Polresta Bandung Tangkap Tersangka Penjualan Sepatu Bajakan dan Pestisida Palsu

Polisi menyita sekitar 2.538 sepatu bajakan.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 07 Mar 2024, 23:00 WIB
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo saat menggelar konferensi pers di Mapolsek Ciparay, Senin (6/6/2022). (Liputan6.com/ Dikdik Ripaldi)

Liputan6.com, Bandung - Satreskrim Polresta Bandung menangkap 4 orang tersangka yang terlibat kasus perdagangan barang ilegal, yakni penjualan sepatu merek bajakan dan pestisida palsu yang beredar di Kabupaten Bandung.

Kasus perdagangan sepatu merek bajakan itu terjadi di wilayah Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung. Dua orang berinisial LS dan CI ditangkap polisi dan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Kapolresta Bandung, Kombes Pol Kusworo Wibowo menyampaikan, kedua tersangka menjual sepatu merek bajakan itu secara daring sejak Oktober 2022 lalu. Dari mereka berdua, polisi menyita sekitar 2.538 sepatu.

"Ada sekitar 2.538 sepatu merek converse yang diduga palsu, kemudian ada 30 sepatu merek Nike," kata Kusworo di Mapolresta Bandung, disiarkan ulang lewat keterangan pers, Rabu, 6 Maret 2024.

"Penjualan itu diketahui oleh pemegang lisensi, sempat ada komunikasi antara keduanya dan ada kesepakatan atau solusi restorativ justice atau damai. Namun, kesepakatan itu tidak berlangsung sampai Februari 2024 pemegang lisensi melaporkan kasus ini ke Polresta Bandung," jelasnya.

Selama ini, sepatu-sepatu tersebut dibanderol dengan harga rata-rata Rp300 ribu. Kedua tersangka pun kini dijerat pasal 100 dan 102 UU Merk dengan ancaman paling lama 5 tahun.

 


Pestisida Palsu

Sementara itu, polisi pun menangkap tersangka kasus penjualan merek obat pembasmi hama atau pestisida palsu yang terjadi di wilayah Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Kedua tersangka yakni DK (21) dan AM (48).

"Yang dipalsukan adalah merek syngenta, ini adalah fungisida atau pestisida yang seharusnya bermanfaat untuk para petani sebagai pembasmi hama," kata Kusworo.

Kusworo menegaskan, penjualan pestisida palsu ini sangat merugikan petani .

"Selain itu, juga merugikan daripada si pemegang merek daripada syngenta," ujarnya.

"Otomatis yang palsu ini akan dijual lebih murah daripada yang aslinya, sehingga yang aslinya pemegang merk asli tentunya akan mengalami penurunan omset karena masyarakat cenderung membeli yang lebih murah," jelasnya.

Kusworo menambahkan, para tersangka menjual merek obat pembasmi hama palsu ini dengan cara online. Dimana rata-rata, tersangka menjual dengan harga Rp12.000 hingga Rp70.000 per botol.

"Tergantung dengan jenis produk yang dipesan konsumen dan ukuran produk," tutur Kusworo.

"Oleh tersangka DK dijual kembali melalui market place Shopee dan Tokopedia dengan harga dari mulai Rp1.200.000 per dus sampai dengan Rp170.000 per dus," ujar Kusworo.

"Sehingga tersangka AM tersebut mendapatkan keuntungan dari mulai harga Rp2.000.000 sampai dengan Rp3.000.000 setiap seminggu sekali," lanjut Kusworo.

Sedangkan, tersangka DK mendapatkan keuntungan setiap bulan sebesar Rp5.000.000 hingg Rp10.000.000 per bulan.

Menurut keterangan dari salah satu tersangka, memproduksi dan memperdagangkan produk fungisida merek syngenta tersebut sejak tahun 2021. Sehingga, total keuntungan yang sudah didapatkan selama kurang lebih dua tahun sebesar Rp72.000.000.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya