Edukasi dan Kelekatan Hubungan Antara Orangtua dan Anak, Kunci Anak Terhindar Jadi Korban Bullying

Di tengah maraknya kasus bullying di sekolah yang terungkap ke publik, ternyata para psikolog berpendapat bahwa kelekatan hubungan antara orangtua dan anak menjadi kunci agar anak tidak jadi korban perundungan.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 03 Mar 2024, 08:30 WIB
Bonding dengan anak pada orangtua yang bekerja. (Foto: Unsplash/Eldar Nazarov)

Liputan6.com, Jakarta - Bullying atau perundungan belakangan menjadi bahasan hangat di tengah masyakarat, khususnya para orangtua. Ditenggarai berbagai kasus bullying di sekolah yang melibatkan anak artis hingga sosok terkenal, publik pun bertanya-tanya bagaimana mencegah anak jadi korban bullying

Tentu tak ada orangtua yang ingin anak-anaknya terjebak dalam fenomena ini, meski perundungan sebenarnya sudah ada sejak dulu. Tantangan sebagai orangtua makin sulit mengingat perundungan kini tak hanya terjadi secara nyata dan dapat didekeksi dengan berbagai tanda, pun perundungan di ranah maya kian mengkhawatirkan. 

Menjawab tantangan ini, Psikolog Klinis Anak dan Remaja, Herly Novita Sari M.Psi, mengungkapkan bahwa pondasi awal untuk menghindari anak jadi pelaku maupun korban perundungan adalah pengetahuan tentang bullying itu sendiri. "Paling penting knowledge dan kesadaran dengan cara penyampaian yang sesuai umur anak dari TK, SD, hingga SMA," sebut Herly saat wawancara melalui telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 1 Maret 2024. 

Selain itu perlu adanya panduan atau Sistem Operasional Prosedur (SOP) agar anak maupun orang dewasa paham dan tahun harus berbuat apa saat melihat kejadian bullying di sekitar mereka. "Akan lebih cepat juga kalau antar-siswa agar mereka bisa tegur langsung atau kalau nggak berani lapor," sarannya.

Pengetahuan bullying ini meliputi pengertian apa sebenarnya perundungan yang definisinya dapat dilihat dari tiga pakem, seperti berupa tindakan agresif, berulang-ulang, dan salah satu pihak tidak bisa melawan karena tidak ada keseimbangan. "Kadang anak menganggap oh cuma bercanda, tapi apa menurut korban itu bisa diterima? Ada juga yang nggak tahu kalau perlaku itu termasuk bullying," bebernya lagi.  


Pengetahuan Bullying Orangtua dan Anak

Ilustrasi bullying, merendahkan, meremehkan orang lain. (Image by Freepik)

Pendidikan soal bullying menurutnya secara tidak langsung diajarkan dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) atau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) yang membahas tentang sikap saling tolong-menolong, juga welas asih.

Dengan pengetahuan mumpuni, baik anak dan orangtua sudah dapat mendeteksi apa itu bullying. Orangtua juga bisa tanggap saat melihat ciri-cirinya saat misalnya sang anak terkena bullying. Pengetahuan soal bullying menurutnya juga masih terbatas diberikan oleh sekolah-sekolah yang peduli.

Lebih lanjut Herly mengatakan, penanganan bullying harus melibatkan unsur prefentif dan kuratif. Mengan pada dasarnya sulit dicegah, namun dengan upaya prefentif maka bisa meminimalisir terjadi pada anak.

Dari sisi orangtua, sambung Herly, sangat penting adanya bonding antara orangtua dengan anak. "Kita memang tidak bisa membersamai anak 24 jam, tapi kalau bonding emosi tidak terbentuk saat terjadi bullying anak jadi tidak bisa cerita," tukas Herly yang juga bergabung di Biro Psikolog Rumah Cinta.

Hubungan komunikasi yang baik antara anak dan orangtua menjadi kuncinya, karena bahkan orangtua yang tidak punya pengetahuan soal bullying jangan-jangan kerap melakukan tindakan itu ke anaknya sendiri. 

 


Faktor yang Membuat Anak Kena Bullying

Ilustrasi bullying, perundungan. (Image by Freepik)

Berbagai faktor bisa membuat anak rentan kena bullying. Psikolog dari Sekar Psychological Service, Anggia Darmawan M.Psi mengatakan anak-anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak sehat secara psikis maupun fisik akan lebih rawan terkena perundungan.

"Bisa secara fisik dan psikis, termasuk bau badan ini kaitannya peran orangtua. Ini tergantung seberapa besar orangtua concern terhadap fisik anak dari ujung kaki hingga kepala," sebutnya saat wawancara telepon dengan Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 1 Maret 2024. 

Ia menambahkan faktor lainnya, "Anak ketombean, bau ketek, dan yang secara psikis anak yang tidak nyaman sama dirinya atau tidak punya kemampuan sosial yang baik akan rentan."

Kedua konteks yaitu psikis maupun fisik tadi menurutnya akan kembali lagi pada seberapa kelekatan anak dan orangtua. Tapi ada juga orangtua yang peduli tapi dengan yang salah, sehingga memang caranya harus menyenangkanbagi anak.

"Rumah adalah sumber segalanya, baik di dunia nyata dan online," tukasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa peran orangtua di rumah bukan sekadar menjaga dan menyayangi anak saja, tapi anak perlu dibentuk self esteem atau kepercayaan dirinya agar anak mampu membela dirinya, memilih apa yang disukai atau tidak disukai termasuk dalam berteman di dunia nyata dan di media sosial. "Karena pada akhirnya circle kita yang buat," cetusnya.

Orangtua menurutnya sebaiknya juga jangan sekadar menyekolahkan anak karena status favorit atau berdasarkan peringkat saja. Tapi beri lingkungan anak yang sesuai dengan strata sosialnya, serta lingkungan yang kondusif agar potensi anak bisa berkembang dan terhindar dari bullying.


Penanganan Anak yang Terlanjur Kena Bullying

Pentingnya pemahaman mengenai perilaku bullying. (Foto: Freepik)

Tantangan bagi orangtua di era digital sekarang adalah bullying juga bisa terjadi di dunia maya. Selain itu anak yang menjadi korban pun sudah dari tingkat sekolah kanak-kanak (TK).

"Sekarang fenomenanya menyeramkan di usia TK pun banyak, dari kecil hrs diajarkan cara bersosialisasi. Tapi dari data yang paling banyak usia remaja, kalau persentase terbesar karena usia mereka mulai pencarian jati diri dan tren medsos, usia remaja sudah pegang HP," jelas Anggia.

 

Menurutnya jika sudah terkena bullying, maka segenap pihak harus turun tangan. Orangtua harus bisa mendeteksi ada yang berbeda dari anak sebagai tanda-tanda terkena bullying, misalnya jauh lebih murung, pendiam dan menutup diri.

"Orangtua harus beri waktu penuh dengan pendampingan, boleh dibantu tenaga profesional, lalu buat terapi yg dibutuhkan, dan di sisi hukum harus ada penindakan agar kejadian tidak berulang," paparnya tentang solusi anak yang sudah terlanjut kena bullying.

Pihak orangtua juga bisa bekerja sama dengan sekolah. "Menurut saya paling efektif bukan satu per satu kasus, karena di sekolah swasta atau negeri ada komite orangtua seharusnya ada pertemuan membahas agenda parenting, edukasi ke siswa juga yang intensif berkesinambungan jangan saat ada kasus saja," paparnya lagi.  

Jenis-jenis bullying yang patut diwaspadai. (dok. Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya