya data tersebut, nantinya mereka akan mengkroscek dengan daftar hadir untuk pemilu yang menggunakan metode TPS. Baik daftar hadir pemilih yang berasal dari DPT, DPTb, maupun DPK.
"Karena kalau dia sudah hadir metode TPS, maka tidak bisa lagi dia nyoblos atau PSU karena sudah dilayani pada waktu PSU. Jadi kami juga harus hati-hati betul dalam pemuktahiran data pemilih ini," ucapnya.