Jelang Hari Perempuan Internasional, Pekerja Wanita di Pakistan Akan Berdemo Tuntut Keadilan

Sebuah kelompok pekerja perempuan akan melakukan aksi protes pada tanggal 8 Maret untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 07 Mar 2024, 00:07 WIB
Ribuan perempuan di Pakistan berunjukrasa menentang kekerasan terhadap kaumnya (AFP/Arif Ali)

Liputan6.com, Karachi - Sebuah kelompok pekerja perempuan akan melakukan aksi protes pada tanggal (8/4/2024) untuk memperingati Hari Perempuan Internasional. Rencana ini disampaikan oleh aktivis hak asasi manusia.

Berbicara pada konferensi pers di Karachi Press Club (KPC), mereka mengutuk berbagai insiden yang meresahkan dan memalukan baru-baru ini terhadap perempuan.

Termasuk yang terjadi di Lahore. Kala itu, ada seorang perempuan diserang oleh massa karena mengenakan gaun dengan tulisan Arab di atasnya.

Mereka menuntut agar unsur anti-perempuan dan ekstremis yang terlibat dalam insiden tersebut segera ditangkap, dikutip dari laman Dawn.com, Rabu (6/4)

Mereka juga mengutuk keras pembunuhan brutal terhadap intelektual dan guru terkenal Hidayat Lohar dan menuntut penangkapan serta hukuman terhadap orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan tersebut.

Mengenai unjuk rasa tersebut, mereka mengatakan akan memulainya dari KPC Chowk dan berakhir di Dewan KesenianPakistan Karachi.

Rinciannya, para pemimpin perempuan terkemuka yang tergabung dalam gerakan perlawanan akan berbicara pada kesempatan tersebut, menyanyikan lagu-lagu revolusioner dan akan menyampaikan berbagai hak-hak perempuan dan perjuangan mereka.


Tak hanya Dihadiri Pekerja Perempuan

Seorang buruh perempuan Pakistan menggendong bayinya dan bergabung dalam unjuk rasa May Day, yang menandai Hari Buruh Internasional di Lahore, Pakistan, Senin, 1 Mei 2023. Para peserta unjuk rasa menuntut penerapan undang-undang ketenagakerjaan dan kenaikan upah mereka. (AP Photo/K.M. Chaudary)

Aksi ini juga akan dihadiri oleh ribuan pekerja, buruh, nelayan, petugas kesehatan, transgender, jurnalis, guru serta perempuan yang berjuang melawan penghilangan paksa dan pembunuhan tragis.

Berbicara pada konferensi pers di KPC, Zehra Khan dari Federasi Pekerja Perempuan Rumahan mengatakan: “Pada Hari Perempuan Internasional, fokus dan slogan utama perjuangan kami adalah ‘Perlawanan Perempuan: Demi Kebebasan Demokratis, Otonomi Ekonomi dan Jaminan Sosial’.

“Kami, para perempuan pekerja, perempuan yang menentang, yang merupakan setengah dari populasi, akan menegaskan kembali pada hari ini bahwa perjuangan tanpa henti kami akan terus berlanjut melawan menyusutnya kebebasan demokratis, meningkatnya ketidakberdayaan ekonomi, dan penurunan sosial yang dipaksakan. Peran perlawanan perempuan dalam perjuangan yang sedang berlangsung kini muncul sebagai sebuah harapan bagi masyarakat.”

Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP) Asad Iqbal Butt mengatakan pada konferensi pers bahwa “perempuan yang bekerja dan melawan tahu bahwa perjuangannya akan berhasil ketika perempuan memperkuat hubungannya dengan proses politik dan perjuangan untuk hak-hak kelasnya. Membela rakyat yang tertindas dan memegang prinsip dalam hidup.”


Mahasiswa di Universitas Pakistan Ancam akan Demo Jika Biaya Transportasi Publik Naik

Ilustrasi uang rupee Pakistan (AFP)

Sebelumnya, mahasiswa Women University Swabi (WUS) di Pakistan mengancam akan melakukan protes jika ongkos transportasi publik naik.

Mereka mengatakan bahwa biaya transportasi baru dari universitas ke Kota Swabi adalah Rs17,500 per mahasiswa per semester.

Khalid Khan, ayah seorang mahasiswa, mengatakan bahwa sebelumnya biaya transportasi Gohati ke jalur universitas adalah Rs17.000. Kini meningkat menjadi Rp35.000.

"Sangat sulit bagi siswa untuk membelinya,” tambahnya, dikutip dari laman Dawn.com, Senin (4/3/2024).

Orang tua mahasiswa menuntut pihak administrasi universitas untuk segera menarik kenaikan biaya transportasi. Para mahasiswa di Pakistan mengeluh karena pihak administrasi universitas selalu melimpahkan seluruh beban keuangan kepada mereka.


Orang Tua Sulit Membayar

Ilustrasi bus. (Dok. Jerry Zhang/Unsplash/Tri Ayu Lutfiani)

Mereka mengatakan bahwa orang tuanya tidak bersedia membayar kenaikan biaya transportasi.

“Orang tua kami tidak mendapat gaji yang cukup. Orang tua siswa sebagian besar adalah petani dan tidak mampu membiayai. Pihak administrasi universitas harus mempertimbangkan kembali keputusannya,” kata seorang mahasiswa semester empat yang enggan disebutkan namanya.

Para mahasiswa mengatakan, semester mereka terdiri dari empat bulan tetapi pihak administrasi universitas mengenakan biaya enam bulan. Mereka mengatakan bahwa mereka bersama orang tua akan melakukan protes jika pemerintah tidak membatalkan keputusan tersebut.

Infografis Demo 11 April 2022 dan Tuntutan Mahasiswa. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya