Liputan6.com, Jakarta - Elon Musk dan media sosial X baru-baru ini digugat oleh mantan CEO Twitter dan sejumlah eksekutif media sosial tersebut.
Elon Musk dan X digugat sebesar USD 128 juta atau sekitar Rp 2 triliun terkait pesangon belum dibayarkan, sebagaimana dikutip dari The Wall Street Journal, Selasa (5/3/2024).
Advertisement
Mantan CEO Twitter Parag Agrawal, mantan CFO Ned Segal, mantan kepala bagian hukum Vijay Gadde, dan mantan penasehat umum Sean Edgett adalah sejumlah nama menuntut Elon Musk dan X.
Klaim gugatan tersebut berasal dari keadaan kacau akuisisi perusahaan oleh bos Tesla itu pada Oktober 2022.
Sebagai langkah awal pengambilalihan, Elon Musk langsung memecat para eksekutif platform media sosial (medsos) Twitter tersebut.
Berdasarkan isi gugatan itu, bos SpaceX memiliki "kemarahan khusus" terhadap para eksekutif Twitter karena dinilai berperan besar mengulur waktu proses akuisisi Twitter tersebut.
Karena mereka, Elon Musk pernah beberapa kali menarik diri untuk membeli Twitter. Berdasarkan gugatan tersebut, Agrawal berhak atas pesangon sebesar USD 57,4 juta.
Sementara untuk mantan CFO medsos itu, Ned Segal sebesar USD 44,5 juta, Gadde USD 20 juta, dan Edgett USD 6,8 juta, dengan total USD 128 juta.
Adapun gugatan ini mengutip salah satu halaman buku biografi Elon Musk, yang ditulis oleh Walter Isaacson.
Buku tersebut menjelaskan, Elon buru-buru menutup kesepakatan akusisi sehari lebih awal sehingga ia dapat memecat para eksekutif Twitter.
Elon Musk Punya 'Dendam Pribadi'?
"Demi alasan tepat sebelum opsi saham akhir mereka ditetapkan," tulis Walter di buku tersebut. Menurutnya, Elon mengatakan manuver hukum tersebut membuat dirinya tidak mengucurkan dana sebesar USD 200 juta.
"Musk tidak membayar pesangon kepada para eksekutif, percaya peraturan tidak berlaku baginya, dan menggunakan kekayaan dan kekuasaan untuk bertindak kasar terhadap siapa pun yang tidak setuju dengannya," tertulis dalam gugatan.
“Elon Musk memutuskan dia tidak mau membayar pesangon penggugat, ia hanya memecat mereka tanpa alasan, kemudian membuat alasan palsu dan menunjuk karyawan di berbagai perusahaannya untuk menegakkan keputusannya.”
Hingga berita ini muncul, pihak X belum memberikan komentar atau menanggapi atas gugatan tersebut. Ini bukan pertama kali Elon Musk dan X dituntut.
Sebelumnya, gugatan terpisah mengklaim Twitter telah berhutang kepada mantan pekerjanya lebih dari USD 500 juta dalam bentuk pesangon belum dibayarkan.
Advertisement
OpenAI Bantah Tudingan Elon Musk Terkait 'Mata Duitan'
Di sisi lain, Elon Musk kembali menjadi sorotan banyak pihak, di mana kali ini dirinya telah menggugat OpenAI kini mengejar keuntungan semata.
Disebutkan, Elon Musk yang juga salah satu pendiri OpenAI menggugat perusahaan yang dia bantu dirikan dan CEO perusahaan saat ini, Sam Altman.
Bos media sosial X itu mengatakan, OpenAI telah melanggar status mereka sebagai organisasi nirlaba dan perjanjian kontrak dasar mengembangkan AI demi kepentingan umat manusia.
Tak hanya itu, OpenAI dituduh telah menjadi 'anak perusahaan de facto sumber tertutup' Microsoft karena telah menginvestasikan USD 13 miliar dan pegang 49 persen saham.
Sontak tudingan tersebut membuat "kuping" para petinggi perusahaan pembuat ChatGPT tersebut panas. OpenAI pun menolak keras tudingan bos Tesla tersebut.
Perusahaan menyatakan, mereka sangat tidak setuju dengan klaim tersebut, sebagaimana dikutip dari Gizchina, Senin (4/3/2024).
OpenAI Independen dan Bersaing Langsung dengan Microsoft
Mereka juga menegaskan, perusahaan telah membuat kemajuan signifikan terhadap misinya meskipun ada pernyataan bos SpaceX tersebut.
Perusahaan juga membantah tuduhan mengejar keuntungan dengan mengorbankan tujuan awal dibentuknya OpenAI.
Menurut memo internal perusahaan kecerdasan buatan itu kepada karyawannya, OpenAI "sangat tidak setuju" dengan tudingan Elon tersebut.
Bloomberg melaporkan, Chief Strategy Officer OpenAI, Jason Kwon, membantah pernyataan Elon soal OpenAI adalah 'anak perusahaan de facto' Microsoft.
Kwon juga mengatakan, “misi perusahaan adalah untuk memastikan AGI (Kecerdasan Umum Buatan) bermanfaat bagi semua orang, dan OpenAI bersifat independen dan bersaing langsung dengan raksasa teknologi tersebut."
Advertisement
Elon Musk Gugat OpenAI dan Sam Altman
Untuk diketahui, sebagaimana dikutip dari Engadget, Sabtu (2/3/2024), Microsoft menggunakan teknologi OpenAI untuk mendukung alat AI generatif seperti Copilot.
Menurut pengajuan gugatan tersebut, di bawah dewan OpenAI saat ini, mereka diduga mengembangkan dan menyempurnakan kecerdasan umum buatan (artificial general intelligence/AGI) untuk memaksimalkan keuntungan bagi Microsoft, bukan untuk kepentingan umat manusia.
"Ini merupakan pengkhianatan terhadap Perjanjian Pendirian,” demikian isi pengajuan gugatan yang dilayangkan Elon Musk ke OpenAI.
Gugatan itu mendefinisikan AGI sebagai mesin yang memiliki kecerdasan untuk berbagai macam tugas seperti manusia.
Elon Musk berpendapat dalam gugatannya bahwa GPT-4, yang konon lebih baik dalam penalaran daripada manusia rata-rata, sama dengan AGI dan merupakan algoritme de facto milik Microsoft.