Liputan6.com, Bangkok - Komite Kebijakan Kendaraan Listrik Nasional (Dewan EV) Thailand pada Rabu (21/2/2024) menyetujui insentif baru untuk mendorong adopsi kendaraan listrik di sektor niaga. Langkah ini diambil untuk mempercepat elektrifikasi armada truk besar dan bus komersial di Negeri Gajah Putih.
Keputusan ini adalah perkembangan baru yang jadi bagian dari skema kebijakan transisi kendaraan listrik Thailand yang diberi nama EV3 dan EV3.5 yang telah diterapkan sejak 2022.
Advertisement
"Kami yakin hal ini akan meningkatkan penggunaan truk dan bus listrik secara signifikan, mengurangi polusi dari sektor transportasi dan manufaktur, serta mendukung upaya dunia usaha untuk mencapai target net-zero," jelas Narit Therdsteerasukdi, Sekretaris Jenderal Dewan Investasi dan Sekretaris Dewan EV, dikutip dari Bangkok Post.
Insentif ini mencakup truk listrik yang digunakan untuk keperluan komersial, seperti truk kontainer, truk cairan, truk bahan berbahaya, truk khusus, dan truk derek, serta bus listrik baik yang dilengkapi dengan AC maupun tanpa AC. Insentif yang diberikan mencakup dukungan penggunaan bus dan truk listrik dalam bentuk pengurangan pajak bagi perusahaan yang memenuhi syarat.
Sementara bagi perusahaan yang membeli kendaraan produksi dalam negeri dapat memotong biaya dua kali lipat dari harga kendaraan, serta tanpa batasan harga. Sedangkan untuk pembelian kendaraan impor, dikenakan potongan sebesar 1,5 kali lipat dari harga kendaraan.
Kebijakan insentif kendaraan niaga ini akan berlaku di Thailand hingga 31 Desember 2025. Walau begitu, langkah-langkah yang telah disetujui dewan tersebut memerlukan pertimbangan akhir dan persetujuan kabinet sebelum benar-benar diterapkan.
Thailand Jadi Pelopor Insentif Mobil Listrik di Asia Tenggara
Thailand adalah produsen otomotif terbesar di Asia Tenggara yang berada di peringkat 10 besar secara global untuk produksi mobil dan total ekspor mobil.
Narit mengklaim bahwa dalam hal kendaraan listrik, Thailand adalah negara pertama di Asia Tenggara yang menawarkan insentif khusus untuk seluruh sisi pasokan dan permintaan.
Selain itu, Thailand menurutnya juga menjadi pelopor di Asia Tenggara yang menetapkan target yang jelas dalam produksi kendaraan listrik. Berdasarkan kebijakan 30@30, Thailand menargetkan pada tahun 2030 supaya setidaknya 30% mobil yang diproduksi di Thailand adalah kendaraan listrik.
Sejak skema kebijakan EV3 Thailand dimulai pada tahun 2022, terhitung hingga 31 Januari 2024 terdapat total 78.554 mobil listrik dan pikap dari 14 produsen dan importir BEV (Battery Electric Vehicle) telah terdaftar.
Advertisement
Insentif Mobil Listrik di Indonesia
Sedangkan di Indonesia, insentif kendaraan listrik masih banyak berfokus untuk mobil listrik pribadi.
Insentif tersebut berupa subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen. Kebijakan ini resmi dilanjutkan untuk 2024. Dengan begitu, pembeli roda empat bertenaga baterai di Indonesia kembali hanya dikenakan PPN sebesar 1 persen.
Peraturan terkait subsidi mobil listrik ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Beleid terkait subsidi PPN bagi mobil listrik produksi lokal dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen juga telah disahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam Pasal 2 Ayat 1 PMK No 8 Tahun 2024, Pajak Pertambahan Nilai yang tertuang atas penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan atau KBL Berbasis Baterai Bus tertentu kepada pembeli ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2024.
Sementara itu, dalam Pasal 3 beleid tersebut, tertulis sejumlah kriteria yang berhak mendapatkan insentif PPN ini, antara lain:
- Kendaraan listrik berbasis baterai roda empat tertentu dengan nilai TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) paling rendah 40 persen.
- Kendaraan listrik berbasis baterai bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40 persen.
- Kendaraan listrik berbasis baterai bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20 persen sampai dengan kurang dari 40 persen.
Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia
Advertisement