Liputan6.com, Kabul - Setidaknya 27 orang tewas dalam serangan pada Jumat 6 Maret 2020, yang diklaim oleh kelompok ISIL (ISIS), pada sebuah upacara di ibu kota Afghanistan di mana pemimpin politik penting Afghanistan, Abdullah Abdullah, hadir tetapi lolos tanpa cedera.
Sementara juru bicara kementerian kesehatan Afghanistan mengkonfirmasi kematian 27 orang, sumber NATO mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa jumlah korban tewas sedikit lebih tinggi. Lebih dari 30 orang tewas dan 42 luka-luka, 20 di antaranya berada dalam kondisi serius, lapor badan tersebut.
Advertisement
ISIS mengklaim mereka membunuh dan melukai 150 orang, menurut situs Amaq milik kelompok tersebut, tanpa memberikan bukti seperti dikutip dari Al Jazeera.
"Serangan itu dimulai dengan ledakan, tampaknya sebuah roket mendarat di daerah itu, Abdullah dan beberapa politikus lainnya … lolos dari serangan itu tanpa cedera," kata Fraidoon Kwazoon, juru bicara Abdullah, seperti dikutip Reuters.
Presiden Ashraf Ghani mengutuk serangan itu dan menyebutnya "kejahatan terhadap kemanusiaan". Dia juga mengatakan telah menelepon Abdullah, saingan politik lamanya yang menentang pengumuman Komisi Pemilihan Umum bulan sebelumnya yang menyatakan Ghani sebagai pemenang pemilihan presiden pada September 2020.
Outlet berita Tolo News menayangkan rekaman langsung orang-orang yang berlari mencari perlindungan ketika suara tembakan terdengar.
Hoda Abdel-Hamid dari Al Jazeera, melaporkan dari Kabul, mengatakan kebuntuan antara pasukan keamanan Afghanistan dan para penyerang berlangsung selama hampir enam jam.
Kesulitan dalam meredam serangan tersebut "benar-benar menggarisbawahi bahwa pasukan keamanan Afghanistan akan berada dalam situasi yang rapuh" setelah penarikan pasukan asing, kata Abdel-Hamid.
Ini adalah serangan paling mematikan sejak perjanjian perdamaian ditandatangani pekan sebelumnya antara Amerika Serikat dan Taliban, yang bertujuan untuk penarikan penuh pasukan AS dan NATO dalam waktu 14 bulan.
Perang di Afghanistan merupakan perang terpanjang dalam sejarah AS, yang berlangsung selama lebih dari 18 tahun. Itu juga merupakan salah satu serangan terbesar terhadap warga sipil di Afghanistan dalam satu tahun.
Taliban Bantah Terlibat
Sementara itu, Taliban membantah terlibat dalam serangan terhadap pertemuan yang memperingati kematian Abdul Ali Mazari, seorang pemimpin etnis Hazara yang terbunuh pada tahun 1995 setelah ditawan oleh militan Taliban.
Meskipun terdapat kesepakatan antara Taliban dan Amerika Serikat, pertempuran terus terjadi di seluruh negeri, sehingga menghilangkan harapan bahwa perjanjian tersebut akan mengurangi kekerasan.
Beberapa orang tewas dalam serangan serupa pada peringatan yang sama tahun 2019 lalu. ISIS juga mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Pasca-serangan, lusinan kerabat berkumpul di kamar mayat sebuah rumah sakit tidak jauh dari lokasi ledakan, banyak di antara mereka yang menangis saat menunggu untuk mengidentifikasi orang yang mereka cintai.
Ambulans dan tandu bergegas antara lokasi serangan dan rumah sakit untuk mengantarkan korban luka untuk mendapatkan perawatan.
"Saya berada di upacara ketika tembakan dimulai. Saya bergegas menuju pintu untuk keluar dari area tersebut tetapi tiba-tiba kaki saya terkena peluru," kata Mukhtar Jan kepada Reuters dari tandu di rumah sakit.
Ali Attayee, yang berada di rumah sakit untuk membantu saudara laki-lakinya yang terluka, mengatakan kepada kantor berita tersebut: "Mereka yang melakukan kejahatan ini ingin menghancurkan masyarakat kami pada saat ini, kami turut prihatin atas mereka yang melakukan kejahatan tersebut."
Advertisement
Perwakilan AS, Uni Eropa dan NATO Kutuk Serangan
Adapun perwakilan AS, Uni Eropa dan NATO mengutuk serangan tersebut.
"Kami mengutuk keras serangan keji hari ini (6 Maret 2020)…Kami mendukung Afghanistan untuk perdamaian,” tulis kuasa hukum AS di Kabul, Ross Wilson, di Twitter.
Shaharzad Akbar, ketua Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan, mengatakan: “Serangan mengerikan di Kabul hari ini … memilukan dan tidak dapat diterima. Kami lelah dengan perang dan kekerasan."
Hazara sebagian besar adalah Muslim Syiah. Kelompok minoritas Syiah telah berulang kali diserang oleh pejuang Sunni di Afghanistan.
Jurnalis Tertembak
The Guardian melaporkan, beberapa jurnalis TV sedang meliput upacara tersebut di dalam kompleks lokasi upacara ketika orang-orang bersenjata mulai menembak, dan seorang reporter serta juru kamera stasiun penyiaran lokal termasuk di antara mereka yang terluka.
Karim Khalili, ketua dewan tinggi perdamaian Afghanistan, sedang menyampaikan pidato ketika tembakan menghentikannya. Dia tidak terluka dan kemudian tampil di TV untuk mengecam kekerasan tersebut.
Beberapa saksi mengatakan, di tengah kepanikan, anggota aparat keamanan yang hadir dalam acara tersebut malah menembaki warga sipil yang berada di tengah kerumunan. “Orang-orang berseragam militer yang ada di sana mengincar orang, ada korban jiwa, tewas dan luka-luka, kata Ghulam Mohammad, seorang saksi, menurut video Associated Press.
Advertisement