Liputan6.com, Gaza - Banyak warga Palestina di Jalur Gaza yang dirawat akibat serangan Israel saat mereka sedang menanti bantuan pada Kamis (29/2/2024), menderita luka tembak. Hal ini dikonfirmasi PBB.
Pengamat PBB yang mengunjungi Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza menyebutkan sekitar 200 orang masih dirawat. Demikian seperti dilansir BBC, Sabtu (2/3).
Advertisement
Otoritas kesehatan Jalur Gaza mengungkapkan sedikitnya 112 orang tewas dan 760 lainnya terluka akibat serangan Israel pada Kamis.
Israel tidak mengakui serangan tersebut. Juru bicara Kementerian Pertahanan Israel Danial Hagari mengklaim, "Puluhan warga Gaza terluka akibat didorong-dorong dan diinjak."
Sementara itu, pejabat militer Israel lainnya, Letkol Peter Lerner mengaku kepada Channel 4 News bahwa massa menyerbu konvoi dan pasukan Israel, yang dengan hati-hati mencoba membubarkan massa melalui sejumlah tembakan peringatan.
Mark Regev, penasihat khusus perdana menteri Israel, sebelumnya mengatakan kepada CNN, Israel tidak terlibat langsung dalam hal apa pun dan bahwa tembakan itu berasal dari kelompok bersenjata Palestina. Bagaimana pun dia tidak memberikan bukti.
Program Pangan Dunia (WFP) telah memperingatkan kelaparan akan segera melanda Gaza Utara, yang hanya menerima sedikit bantuan dalam beberapa pekan terakhir. Diperkirakan 300.000 orang hidup dengan sedikit makanan atau air bersih di wilayah tersebut.
Luka Tembak dan Patah Tulang
Pada Jumat (1/3), juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, menuturkan tim PBB telah mengunjungi Rumah Sakit al-Shifa pada hari yang sama dan melihat "sejumlah besar luka tembak" di antara para korban yang selamat.
Dia mengaku tidak mengetahui apakah tim PBB telah memeriksa jenazah korban tewas.
Dr Mohamed Salha, manajer sementara di Rumah Sakit al-Awda, sebelumnya mengungkapkan kepada BBC bahwa al-Awda telah menerima 176 korban luka, di mana 142 di antaranya menderita luka tembak.
Dia menambahkan, korban lainnya mengalami patah tulang akibat terinjak.
Advertisement
Inggris Tuntut Penyelidikan
Menteri Luar Negeri Inggris Lord Cameron menggambarkan peristiwa pada Kamis "mengerikan". Dia menegaskan "harus ada penyelidikan dan pertanggungjawaban yang mendesak".
"Ini tidak boleh terjadi lagi," tegasnya.
Dia menambahkan tragedi tersebut disebabkan oleh kurangnya pasokan bantuan yang masuk ke Jalur Gaza dan menyebut jumlah yang ada saat ini "tidak dapat diterima".
Presiden Joe Biden mengumumkan pihaknya akan mulai mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza melalui udara.
"Orang-orang yang tidak bersalah terjebak dalam perang yang mengerikan, tidak mampu memberi makan keluarga mereka. Kita perlu berbuat lebih banyak dan Amerika Serikat akan melakukan lebih banyak lagi,” kata Biden.
Otoritas kesehatan Jalur Gaza yang dikelola Hamas mengatakan lebih dari 30.000 orang, termasuk 21.000 anak-anak dan perempuan, tewas sejak perang Hamas Vs Israel meletus pada 7 Oktober 2023. Sementara itu, sekitar 7.000 orang hilang dan sedikitnya 70.450 orang terluka.