Liputan6.com, Jakarta Keluarga di Provinsi Aceh menduduki peringkat pertama sebagai keluarga paling bahagia di Indonesia.
Kabupaten Bener Meriah tercatat sebagai kabupaten dengan Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) tertinggi di Provinsi Banda Aceh yaitu 69,48 persen.
Advertisement
Data ini disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo.
“Kita BKKBN membuat indeks kebahagiaan keluarga, karena BKKBN visinya keluarga berkualitas. Saya apresiasi untuk Aceh. IBangga Aceh 65,38 paling tinggi se Indonesia. Indikatornya tiga yaitu tenteram, mandiri, bahagia," jelas Hasto saat kunjungan kerja ke Banda Aceh pada 28-29 Februari 2024.
Indeks Pembangunan Keluarga merupakan suatu pengukuran kualitas keluarga yang ditunjukan melalui ketenteraman, kemandirian, dan kebahagiaan keluarga. Salah satu yang dihasilkan oleh iBangga adalah terpotretnya gambaran akan peran dan fungsi keluarga untuk semua wilayah Indonesia.
Hasil dari indeks tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan status pembangunan keluarga melalui kategori tangguh, berkembang, atau rentan.
Meskipun menjadi provinsi paling bahagia, Aceh masih memiliki banyak pekerjaan yang perlu diprioritaskan dałam program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan program penurunan stunting.
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Provinsi Aceh
Hasto menjelaskan secara detil data-data apa saja yang harus diperhatikan oleh Provinsi Aceh.
Pertama, pasangan usia subur yang ber-KB di Aceh rata-rata baru 50 persen. Sementara, angka nasional menunjukkan KB modern (mCPR) rata-rata adalah 60,4 persen.
Kedua, unmet need atau kebutuhan KB yang belum terpenuhi di Provinsi Aceh adalah 13,4.
Terkait stunting, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Provinsi Aceh di angka 31,2 persen. Artinya, tren penurunannya belum signifikan.
“Sebetulnya kami punya target untuk Aceh. Per kabupaten sudah kita targetkan berdasarkan proyeksi. Targetnya sudah kita pasang tidak sampai menyentuh 14 persen di 2024 karena angkanya terlalu berat. Tetapi arahan presiden betul-betul sampai 14 persen,” lanjut dokter Hasto.
Advertisement
Relasi Stunting dengan Kematian Ibu dan Bayi
Angka stunting perlu diturunkan karena hal ini memiliki relasi dengan angka kematian ibu dan bayi.
“Stunting related dengan angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan juga rata-rata kehamilan," ujar dokter Hasto.
Di Aceh, perempuan melahirkan rata-rata (TFR) masih di angka 2,42 (Long Form SP2020, BPS ). Ini masih di atas angka nasional 2,1.
"Dari 23 kabupaten/kota, hanya Kota Banda Aceh yang angkanya di bawah nasional, yaitu 2,04,“ jelas Hasto.
Kondisi ini menunjukkan jumlah anak di Aceh cukup banyak. Makin banyak jumlah anak, stunting makin tinggi, karena biasanya jarak kelahiran terlalu rapat.
Tingkat Melahirkan Usia Remaja
Dari data diketahui pula Angka Tingkat Kelahiran Remaja (ASFR 15-19 Tahun) di Aceh yakni 16,40 persen.
"Ini bagus karena ternyata orang Aceh yang hamil terlalu muda usia 15-19 tahun termasuk baik. Kalau nasional 26,64. Artinya, setiap 1000 orang perempuan Indonesia yang sudah hamil antara usia 15-19 tahun sebanyak 26 orang. Aceh, alhamdulillah, hamil mudanya tidak terlalu banyak,” ucap Hasto.
Meski begitu, dari data yang ada, tiga kabupaten memerlukan perhatian lebih karena angka hamil mudanya masih tinggi, yaitu:
- Gayo Lues 46,8 persen.
- Simeulue 44,3 persen.
- Aceh Tenggara 38,3 persen.
Prioritas untuk ketiga kabupaten tersebut adalah mencegah kawin muda.
"Data yang ada itu harus hidup dan kita hidupkan. Kalau kita programnya tidak di guidance, oleh data, kita habis uang banyak, tetapi nggak ngefek," tandas Hasto.
Advertisement