Liputan6.com, Sukabumi - Kekecewaan diungkap ratusan warga penyintas bencana tanah bergerak di wilayah Desa Mekarsari dan Kedusunan Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi. Hal itu dipicu saat pembangunan hunian tetap (huntap) untuk warga terdampak bencana retakan tanah, dihentikan. Karena, belum memiliki legalitas secara resmi, untuk pembangunan huntap tersebut.
Kepala Desa Mekarsari Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi, Muhammad Ilham Maulana Kodratullah mengatakan, terdapat kegiatan pembangunan hunian tetap penyintas bencana sebanyak 15 unit untuk pembangunan hunian tetap warga terdampak bencana. Pembangunan itu dilakukan di wilayah Kampung Jati dan Kampung Caringin.
Advertisement
“Namun, pembangunannya dihentikan dan hingga sekarang tidak dilanjutkan lagi pembangunannya,” kata Ilham Maulana saat dikonfirmasi pada Rabu (28/2/2024).
Kondisi itulah yang menyebabkan ratusan warga penyintas bencana retakan tanah ini merasa kecewa. Dia mengatakan, sudah tiga tahun terakhir pembangunan hunian tetap itu, belum juga terealisasi dengan baik.
“Sebetulnya anggaran itu sudah masuk ke rekeningnya warga semua. Satu unit pembangunan Huntap itu, diberikan anggaran Rp50 juta ke rekening warga masing-masing. Namun, belum bisa dicairkan dengan alasan harus menunggu regulasi katanya seperti itu,” jelasnya.
Sementara, untuk warga penyintas bencana retakan tanah di wilayah Desa Mekarsari, terdapat perbedaan sistem relokasi dengan wilayah terdampak di Kedusunan Ciherang, Desa Cijangkar. Menurutnya, di Desa Cijangkar para penyintas akan dibangunkan huntap oleh pemerintah di satu tempat. Yaitu, di lahan milik PTPN dengan luas tanah sekitar 4,2 hektare.
Ada 21 KK di Desa Mekarsari, sementara jumlah warga terdampak di Dusun Ciherang Desa Cijangkar dilaporkan mencapai ratusan sehingga penyelesaian relokasi itu tak bisa dilakukan mandiri.
“Sementara, kalau di Dusun Ciherang Desa Cijangkar, karena jumlah terdampaknya cukup banyak hingga ratusan, maka tidak memungkinkan jika direlokasi mandiri. Jadi direlokasinya memang di satu tempatkan di tanah PTPN,” tuturnya.
Pihaknya menyebut telah berupaya maksimal dalam menyikapi keluhan para penyintas bencana yang sudah bertahun-tahun ditelantarkan tersebut. Salah satunya, melakukan koordinasi dengan pemerintah Kecamatan Nyalindung hingga pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi.
“Jadi, kendalanya di pemerintah Kabupaten Sukabumi. Kelihatanya, dari sisi administrasi atau regulasi pembangunan. Kalau ke PTPN terakhir kemarin ada rapat, katanya boleh dibangunkan dari pihak PTPN, tapi sambil berjalan nanti proses administrasi tanah ini akan dilaksanakan, katanya seperti itu. Tapi sampai sekarang juga pembangunannya belum bisa dilaksanakan juga,” ungkapnya.
Belum Terima Surat Perintah Kerja (SPK)
Sementara itu, Ketua Forum Penyintas Bencana Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Budi menambahkan, pihaknya menyayangkan sikap pemerintah yang telah menghentikan pembangunan hunian tetap bagi warga terdampak bencana alam yang ada di dua desa di wilayah Kecamatan Nyalindung.
“Pembangunan pondasi mulai dikerjakan, mungkin ada 3 bulan ke belakang. Memang SPK-nya belum ada, hanya secara lisan, tapi kami kan sebagai forum masyarakat, apapun bentuknya dan kelegalannya, yang kami butuhkan adalah untuk tempat tinggal. Administrasi kita serahkan ke orang-orang yang faham,” kata Budi.
“Kalau saya sebetulnya pembangunan huntap tidak usah diberhentikan. Itu kan masalah legalitas tanah, istilahnya internal atas. Seharusnya ini diturunkan kebijakan. Bukan malah dihentikan pembangunan pondasi untuk huntap itu,” sambung dia.
Terlebih, menurutnya, anggaran untuk hunian tetap tersebut, sudah disalurkan oleh pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Intinya pembangunan berjalan, legalitas tanahnya ditempuh. Jadi, semuanya selesai. Iya, berbarengan karena kondisinya urgent. Ini kan rencananya sudah tiga tahun. Jangan dijadikan money politic. Kalau seperti ini terus, saya asumsikan sampai kapan pun ini tidak akan terealisasi,” tutupnya.
Advertisement