Jokowi Minta Guru Tak Tutupi Kasus Bullying Siswa demi Nama Baik Sekolah

Jokowi menegaskan kasus perundungan, kekerasan, maupun pelecehan kepada siswa atau pelajar tak boleh lagi terjadi di Indonesia.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 03 Mar 2024, 17:29 WIB
Presiden Jokowi bicara soal perundungan saat membuka Kongres XXIII Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (2/3/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta para guru tak menutup-nutupi kasus bullying atau perundungan antar siswa demi melindungi nama baik sekolah. Jokowi mengingatkan para guru menyelesaikan kasus perundungan dengan baik agar tak terjadi lagi.

"Jangan sampai kasus bullying ditutup-tutupi, biasanya kasus bullying ini ditutup-utupi untuk memlindungi nama baik sekolah. Saya kira yang baik adalah menyelesakan dan memperbaiki," kata Jokowi saat menbuka Kongres XXIII Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (2/3/2024).

Dia mengaku khawatir banyaknya kasus bullying, kekerasan, dan pelecehan yang menimpa para siswa akhir-akhir ini. Bahkan, kata Jokowi, kasus-kasus tersebut juga memakan korban.

Jokowi menegaskan kasus perundungan, kekerasan, maupun pelecehan kepada siswa atau pelajar tak boleh lagi terjadi di Indonesia. Menurut dia, sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk belajar dan bermain.

"Sekolah harus menjadi safe house, harus menjadi rumah aman bagi sisswa siswa kita untuk belajar, untuk bertanya, untuk berkreasi, untuk bermain, untuk bersosialisasi," ujarnya.

Jokowi tak ingin ada siswa yang ketakutan dan tertekan jika berada di lingkungan sekolah. Dia juga meminta guru mengutamakan pencegahan dan memprioritaskan hak para korban yang mengalami kekerasan, perundungan, dan pelecehan.

"Saya menaruh harapan besar kepada Bapak/Ibu guru untuk menjadi ujung tombak, menciptakan lingkunagn sekolah yang nyaman, menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi anak-anak kita," tutur Jokowi

"Utamakan pencegahan, utamakan hak-hak anak kita utamanya para korban," sambung dia.


Kronologi Perundungan yang Dilakukan Siswa SMA Binus Serpong

Soal Perundungan Santri di Kediri, Kemenag Jatim Sebut Pesantren Tak Miliki Izin Operasional. Foto: Freepik.

Polres Tangerang Selatan (Tangsel) menjelaskan, bila dugaan perundungan dan kekerasan sesama siswa di SMA Binus Internasional BSD, Kota Tangsel terjadi sebanyak dua kali.

Kasat Reskrim Polres Tangsel, AKP Alvino Cahyadi menuturkan, kejadian perundungan terjadi pada tanggal 2 Februari dan 13 Februari 2024, di Warung Ibu Gaul (WIG) yang berada di belakang sekolah.

"Awal mula kejadian pada tanggal 2 Februari 2024, diduga telah terjadi kekerasan terhadap anak di bawah umur yang dialami Anak Korban (17), yang diduga dilakukan oleh 12 orang di TKP, antara Anak Korban dan pelaku adalah siswa dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta di wilayah Kota Tangerang Selatan," ungkap Alvino.

Saat itu, para pelaku secara bergantian melakukan kekerasan terhadap Anak Korban dengan dalih tradisi tidak tertulis sebagai tahapan untuk bergabung dalam kelompok atau komunitas yang diketahui bernama Geng Tai. Mereka menganiaya dengan cara menjambak rambut, memberikan arahan atau intsruksi untuk melepaskan celana, mencubit bagian dada, memukul perut dengan posisi jari tangan yang dikepal.

Lalu, memukul kepala dengan posisi jari tangan yang dikepal, menarik kerah baju, mengelitik perut, memukul perut, menendang kaki, memukul wajah.

Tidak sampai di sana, perundungan juga berlanjut pada 13 Februari 2024. Awalnya, pada tanggal 12 Februari, Anak Korban mengadu atau bercerita kepada kakaknya atas perundungan dan kekerasan yang dialaminya.

"Kemudian pelaku yang berjumlah 6 orang nengetahui bila Anak Korban mengadu atau menceritakan apa yang dialaminya ke orang lain. Karena tidak terima, mereka kembali melakukan tindakan kekerasan kepada Anak Korban, dengan cara menyundut korek yang sudah dipanaskan ke lengan kiri korban, memiting leher korban, memukul perut korban, dan mendorong badan korban,"ujar Kasat Reskrim.

Akibat kekerasan tersebut dan berdasarkan hasil visum, terdapat sejumlah luka yang dialami Anak Korban. Seperti memar di leher, luka lecet di leher, luka bekas sundutan rokok pada leher bagian belakang, dan luka bakar pada lengan tangan kiri.

Hingga akhirnya, keluarga Anak Korban melaporkan dugaan kasus perundungan dan kekerasan tersebut ke Polres Tangerang Selatan.

Dari hasil pemeriksaan, serta penyelidikan dinaikan menjadi penyidikan, polisi pun menetapkan 4 orang tersangka dan 8 anak yang berkonflik dengan hukum (ABH). Dengan ancaman hukuman kurungan penjara hingga 7 tahun.


Polisi Tetapkan 4 Tersangka Kasus Perundungan Siswa SMA Binus Serpong

Belum lama ini, media sosial X alias Twitter kini ramai dengan cerita kasus bullying atau perundungan siswa SMA di kawasan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang belakangan menjadi viral. (Ilustrasi: AI)

Polres Tangerang Selatan (Tangsel), menetapkan 4 orang tersangka dan 8 siswa SMA Binus International Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai anak yang berkonflik terhadap hukum atau ABH terkait kasus perundungan, Jumat (1/3/2024).

“Berdasarkan hasil gelar perkara, maka ditetapkan terhadap empat orang saksi ditingkatkan menjadi tersangka, yang diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur yang atau pengeroyokan,” tutur Kasat Reskrim Polres Tangsel, AKP Alvino Cahyadi, di Mapolresta Tangsel.

Mereka berinisial E (18), R (18), J (18), dan G (19). Lalu, saat ditanya apakah status keempatnya adalah alumni, Kasat Reskrim mengaku hanya satu orang yang sudah lulus.

“Satu sudah tidak sekolah di SMA swasta. Tiga masih,” ujarnya.

Lalu, terhadap 7 orang anak saksi lainnya, ditetapkan anak berkonflik terhadap hukum atau ABH. Diduga ketujuh anak tersebut melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur dan atau pengeroyokan.

“Selanjutnya, terhadap 8 orang anak saksi , ditetapkan anak yang berkonflik terhadap hukum atau ABH, yang diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak dibawah umur dan atau pengeroyokan,” ujarnya.

Lalu, satu orang anak saksi yang diduga melakukan menurunkan paksa celana anak korban, diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur dan atau tindak pidana melanggar keasusilaan terhadap anak korban dan atau pengeroyokan.

Sehingga total yang ditetapkan sejumlah 12 orang. Dengan rincian, 8 orang anak berkonflik dengan hukum atau ABH dan 4 orang lain sebagai tersangka.

Sehingga total ancaman hukuman kurungan penjara dibawah 7 tahun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya