Ketahui Ciri-Ciri Autisme pada Anak dengan Speech Delay

Speech delay merupakan salah satu fenomena yang tergolong wajar untuk terjadi pada anak, namun dalam beberapa kasus, speech delay dapat menjadi tanda awal akan adanya autisme.

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 12 Mar 2024, 16:00 WIB
Ilustrasi anak Autisme. Photo by Hunter Johnson on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta - Speech delay, atau keterlambatan bicara, adalah kondisi dimana seorang anak belum mencapai kemampuan bicara yang sesuai dengan usianya.

Speech delay adalah salah satu ciri yang umum ditemukan pada anak autisme, namun perlu diingat bahwa hal ini juga bisa terjadi pada anak tanpa autisme. Meskipun demikian, keterlambatan berbicara yang signifikan patut diwaspadai dan dikonsultasikan ke dokter untuk diagnosis yang tepat.

Pada anak autisme, keterlambatan berbicara biasanya disertai dengan masalah komunikasi lainnya. Hal ini dapat berupa kurangnya kontak mata, pasivitas sosial dan emosional, tidak melakukan gestur atau menunjuk pada objek, atau fokus yang berlebihan pada objek tertentu.

Masalah Komunikasi pada Anak Non-autis

Bayi-bayi, dalam proses perkembangannya, belajar bahwa komunikasi adalah kunci untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jauh sebelum mereka berbicara, mereka menggunakan kontak mata, menarik lengan, mengoceh, menunjuk, dan berinteraksi secara fisik atau wajah untuk menyampaikan maksud mereka.

Seiring waktu, anak-anak neurotypical (anak-anak tanpa autisme) akan belajar menggunakan bahasa lisan karena termotivasi oleh respons sosial dan meniru orang-orang di sekitar mereka.

Dilansir dari Verywell Health, faktor-faktor yang mendorong perkembangan bahasa pada anak neurotypical antara lain:

1. Motivasi dari respon sosial: Senyuman dan pelukan dari orang tua menjadi pendorong yang kuat bagi anak untuk terus berkomunikasi.

2. Kecenderungan meniru: Anak-anak neurotypical secara alami meniru tindakan orang-orang di sekitar mereka, termasuk cara berbicara.

3. Fokus pada interaksi sosial: Anak-anak neurotypical menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengamati orang daripada benda, dan senang bersosialisasi dengan orang lain.

4. Kebutuhan sosial: Anak-anak neurotypical mudah merasa bosan atau kesepian ketika ditinggalkan sendirian.

Faktor-faktor ini mendorong anak-anak neurotypical untuk belajar bahasa lisan dengan cepat dan efektif.

 


Masalah Komunikasi pada Anak dengan Autisme

Di sisi lain, anak-anak dengan autisme yang mengalami speech delay juga sering mengalami masalah komunikasi yang membuat hubungan sosial menjadi sulit. Hal ini berlaku bagi semua tingkatan autisme, meskipun anak-anak dengan autisme fungsional tinggi mungkin lebih mudah bersosialisasi dibandingkan dengan yang lain yang membutuhkan dukungan lebih tinggi.

Berikut adalah beberapa contoh tantangan sosial yang dihadapi anak autisme:

1. Lebih termotivasi oleh minat sendiri: Anak autisme lebih fokus pada hal-hal yang mereka sukai dan kurang tertarik dengan interaksi sosial.

2. Jarang meniru: Mereka jarang meniru tindakan orang lain, sehingga sulit untuk belajar dan beradaptasi dengan lingkungan sosial.

3. Lebih tertarik pada benda: Anak autisme lebih tertarik pada benda daripada pada orang, sehingga interaksi sosial menjadi terhambat.

4. Lebih suka menyendiri: Mereka merasa puas ketika dibiarkan sendirian untuk mengejar minat mereka sendiri.

5. Suka berulang: Anak autisme merasa nyaman dengan rutinitas dan senang melakukan hal yang sama berulang-ulang.

Karakteristik-karakteristik ini dapat menyebabkan berbagai tantangan sosial, seperti kesulitan memahami isyarat nonverbal, kurang minat untuk berinteraksi dengan orang lain dan kecemasan saat menghadapi perubahan rutinitas.

Tantangan-tantangan ini dapat membuat anak autisme sulit untuk menjalin hubungan sosial dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial.


Perbedaan Kondisi Speech Delay pada Anak dengan Autisme dan Non-Autisme

Meskipun sama-sama mengalami speech delay, terdapat perbedaan yang cukup mudah dikenali antara anak autis dan non-autis. Contohnya, "X" dan "Y", dua anak fiktif dengan keterlambatan berbicara signifikan:

  • X:
  1. Tidak berbicara pada usia 2 tahun.
  2. Membuat suara mengoceh dan menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi.
  3. Menunjuk, menarik orang, dan berinteraksi dengan orang lain.
  4. Menikmati bermain dengan orangtua dan saudara.
  5. Merasa frustrasi ketika ditinggal tidur siang.
  • Y:
  1. Memiliki beberapa kata, tetapi tidak menggunakannya untuk berkomunikasi.
  2. Mengulang kata-kata berulang kali untuk diri sendiri.
  3. Belum menemukan cara untuk menggunakan gestur, suara, atau kata-kata untuk meminta sesuatu.
  4. Sulit untuk menarik perhatiannya.

Berdasarkan data di atas, kemungkinan penyebab speech delay pada X adalah adanya kehilangan pendengaran, gangguan apraksia (masalah dengan kontrol otot yang digunakan dalam berbicara) atau gangguan kognitif.

Sedangkan, terdapat kemungkinan tanda autisme pada Y karena dia menunjukkan sifat-sifat seperti kesulitan berkomunikasi, perilaku berulang serta kurangnya interaksi sosial.


Tanda Signifikan Autisme pada Anak Selain Speech Delay

Perkembangan berbicara pada anak-anak dengan autisme sangat beragam. Ada yang mulai berbicara lebih awal dari anak-anak normal, tapi ada pula yang bahkan tidak berbicara sama sekali.

Berdasarkan penelitian, rata-rata anak autisme baru mulai berbicara pada usia 36 bulan, dibandingkan dengan anak normal yang mulai berbicara pada usia 12-18 bulan.

Selain keterlambatan berbicara, berikut adalah beberapa tanda autisme lainnya yang perlu diperhatikan:

  • Usia 6-12 bulan:
  1. Jarang atau tidak ada kontak mata
  2. Tidak membalas senyuman
  3. Terlihat pasif secara emosional
  4. Terfokus pada objek
  • Usia 12 bulan:
  1. Tidak merespon saat dipanggil
  2. Tidak mengoceh
  3. Tidak menggunakan gestur atau meniru
  • Usia 16 bulan:
  1. Tidak menggunakan kata-kata tunggal
  2. Tidak menunjuk atau menunjukkan objek
  3. Tidak tertarik untuk berbagi pengalaman
  • Usia 24 bulan:
  1. Tidak ada ungkapan dua kata
  2. Tidak berbahasa sama sekali

Jika Anda menemukan beberapa tanda di atas pada anak Anda, segeralah konsultasikan dengan dokter atau ahli terapi untuk mendapatkan diagnosis dan intervensi yang tepat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya