Liputan6.com, Jakarta - Kalau kamu membuka laman Google hari ini, kamu akan mendapati Google menampilkan gambar atau Google Doodle mirip katak di kolam dengan dominasi warna hijau dan tulisan angka 28, 29 pada gambar katak, dan angka 1.
Advertisement
Keterangan pada Google doodle tersebut adalah leap day. Apa itu?
Sadarkah kamu, hari ini tanggal 29 Februari merupakan hari terakhir di bulan ini. Tanggal 29 Februari ini juga istimewa, karena hanya ada tiap 4 tahun sekali, atau tahun kabisat.
Jika biasanya satu tahun ada 365 hari, pada tahun kabisat ada 366 hari dengan penambahan hari ada di tanggal 29 Februari.
Jadi, leap day itu pada dasarnya merupakan hari kabisat alias tanggal 29 Februari, dalam hal ini 29 Februari 2024.
"Ini adalah leap day! Leap day, 29 Februari, hanya terjadi setiap empat tahun sekali, untuk membuat kalender kita sejajar dengan Bumi dan matahari. Nikmati hari bonus di Februari ini. Selamat hari kabisat!" tulis Google dalam keterangan Google Doodle-nya.
Lalu, kenapa ada tahun kabisat?
Mengutip CBS News, tahun kabisat ada karena saat dunia mengikuti kalender 365 hari, sebenarnya itu membuat Bumi membutuhkan lebih dari satu tahun untuk mengorbit Mahari.
Tahukah kamu, menurut NASA, Bumi membutuhkan waktu 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 46 detik untuk mengorbit Matahari dalam satu tahun? Meski pada tahun biasa hari dalam satu tahun dibulatkan menjadi 365 hari, hampir enam jam tambahan waktu tersebut tidaklah hilang.
Menambahkan 1 Hari di Bulan Februari Tiap 4 Tahun
Untuk itulah, kalender mengenal tahun kabisat (366 hari), dengan menambahkan 1 hari di kabisat. Jadi, waktu Bumi mengorbit matahari bisa sinkron.
Jika kita tidak menambahkan satu hari tiap empat tahun, kalender dan musim tidak akan sinkron. Ini pun bisa berpengaruh ke siklus pertanian, penanggalan, dan kegiatan lain yang bergantung pada musim.
Tanpa adanya Leap Day, dalam 100 tahun, kalender akan kehilangan 24 hari, dan dalam 700 tahun, bisa jadi musim panas di Belahan Bumi Utara akan dimulai pada bulan Desember.
Advertisement
Sejarah Tahun Kabisat
Mengutip kanal Lifestyle, Peneliti di Jurusan Astrofisika Universitas Warwick Dr James McCormac menyebutkan, pada tahun 46 SM, Julius Cesar mengusulkan Kalender Julian yang baru.
Ia menyebut, kalender ini akan menambahkan satu hari pada bulan terpendek dalam satu tahun (Februari) setiap empat tahun sekali. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memungkinkan koreksi terhadap masalah penyimpangan seperempat hari.
“Namun, ini adalah koreksi yang berlebihan terhadap masalah tersebut. Karena satu tahun matahari tidak persis 365,25 hari. Pada kenyataannya, satu tahun matahari adalah lebih sedikit yaitu 365,2422 hari. Selisih yang amat sedikit ini nyatanya membuat perhitungan Kalender Julian dengan orbit satu tahun bumi terhadap matahari jadi berbeda," katanya.
Adanya selisih 0.0078 hari ini akhirnya membuat perhitungan Kalender Julian kembali dikoreksi. Penyederhanaan kalender Julian menciptakan penyimpangan 13 hari yang terakumulasi pada akhir tahun 1500-an.
Koreksi Hanya Tambahkan 1 Hari di Februari Tiap 4 Tahun Sekali
Hal ini menyebabkan Paus Gregorius XIII, Pontifex Maximus dari gereja Katolik, membuat kalender Gregorian pada tahun 1582.
Selain memasukkan hari kabisat setiap empat tahun, kalender Gregorian juga melewatkan tiga hari kabisat setiap empat abad.
Jadi sekarang, jika suatu tahun bisa habis dibagi empat, itu adalah tahun kabisat. Kecuali tahun tersebut juga habis dibagi 100 dan tidak habis dibagi 400.
Dengan begitu, tahun 2100 tidak menjadi tahun kabisat, menurut Smithsonian. Hal yang sama seperti yang terjadi pada tahun 1700, 1800, dan 1900, tetapi tidak terjadi pada tahun 2000.
Advertisement