Kemendikbudristek: Biaya Kuliah di Indonesia Masih Butuh Gotong Royong

Akses pendidikan tinggi di Indonesia beberapa dasawarsa terakhir terus meningkat. Namun, masyarakat mengeluhkan biaya di perguruan tinggi yang dianggap mahal.

oleh Tim Regional diperbarui 05 Mar 2024, 19:38 WIB
Bincang edukasi secara hybrid bertajuk Mengupas Skema Terbaik dan Ringankan Pendanaan Mahasiswa di Yarsi. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Akses pendidikan tinggi di Indonesia beberapa dasawarsa terakhir terus meningkat. Namun, masyarakat mengeluhkan biaya di perguruan tinggi yang dianggap mahal. 

“Di seluruh dunia, pendidikan tinggi tidak murah. Jika dibanding negara tetangga, apalagi dengan negara maju, di Indonesia relatif rendah atau tertinggal,” kata Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam, pada acara bincang edukasi 'Mengupas Skema Terbaik dan Ringankan Pendanaan Mahasiswa' di Yarsi. (Istimewa) di Universitas Yarsi, di Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Nizam memaparkan, dari berbagai data yang dikompilasi, rata-rata biaya total pendidikan Indonesia sekitar 2.000 dollar AS atau sekitar Rp 28 juta/mahasiswa. Jika dibandingkan India yang berkisar 3.000 dolar AS, biaya di Indonesia berkisar 75 persennya. Jika dibandingkan Malaysia baru seperempatnya karena biaya kuliah di sana sekitar 7.000 dolar AS/mahasiswa.

Di Singapuara mencapai 25.000 dolar AS, sedangkan di Australia berkisar 20.000 dolar AS, dan Amerika 23.000 dolar AS.

“Pembiayaan pendidikan secara gotong royong, dilakukan di Indonesia dan juga negara-negara maju.  Ada subsidi pemerintah dan dari mahasiswa,” ujar Nizam. 

Nizam menyebut model pendanaan kuliah berkeadilan diterapkan bagi mahasiswa, sesuai kemampuan ekonomi keluarga. Bahkan untuk mahasiswa dari keluarga miskin ada Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang anggarannya lebih dari Rp 13 triliun.

Pemerintah, kata Nizam, sedang mengkaji skema student loans yang ramah dan tidak menyebabkan lulusan dijerat utang, serta tidak gagal bayar. Salah satu skema student loans yang dikaji intens yakni Income Contingent Loans yang diterapkan di Australia, yang juga direplikasi di Inggris dan beberapa negara lain.

“Mudah-mudahan dengan skema tersebut, akses ke perguruan tinggi tidak lagi terkendala kemampuan ekonomi orangtua,” kata Nizam.  

Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk Handayani Handayani menambahkan, perbankan dapat memfasiliatsi kebutuhan pembiayaan pendidikan dari tingkat awal pendidikan hingga perguruan tinggi.

“BRI sebagai salah satu BUMN milik pemerintah dan go public, sebagai tanggung jawab, juga menaruh perhatian pada pendidikan. Kami menyalurkan bantuan untuk meningkatkan kompetensi SDM,” kata Handayani.

Terkait pinjaman daring atau online sebenarnya tidak salah, namun jika berbunga tinggi tentunya memberatkan peminjam. Berdasarkan data, kalangan pelajar juga ada yang terjerat pinjaman daring. Bahkan untuk kalangan guru termasuk tinggi, hingga 42 persen. 


Perlu Dilakukan Penghitungan Biaya Riil

Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal Fasli Jalal mengatakan, secara makro memang biaya untuk pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah. Karena itu, perlu dilakukan penghitungan biaya riil pendidikan tinggi per program studi dan per wilayah. Lalu, ditentukan secara nasional berapa APK PT yang akan dicapai dan cara rasionalitas mencapainya.

Terkait pinjaman pendidikan, Fasli mengatakan bisa dikembangkan pinjaman tanpa subsidi, pinjaman dengan subsidi sebagian, maupun pinjaman dengan subsidi maksimal.

Kebijakan lain yang dinilai membantu, bisa juga dengan menghilangkan pajak untuk tabungan keluarga buat biaya anak kuliah di PT hingga memberikan insentif dengan matching fund dari pemerintah buat tabungan pendidikan keluarga. 

Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya