Liputan6.com, Jakarta - Penetapan awal Ramadhan kerap berbeda antara organisasi Islam satu dan lainnya. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tahun ini juga ada potensi perbedaan penentuan awal Ramadhan.
Hal ini disampaikan Kementerian Agama (Kemenag), bahwa ada kemungkinan perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan 1445 H atau 2024 M. Ini disampaikan melalui Surat Edaran Agama RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 H.
Advertisement
SE ini ditandatangani Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dan mengimbau umat Islam untuk tetap menjaga ukhuwah islamiyah dan toleransi dalam menyikapi perbedaan penetapan 1 Ramadhan 1445 H atau 2024 M.
Terkait potensi beda awal ramadhan 1445 H, Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), KH Sirril Wafa, menekankan pentingnya saling menghormati dalam perbedaan pelaksanaan ibadah. Khususnya selama bulan suci Ramadhan.
Menurut Kiai Sirril, setiap tahunnya masyarakat Muslim Indonesia menghadapi adanya potensi perbedaan dalam pelaksanaan ibadah, utamanya terkait dengan waktu awal dan akhir Ramadhan. Dalam konteks ini, perbedaan tersebut sering kali menjadi titik rawan yang dapat memicu saling menyalahkan di antara umat Islam.
"Pengalaman yang telah berpuluh-puluh tahun bagi masyarakat Muslim Indonesia mestinya cukup menjadi pelajaran bahwa perbedaan dalam masalah furu'iyah (masalah cabang) bukan prinsip akidah keimanan (ushuliyah) itu sangat dimungkinkan. Maka, upaya saling memahami harus ditingkatkan," ujar Kiai Sirril mengutip NU Online, Selasa (5/3/2024).
Hindari Saling Menyalahkan
Lebih lanjut, Kiai Sirril menekankan pentingnya bagi para tokoh agama dan umat Islam secara keseluruhan untuk meredam sentimen saling menyalahkan dalam pelaksanaan ibadah. Utamanya dalam konteks puasa Ramadhan yang akan tiba dalam waktu dekat.
Hal ini menjadi penting, lantaran beberapa umat mungkin memulai puasa lebih awal atau lebih lambat dari yang lain.
"Bagi yang memulai puasa lebih awal, tidak perlu menyalahkan misalnya, sudah bagian dari Ramadhan kok masih tidak puasa, haram itu. Sebaliknya, yang mulai puasanya belakangan tidak pantas untuk mencemooh misal dengan ungkapan, hari ini masih yaum al-syak, dilarang berpuasa,” terang Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah itu.
Advertisement
Saling Tak Menghargai Bisa Berdampak Panjang
Putra Almaghfurlah KH Turaichan Adjhuri itu juga menyoroti bahwa fenomena saling mengolok-olok dalam pelaksanaan ibadah sering kali muncul di media sosial dan dapat memiliki dampak yang panjang.
“Baik tokoh agama maupun umat Muslim secara keseluruhan, diharapkan dapat menahan diri dan menjaga toleransi serta penghormatan dalam perbedaan pelaksanaan ibadah.”
“Hal-hal semacam ini yang seringkali muncul di medsos, dan biasanya berbuntut panjang. Intinya baik tokohnya maupun umatnya harus bisa menahan diri untuk tidak saling mengolok-olok dengan caranya masing-masing,” kata Kiai Sirril.
Pantauan Hilal PBNU
PBNU menyampaikan, hilal 29 Syaban 1445 H bertepatan dengan Ahad Legi, 10 Maret 2024 M.
Data perhitungan falak LF PBNU menunjukan tinggi hilal 0 derajat 11 menit 25 detik. Sementara ijtima atau konjungsi terjadi pada Ahad Legi, 10 Maret 2024 M pukul 16:00: 50 WIB.
Titik markaz Jakarta ini berlokasi di Gedung PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat dengan koordinat koordinat 6º 11’ 25” LS 106º 50’ 50” BT.
Sementara itu, letak matahari terbenam berada pada posisi 3 derajat 55 menit 36 detik selatan titik barat, sedangkan letak hilal pada posisi 5 derajat 7 menit 23 detik selatan titik barat.
Adapun kedudukan hilal berada pada 1 derajat 11 menit 27 detik selatan matahari dalam keadaan miring ke selatan dengan elongasi 2 derajat 30 menit 25 detik.
Advertisement