Liputan6.com, Jakarta - Sabtu, 2 Maret 2024, menandai hari ke-738 perang Ukraina. Alih-alih mendekati akhir, sebagian menilai konflik Rusia Vs Ukraina menghadapi jalan buntu.
Teranyar, Presiden Vladimir Putin (71) dalam pidato kenegaraan tahunan pada Kamis (29/2), mengatakan kepada negara-negara Barat bahwa mereka berisiko memicu perang nuklir jika mengirim pasukan untuk berperang di Ukraina. Putin memperingatkan pula Rusia punya senjata untuk menyerang mereka.
Advertisement
Dalam kesempatan yang sama, Putin mengulang tuduhannya bahwa Barat bertekad melemahkan Rusia. Dia menyatakan para pemimpin Barat tidak memahami betapa berbahayanya campur tangan mereka dalam urusan dalam negeri Rusia.
Putin mengawali peringatannya soal perang nuklir dengan gagasan yang dilontarkan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (26/2) mengenai potensi pengiriman pasukan ke Ukraina - hal yang kemudian dengan cepat ditolak oleh Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris, dan sejumlah negara lain.
"(Negara-negara) Barat harus menyadari bahwa kita juga punya senjata yang dapat mengenai sasaran di wilayah mereka. Semuanya benar-benar dapat mengancam konflik penggunaan senjata nuklir dan hancurnya peradaban. Tidakkah mereka paham?" kata Putin, seperti dilansir Reuters, Sabtu (1/3).
Pidato kenegaraan Putin berlangsung jelang Pilpres Rusia pada 15-17 Maret, di mana dia dipastikan terpilih kembali untuk masa jabatan enam tahun berikutnya. Tidak ketinggalan, Putin dalam pidatonya menyinggung persenjataan nuklir Rusia yang disebutnya sangat modern dan terbesar di dunia.
"Kekuatan nuklir strategis (Rusia) berada dalam kondisi kesiapan penuh," tutur Putin, seraya menambahkan bahwa senjata nuklir hipersonik generasi baru yang pertama kali dibicarakannya pada tahun 2018 telah dikerahkan atau berada pada tahap di mana pengembangan dan pengujian sedang diselesaikan.
Putin menyarankan agar para politikus Barat mengingat nasib orang-orang seperti Adolf Hitler dari Jerman Nazi dan Napoleon Bonaparte dari Prancis yang gagal menginvasi Rusia (Uni Soviet) di masa lalu.
"Kini konsekuensinya akan jauh lebih tragis. Mereka menganggap (perang) adalah sebuah kartun," kata Putin seraya menuduh para politikus Barat melupakan arti perang yang sebenarnya karena mereka tidak menghadapi tantangan keamanan yang sama seperti yang dihadapi Rusia dalam tiga dekade terakhir.
Diminta pendapatnya terkait pidato Putin, Duta Besar (Dubes) Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengatakan itu adalah ancaman yang telah berulang kali dilontarkan.
"Mereka sudah berkali-kali mengancam dunia dengan serangan nuklir ... Rusia tidak punya keberanian dan tidak punya kemampuan teknis untuk melakukannya. Jadi, ini semua hanya untuk menakut-nakuti dan menghentikan mitra memasok Ukraina dengan bantuan yang dapat membantu kami tetap menjadi negara mandiri," ungkap Vasyl kepada Liputan6.com, pada Jumat (1/3).
"Mengapa menurut saya demikian? Karena senjata paling modern buatan Rusia, yang dirancang dan diproduksi oleh Rusia dan dikerahkan pada 2019-2020 seperti rudal dan sebagainya dengan mudah dicegat dan dihancurkan 100 persen oleh senjata AS yang diproduksi tahun 1980-an. Jadi, Rusia ibarat tertinggal dua generasi dari Barat secara teknologi."
Vasyl menambahkan, "Itu sangat pengecut. Pernyataan Putin lemah."
Kata Pengamat soal Pernyataan Putin
Dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra kepada Liputan.com pada Jumat menuturkan selalu ada potensi ancaman Putin menjadi nyata.
"Tapi, penggunaan senjata nuklir tidak sembarangan. Bahkan, penggunaan sedikit saja bisa memicu serangan balik dari negara-negara Eropa, apalagi NATO. Belum lagi dampaknya bagi Rusia karena sekutu mereka macam China sudah meminta secara tegas agar Rusia tidak menggunakan nuklir. Dengan asumsi Putin masih rasional, tidak ada alasan bagi Putin untuk menggunakan nuklir. Walaupun begitu, selalu ada potensi," ujar Radityo.
Senada, peneliti hubungan internasional di Badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN) Nanto Sriyanto menyatakan pernyataan Putin layak mendapat perhatian.
"Terlepas itu hanya sedikit ancaman ataupun nanti akan ditindaklanjuti ... Ini adalah ucapan serius dan akan bisa berdampak kepada jalannya perang yang sedang berlangsung," kata Nanto saat dihubungi Liputan6.com pada Jumat.
"Bukan tidak mungkin (terjadi) ... Jangan dibayangkan nuklir itu hanya seperti yang terjadi pada Hiroshima atau Nagasaki yang menghancurkan, meluluhlantakkan satu kota karena bentuknya kan bisa macam-macam ... Kalau saya menafsirkan dalam bentuk yang lebih luas intinya penggunaan senjata yang lebih masif mungkin dilakukan. Jadi, ini intinya secara umum ... Putin tidak akan segan menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya untuk kemudian melakukan apa yang dianggap membahayakan kepentingan Rusia."
Radityo setuju dengan pandangan bahwa perang Ukraina mandek.
"Tapi itu sebelum Rusia mengambil Avdiivka. Posisi Ukraina agak sulit karena bantuan Barat agak berkurang dan tidak sebanyak yang dijanjikan. Ukraina membutuhkan banyak senjata agar bisa tetap bertahan, terutama artileri dan peluru. Masalahnya, mandek/berkurangnya bantuan dari Barat (terutama dari AS) menyebabkan Ukraina terpaksa harus pilih-pilih di mana mereka akan bertahan. Akibatnya, akan ada wilayah yang terpaksa dikorbankan/ditinggal," jelas Radityo.
"Dari sisi Rusia, mereka berhasil mengubah ekonomi mereka menjadi ekonomi perang. Bagi Rusia, mereka saat ini tergantung pada perang sebagai pendorong ekonomi, sehingga mereka akan terus berperang."
Dalam pidatonya pada Kamis, Putin mengungkapkan pasukannya bergerak maju di beberapa tempat. Dia mengakui bahwa Rusia harus meningkatkan jumlah pasukan di sepanjang perbatasan barat-nya dengan Uni Eropa setelah Finlandia dan Swedia memutuskan bergabung dengan NATO.
Putin menepis kabar yang berembus dari Barat bahwa Rusia mungkin melampaui Ukraina dan menyerang sekutu NATO. Dia menyebut hal itu "omong kosong".
Mantan agen KGB itu menggarisbawahi dia tidak akan mengulangi kesalahan Uni Soviet dan membiarkan Barat "menyeretnya" dalam perlombaan senjata yang akan menghabiskan terlalu banyak anggaran.
"Oleh karena itu, tugas kita adalah mengembangkan kompleks industri pertahanan sedemikian rupa untuk meningkatkan potensi ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri negara," ujarnya.
Putin menyatakan Rusia terbuka berdiskusi mengenai stabilitas strategis nuklir dengan AS, namun menurutnya AS tidak memiliki keinginan tulus dan lebih fokus pada membuat klaim palsu mengenai tujuan Rusia.
"Baru-baru ini terdapat semakin banyak tuduhan yang tidak berdasar terhadap Rusia, misalnya bahwa kami diduga akan mengerahkan senjata nuklir di luar angkasa. Sindiran tersebut ... adalah sebuah taktik untuk menarik kita ke dalam negosiasi dengan persyaratan, yang hanya menguntungkan AS," tutur Putin.
"Menjelang Pilpres AS, mereka hanya ingin menunjukkan kepada rakyatnya dan semua orang bahwa mereka masih menguasai dunia."
Advertisement
Krisis Terburuk antara Rusia dan Barat
Ditanya pendapatnya soal solusi paling realistis untuk mengakhiri perang Ukraina, Radityo menerangkan, "Solusi sangat sulit dicapai saat ini. Perang hanya akan berhenti kalau Rusia berhenti. Dan dari penjelasan di atas, nyaris tidak mungkin Rusia berhenti. Kalau Ukraina berhenti, mereka akan hilang dari muka Bumi. Ini yang harus dipahami bahwa yang diinginkan Rusia bukan hanya wilayah saja, tapi tunduknya bangsa Ukraina di bawah Rusia."
Perang Ukraina telah menandai krisis terburuk dalam hubungan Rusia dengan Barat sejak Krisis Rudal Kuba tahun 1962.
Putin sendiri sebelumnya telah berbicara tentang bahaya konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO, namun ancamannya soal perang nuklir pada Kamis disebut adalah salah satu peringatannya yang paling eksplisit.