Bahas soal Hak Angket di Rapat Paripurna DPR, Ini Kubu yang Pro dan Kontra

Dalam rapat paripurna ke-13 pembukaan masa persidangan IV tahun 2023-2024 yang digelar Selasa 5 Maret 2024, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aus Hidayat Nur menyampaikan soal hak angket.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 06 Mar 2024, 20:06 WIB
Dalam rapat paripurna ke-13 pembukaan masa persidangan IV tahun 2023-2024 yang digelar Selasa 5 Maret 2024, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aus Hidayat Nur menyampaikan soal hak angket. (Merdeka.com/ Alma Fikhasari)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rapat paripurna ke-13 pembukaan masa persidangan IV tahun 2023-2024 yang digelar Selasa 5 Maret 2024, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aus Hidayat Nur menyampaikan soal hak angket.

Pada mulanya, Aus mengajukan interupsi saat rapat paripurna berlangsung. Dalam interupsi tersebut, dia menyampaikan bahwa masyarakat menginginkan agar para anggota DPR menggunakan hak angket terkait adanya dugaan kecurangan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

"Sebagian masyarakat agar DPR RI gunakan hak angket untuk klarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakat atas sejumlah masalah dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Alasannya, perlu diingat bahwa Pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa Indonesia," kata Aus, Selasa 5 Maret 2024.

"Gelaran demokrasi ini harus tetap dijaga agar terlaksana dengan langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," sambung dia.

Kemudian, Anggota DPR RI Fraksi PDIP Aria Bima meminta agar pimpinan DPR RI menyikapi dengan serius adanya wacana hak angket.

"Kami berharap pimpinan menyikapi hal ini, mau mengoptimalkan pengawasan fungsi atau interpelasi atau angket, ataupun apapun supaya pemilu ke depan, kualitas pemilu ke depan," kata Aria.

Namun, Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad menyindir pihak-pihak yang menyerukan hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Dia menilai, ada yang lebih penting daripada hak angket yakni masalah pengangguran dan penciptaan lapangan kerja.

Kamrussamad pun menyebut, hak para sopir angkot lebih penting ketimbang hak angket yang terus digulirkan oleh berbagai pihak.

"Aspirasi yang sangat mendesak bagi mereka adalah pengangguran, penciptaan lapangan kerja, bukan hak angket. Yang diperlukan mereka justru adalah hak para sopir angkot," ucap Kamrussamad.

Berikut sederet kubu pro dan kontra saat bahas soal hak angket di Rapat Paripurna DPR dihimpun Liputan6.com:

 


1. PKS Dukung Hak Angket, Bahas saat Rapat Paripurna

Sejumlah anggota DPD PKS Kota Depok menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPUD Kota Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aus Hidayat Nur menyampaikan soal hak angket dalam rapat paripurna ke-13 pembukaan masa persidangan IV tahun 2023-2024, pada Selasa 5 Maret 2024.

Mulanya, Aus mengajukan interupsi saat rapat paripurna berlangsung. Dalam interupsi tersebut, dia menyampaikan bahwa masyarakat menginginkan agar para anggota DPR menggunakan hak angket terkait adanya dugaan kecurangan Pemilu 2024.

"Sebagian masyarakat agar DPR RI gunakan hak angket untuk klarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakat atas sejumlah masalah dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Alasannya, perlu diingat bahwa Pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa Indonesia," kata Aus.

"Gelaran demokrasi ini harus tetap dijaga agar terlaksana dengan langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," sambung dia.

Selain itu, dia menyampaikan muncul berbagai kecurigaan dan praduga di tengah masyarakat perihal terjadinya kecurangan dan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu. Oleh sebab itu, Aus meminta agar praduga itu harus direspons dengan cepat oleh DPR.

"Perlu direspons DPR secara bijak dan proporsional. Hak angket adalah salah satu instrumen yang dimiliki DPR dan diatur dalam UUD, dan UU bisa digunakan untuk menjawab kecurigaan dan praduga itu secara terbuka dan transparan," kata dia.

"Jika memang kecurigaan arus praduga masyarakat itu terbukti, bisa ditindaklanjuti sesuai UU dan jika tidak terbukti ini bisa mengklarifikasi dan menjaga integritas pemilu. Sehingga kita bisa meresponsnya secara bijak dan proporsional," imbuh Aus.

 


2. PDIP Minta DPR Sikapi Wacana Hak Angket

Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima menyatakan, calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo lah yang sangat memahami visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Nawacita. (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Anggota DPR RI Fraksi PDIP Aria Bima meminta agar pimpinan DPR RI menyikapi dengan serius adanya wacana hak angket terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2024.

"Kami berharap pimpinan menyikapi hal ini, mau mengoptimalkan pengawasan fungsi atau interpelasi atau angket, ataupun apapun supaya Pemilu ke depan, (meningkatkan) kualitas Pemilu ke depan," kata dia saat menginterupsi rapat paripurna, di gedung DPR RI, Senayan, Selasa 5 Maret 2024.

Aria menilai saat ini pengawasan DPR RI pada Pemilu 2024 tak ada marwahnya. Padahal, kata dia, kecurangan sudah terlihat sejak awal pelaksaan Pemilu.

"Itu harus ada hak-hak yang dilakukan dengan koreksi, mengkoreksi aturan-aturan kita, maupun mengoptimalkan pengawasan kita sebagai anggota legislatif yang tidak ada taringnya, yang tidak ada marwahnya dalam pelaksanaan Pemilu hari ini. Walaupun tanda-tandanya sudah keliatan sejak awal," tegas Aria.

 


3. PKB Juga Minta DPR Sikapi Wacana Hak Angket

Dasco mengatakan, Rapat Paripurna kali ini dihadiri oleh 237 orang anggota DPR. Artinya, jumlah anggota DPR yang hadir tidak sampai setengahnya dari jumlah total 575 anggota. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Hal senada juga disampaikan oleh anggota DPR RI Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah. Dia menyerukan agar DPR RI menyikapi dengan tegas adanya usulan hak angket.

Sebab, Pemilu adalah perwujudan kedaulatan rakyat, oleh karena itu tidak ada satu pun kekuatan yang merebut apalagi sampai menghancurkan.

Karena ini terkait dengan daulat rakyat maka pemilu harus berdasar pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan etika yang tinggi.

"Tidak ada boleh satu pun pihak-pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara, untuk memenangkan salah satu pihak walaupun mungkin itu ada hubungan dengan anak saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain," tegas dia.

"Pemilu tidak bisa dipandang hanya dalam konteks hasil. Lebih dari itu, konteks proses harus juga menjadi cerminan kita semus untuk melihat apakah pemilu telah dilangsungkan secara jujur dan adil," imbuh Luluk.

 


4. Gerindra Sindir Pihak yang Ingin Gulirkan Angket

Dasco hanya mengungkapkan, rapat tetap bisa dilaksanakan karena dihadiri oleh anggota Dewan semua fraksi di DPR. Setelah itu, Dasco mengajak semua anggota Dewan yang hadir menyanyikan lagu "Indonesia Raya" sebelum melanjutkan agenda berikutnya. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kamrussamad menyindir pihak-pihak yang menyerukan hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Dia menilai, ada yang lebih penting daripada hak angket yakni masalah pengangguran dan penciptaan lapangan kerja.

Kamrussamad pun menyebut, hak para sopir angkot lebih penting ketimbang hak angket yang terus digulirkan oleh berbagai pihak.

"Aspirasi yang sangat mendesak bagi mereka adalah pengangguran, penciptaan lapangan kerja, bukan hak angket. Yang diperlukan mereka justru adalah hak para sopir angkot," kata dia, saat interupsi rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 5 Maret 2024.

Kamrussamad menuturkan, hak para sopir angkot dan anak-anaknya lebih penting dipikirkan. Supaya mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar.

"Hak para sopir angkot ribuan bahkan puluhan ribu anak-anaknya mereka masa depannya sekolahnya belum tentu mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka," ujarnya.

"Kita bisa menyaksikan bagaimana masyarakat kita hari ini kerja hari ini hanya untuk makan besok, bahkan kalau mereka sakit hari ini maka besok ia harus utang di warung ini lah aspirasi yang mendesak yaitu menciptakan lapangan pekerjaan," sambung dia.

Oleh karena itu, Kamrussamad meminta kepada politikus yang tidak siap kalah bereaksi dengan mendorong hak angket.

"Karena itu saya ingin mengingatkan kepada teman-teman jangan sampai respon dari teman-teman yang tidak siap kalah menunjukkan dalam sejarah kita merupakan respons terburuk sepanjang reformasi ini. Kenapa demikian, karena belum menggunakan instrumen hukum yang telah digunakan disiapkan disiapkan oleh undang-undang, sudah menuduh pemilu ini curang, ini berbahaya sekali bagi kelangsungan demokrasi kita dan bangsa kita ke depan," pungkas Kamrussamad.

 


5. PPP dan NasDem Kompak Tidak Serukan Hak Angket di Rapat Paripurna

Suasana Rapat Paripurna DPR Ke-24 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (23/5/2023). Agenda rapat paripurna berkaitan penyampaian pandangan fraksi atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2024. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai NasDem, kompak tak menyuarakan hak angket saat rapat paripurna masa sidang ke-13 masa persidangan IV tahun 2023-2024. Padahal, PDI Perjuangan, PKB dan PKS melakukan interupsi dan menyerukan adanya hak angket untuk mengusut adanya kecurangan Pemilu 2024.

Dari pantauan Jurnalis merdeka.com di rapat paripurna, yang pertama kali menyerukan hak angket saat rapat paripurna adalah anggota DPR Fraksi PKS Aus Hidayat Nur.

Dalam interupsinya, dia menyampaikan bahwa masyarakat menginginkan agar para anggota DPR menggunakan hak angket.

"Sebagian masyarakat agar DPR RI gunakan hak angket untuk klarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakat atas sejumlah masalah dalam penyelenggaran pemilu 2024. Alasannya perlu diingat bahwa Pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa Indonesia," kata Aus.

"Gelaran demokrasi ini harus tetap dijaga agar terlaksana dengan langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," sambungnya.

Kemudian, disusul Anggota DPR Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah. Dia meminta agar DPR RI menyikapi dengan tegas adanya usulan hak angket.

Sebab, pemilu adalah perwujudan kedaulatan rakyat, oleh karena itu tidak ada satu pun kekuatan yang merebut apalagi sampai menghancurkan.

Karena, hal tersebut terkait dengan daulat rakyat maka pemilu harus berdasar pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan etika yang tinggi.

"Tidak ada boleh satu pun pihak-pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara, untuk memenangkan salah satu pihak walaupun mungkin itu ada hubungan dengan anak saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain," tegas dia.

"Pemilu tidak bisa dipandang hanya dalam konteks hasil. Lebih dari itu, konteks proses harus juga menjadi cerminan kita semus untuk melihat apakah pemilu telah dilangsungkan secara jujur dan adil," tambah Luluk.

Infografis Sidang DPR dan Wacana Hak Angket Pemilu 2004. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya