Musisi Zaman Dulu Lebih Banyak Alami Tuli Ketimbang Sekarang, Dokter Paparkan Alasannya

Risiko Tuli atau gangguan pendengaran meningkat terutama pada para musisi yang sering terpapar bising saat konser.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 29 Feb 2024, 10:20 WIB
Bono U2. Musisi Zaman Dulu Lebih Banyak Alami Tuli Ketimbang Sekarang, Dokter Paparkan Alasannya. Foto: Instagram u2.bono.

Liputan6.com, Jakarta Suara bising seperti di area konser dapat mengganggu pendengaran jika paparannya dalam waktu lama dan sering.

Risiko Tuli atau gangguan pendengaran pun meningkat terutama pada para musisi yang memang hidup dari konser ke konser. Guna mengurangi dampak paparan suara bising, para musisi kerap mengenakan earphone atau perangkat telinga.

“Kalau merhatiin artis zaman sekarang tuh dia semuanya pakai earphone (saat manggung). Pertama, bermanfaat buat monitoring, kedua untuk segel. Jadi biar suara enggak masuk terlalu besar (ke telinga),” jelas dokter spesialis telinga hidung tenggorok – bedah kepala leher (THT KL) RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, Ashadi Budi dalam temu media di Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Melihat hal ini, Ashadi menilai bahwa orang-orang sekarang sudah lebih mengerti cara melindungi pendengaran.

“Kalau zaman dulu enggak ada, makanya artis-artis zaman dulu rata-rata pas udah tuanya Tuli. Udah pakai alat bantu dengar. Yang terkenal zaman saya dulu Bono (U2), Bono tuh masih mudah udah pakai alat bantu dengar,” jelas Ashadi.

Lucunya, lanjut Ashadi, earphone yang semakin kedap suara justru malah semakin bagus. Earphone yang masuk ke dalam telinga akan membuat pendengaran menjadi kedap.

“Kalau segelnya kedap banget, otomatis volume kan enggak gede, paling 40 persen udah nyaman, udah enak. Nah ada earphone yang biasa, terbuka banget, kedengaran suara lain, otomatis volumenya kita gedein.”


Earphone dan Kontroversinya

Dokter spesialis telinga hidung tenggorok – bedah kepala leher RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, Ashadi Budi soal gangguan pendengaran, Jakarta (28/2/2024). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Di balik manfaat earphone yang kedap suara, tetap ada kontroversi. Salah satunya karena bisa membuat kotoran telinga terdorong.

“Memang kontroversi, kalau kita masukkan ke dalam telinga, segelnya bagus tapi kotoran terdorong. Ya memang serba salah. Jadi gimana? Ya intinya memang enggak boleh lama-lama (menggunakan earphone).”

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahwa penggunaan perangkat telinga tidak boleh lebih dari 60 persen volume dan maksimal hanya 60 menit per hari.

“Pakai earphone boleh, boleh banget, tapi kurang dari 60 persen, kurang dari 60 menit.”


Soal Terapi Pijat Tuli yang Sempat Viral

Dalam kesempatan yang sama, Ashadi menanggapi soal pengobatan alternatif pijat Tuli yang sempat viral.

Dalam video yang beredar, terlihat seorang pria Tuli dipijat di area telinga. Video yang diunggah sebuah akun TikTok memperlihatkan pria Tuli meringis kesakitan saat dipijat. Namun, usai pijat, ia bisa kembali mendengar tepukan tangan.

Menurut Ashadi, pijatan ini tidak memiliki fungsi sama sekali.

“Kalau dipijat-pijat saya berani bilang enggak yah. Enggak ada fungsinya sama sekali. Dipijat-pijat untuk memperbaiki anak Tuli saraf enggak mungkin, karena ini kan organ sarafnya terganggu, organ sarafnya rusak,” kata Ashadi menjawab pertanyaan Disabilitas Liputann6.com.

Sama halnya dengan orang yang memiliki mata minus dan minusnya tidak dapat hilang hanya karena dipijat.

“Pernah enggak ada yang berhasil dipijat, tadinya matanya minus, jadi enggak minus. Enggak ada, terus kenapa mengharapkan rumah siput bisa baik (dengan dipijat). Ini yang dipijat ototnya, pijat otot apa hubungannya dengan memperbaiki rumah siput, enggak ada ngaruhnya sama sekali,” jelas Ashadi.


Sudah Dibuktikan Secara Medis

Ashadi menegaskan, pernyataannya terkait pijat tak beri manfaat untuk perbaiki kondisi Tuli bukanlah ucapan semata.

“Dibuktikan secara medis jadi kita enggak cuma asal ngomong. Pasiennya dia yang diklaim bagus dilakukan pemeriksaan pendengaran ulang sebelum dan sesudah. Enggak ada ngaruhnya.”

Dalam video yang beredar, orang dengan gangguan pendengaran yang sudah dipijat dites pendengarannya dengan tepukan tangan. Hal ini pun dijelaskan oleh Ashadi.

“Cara dia (pemijat) mempraktikkannya dengan tepuk (tangan) tak tak tak, kalau ditepuk-tepuk orang kan dengar. Orang dengan Tuli berat pun bisa nengok kalau ditepuk-tepuk. Coba dipanggil, beda,” paparnya.

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya