Liputan6.com, Jakarta - Menjelang musim pendakian Gunung Everest 2024, Nepal kembali mengeluarkan persyaratan baru setelah sebelumnya mewajibkan pendaki membawa kantong kotoran sendiri. Kini, mereka mewajibkan semua pendaki untuk menyewa dan menggunakan chip pelacak dalam perjalanan mereka.
"Perusahaan-perusahaan terkenal sudah menggunakannya tetapi sekarang sudah diwajibkan bagi semua pendaki," Rakesh Gurung, direktur departemen pariwisata Nepal, dikutip dari CNN, Minggu, 3 Maret 2024. "Ini akan mempersingkat waktu pencarian dan penyelamatan jika terjadi kecelakaan."
Advertisement
Dia menjelaskan bahwa pendaki akan membayar 10--15 dolar AS per chip yang akan dijahit ke dalam jaket mereka. Setelah pendaki kembali, chip tersebut akan diambil, diberikan kembali kepada pemerintah, dan disimpan untuk orang berikutnya.
Chip pelacak menggunakan sistem penentuan posisi global (GPS) untuk berbagi informasi dengan satelit. Gurung menambahkan bahwa chip tersebut diproduksi di Eropa tetapi tidak merinci di mana atau oleh perusahaan mana.
Mayoritas orang yang mencoba mendaki Gunung Everest setinggi 8.849 meter (29.032 kaki) melakukannya melalui Nepal, dengan membayar izin pendakian USD11.000, sekitar Rp173 juta, per orang. Ditambah dengan harga peralatan, makanan, oksigen tambahan, pemandu Sherpa, dan banyak lagi, biaya mendaki gunung bisa membengkak lebih dari 35 ribu dolar AS, sekitar Rp550 juta.
Diperlukan waktu hingga dua bulan untuk menyelesaikan pendakian Gunung Everest. Waktu yang paling ideal untuk mendaki gunung tersebut sangat singkat, biasanya pada pertengahan Mei, tergantung kondisi cuaca.
Risiko Kematian dalam Proses Penyelamatan
Nepal merupakan rumah bagi delapan dari 10 puncak tertinggi di dunia. Negara itu memperoleh pendapatan pariwisata yang signifikan dari pendakian gunung.
Tahun lalu, Nepal mengeluarkan rekor 478 izin pendakian. Sebanyak 12 pendaki dipastikan tewas di gunung tersebut, sementara lima lainnya secara resmi masih hilang. Upaya penyelamatan di 'atap dunia' sangatlah berisiko, bahkan dalam kondisi terbaik sekalipun.
Pada 2023, Gelje Sherpa yang berusia 30 tahun melewatkan kesempatannya sendiri untuk mencapai puncak demi menyelamatkan seorang pendaki Malaysia di “zona kematian” Everest. "Hampir mustahil menyelamatkan pendaki di ketinggian tersebut," kata pejabat Departemen Pariwisata Bigyan Koirala kepada Reuters saat itu.
Namun, pendaki bernama Ravichandran atau Ravichandran Everest atau Ravi, membanggakan dirinya sendiri setelah sukses mencapai puncak gunung tertinggi di dunia itu. Ia dituding warganet melupakan jasa Sherpa (pemandu) yang menolongnya ketika ia nyaris meninggal di puncak. Pendaki Gunung Everest asal Malaysia itu juga disorot karana memblokir akun Sherpa itu dari Instagram.
Advertisement
Wajib Bawa Kantong Kotoran
Sebelumnya, para pendaki Gunung Everest diharuskan membersihkan kotoran mereka sendiri dan membawanya kembali ke base camp untuk dibuang. "Pegunungan kami mulai berbau busuk," ungkap Mingma Sherpa, ketua kota pedesaan Pasang Lhamu, lapor BBC dikutip pada Sabtu, 10 Februari 2024.
Pemerintah kota, yang mencakup sebagian besar wilayah Everest telah memperkenalkan aturan baru ini sebagai bagian dari penerapan kebijakan yang lebih luas. Karena suhu ekstrem, kotoran yang tertinggal di Everest tidak sepenuhnya terurai.
"Kami mendapat keluhan bahwa kotoran manusia terlihat di bebatuan dan beberapa pendaki jatuh sakit. Ini tidak dapat diterima dan mengikis citra kami," tambah Mingma.
Pendaki yang mencoba mendaki Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia, dan Gunung Lhotse di dekatnya akan diperintahkan untuk membeli kantong kotoran di base camp, yang akan diperiksa saat mereka kembali. Lalu, di mana Anda buang air besar di gunung?
Masalah Sampah dan Kotoran Manusia
Selama musim pendakian, para pendaki gunung menghabiskan sebagian besar waktunya di base camp untuk menyesuaikan diri dengan ketinggian. Terdapat tenda-tenda terpisah didirikan sebagai toilet, dengan tong-tong di bawahnya untuk menampung kotoran.
Namun begitu mereka memulai perjalanan berbahaya, segalanya menjadi lebih sulit. Kebanyakan pendaki dan staf pendukung cenderung menggali lubang tetapi semakin tinggi Anda mendaki gunung, beberapa lokasi memiliki lebih sedikit salju, sehingga Anda harus pergi ke toilet di tempat terbuka.
Sangat sedikit orang yang membawa kotorannya kembali ke dalam kantong biodegradable saat mendaki puncak Gunung Everest, karena bisa memakan waktu berminggu-minggu. Sampah masih menjadi masalah besar di Everest dan pegunungan lain di wilayah tersebut, meskipun terdapat peningkatan jumlah kampanye pembersihan, termasuk kampanye tahunan yang dipimpin oleh Tentara Nepal.
"Sampah masih menjadi masalah besar, terutama di kamp-kamp yang lebih tinggi dimana Anda tidak dapat menjangkaunya," kata Chhiring Sherpa, Chief Executive Officer dari organisasi non-pemerintah Sagarmatha Pollution Control Committee (SPCC).
Advertisement