Pentingnya Pengembangan Kedokteran Presisi di Indonesia

Pernahkah mendengar pasien yang harus rutin minum obat selama bertahun-tahun namun tidak sembuh?

oleh Yanuar H diperbarui 05 Mar 2024, 21:00 WIB
Periksa kadar kolesterol ke dokter.(Foto: Unsplash/Online Marketing)

Liputan6.com, Yogyakarta - Dekan Fakultas FK-KMK UGM Yodi Mahendradhata,  mengatakan banyak kasus pasien yang tidak sembuh setelah minum obat bertahun tahun dan telah berganti dokter, sehingga penting pemeriksaan genomik atau molekuler untuk meningkatkan kapasitas diagnosis, dan menetapkan risiko penyakit. 

Yodi menegaskan FKKMK UGM mendorong kebijakan kedokteran presisi mendapat dukungan luas dari tenaga kesehatan, industri dan masyarakat teredukasi dengan baik soal kedokteran presisi yang sudah diluncurkan pemerintah pada 2022 lalu. 

“Bukan berarti kita tertinggal. Sebagai negara berkembang, Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam mengikuti tren global dalam kedokteran presisi,” katanya di ruang Joglo Alumni FKKMK UGM Jumat 1 Maret 2024.

Yodi mengatakan Indonesia dengan keberagaman budaya dan geografisnya, menghadapi tantangan unik dalam mengadopsi dan menerapkan kedokteran presisi. Menurutnya pandemi COVID-19 menjadi momen penting untuk teknologi genomik dan molekulerdan belajar tentang pentingnya determinan sosial dalam kesehatan, serta peran kritis surveilans genomik dalam mengidentifikasi dan menangani penyakit.

 

Menurutnya, kedokteran presisi tidak hanya merupakan tren sementara, melainkan suatu keharusan. Sebab tren pelayanan kesehatan sekarang ini tidak hanya pada pendekatan yang mengandalkan bukti (evidence-based medicine) namun juga didasarkan pada bukti genomik. 

“Hal ini bukan sekadar tentang meningkatkan status kesehatan, tetapi juga memberikan pelayanan yang lebih unggul dan terjangkau kepada masyarakat secara keseluruhan,” katanya.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari FKKMK UGM Yanri Wijayanti Subronto menyebut kesiapan puskesmas dalam pengembangan kedokteran presisi atau pengobatan genomik ini sebenarnya sudah rutin dilaksanakan oleh tenaga kesehatan I tingkat puskesmas. Hal ini  melalui penggunaan alat tes cepat molekuler untuk deteksi penyakit TBC namun belum pada jenis penyakit lain. 

“Sudah ada tes cepat molekuler di banyak puskesmas. Program ini juga bisa digunakan menghitung jumlah virus pada pasien yang terinfeksi HIV. Sebetulnya, pengobatan genomik ini bukan barang baru namun momentum  agar pemeriksaan molekuler nantinya bisa diakses masyarakat dan gratis,” katanya.

Sementara peneliti pengobatan genomik sekaligus sebagai ketua Annual Scientific Meeting dalam rangka Dies FKKMK UGM ke 78,  Gunadi,  mengatakan pengembangan kedokteran presisi harus didukung bidang bioinformatika, biobank, dan registry, yang saat ini telah berkembang pesat di Indonesia. Sebab setiap langkah dalam pengembangan kedokteran presisi ini diupayakan untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

 Gunadi juga menerangkan bahwa FKKMK UGM akan menyelenggarakan Annual Scientific Meeting (ASM) tahun 2024 yang bertajuk "Precision Healthcare: Past, Present, Future.”  bertujuan untuk mengajak semua pelaku dalam industri kesehatan untuk secara aktif terlibat dalam mengembangkan kedokteran presisi di tanah air.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya