Kisah Whale 52, Paus Paling Kesepian di Dunia

Paus ini memiliki suara tinggi yang unik, dengan nada utama pada frekuensi 52 hertz atau setara dengan nada bass rendah di telinga manusia. Sementara itu, kebanyakan paus biru berbicara dengan suara pada frekuensi antara 10 dan 40 hertz.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 07 Mar 2024, 03:00 WIB
Ilustrasi Paus via Pixabay / 12019

Liputan6.com, Jakarta - Whale 52 atau Whale 52-hertz disebut-sebut menjadi paus paling kesepian di dunia. Mamalia ini hidup di Pasifik utara selama puluhan tahun tanpa pendamping maupun teman.

Para ilmuwan telah mendengar nyanyian Whale 52 selama lebih dari 30 tahun. Melansir laman Live Science pada Jumat (01/03/2024), paus biru ini tak memiliki pasangan hidup atau kawanan karena memiliki jenis frekuensi suara yang jauh berbeda dengan jenis kawanan paus lainnya di tengah samudra.

Paus ini memiliki suara tinggi yang unik, dengan nada utama pada frekuensi 52 hertz atau setara dengan nada bass rendah di telinga manusia. Sementara itu, kebanyakan paus biru berbicara dengan suara pada frekuensi antara 10 dan 40 hertz.

Beberapa peneliti sempat berspekulasi bahwa Whale 52 terlahir tuli, sehingga tidak tahu bagaimana seharusnya ia bersuara. Beberapa teori lainnya juga menyebutkan bahwa paus ini terlahir dari paus biru dan paus sirip.

Hal ini lah yang membuat Whale 52-hertz terasing. Frekuensi suara paus jantan tersebut hanya dapat ditangkap oleh radio sonar kapal laut dan kapal selam.

Whale 52-hertz, si paus kesepian ini, pertama kali tercatat pada 1989, tertangkap oleh jaringan militer Amerika yang sedang melacak suara kapal selam nuklir. Penemuan paus kesepian ini berawal dari Perang Dingin, saat militer AS mengerahkan jaringan hidrofon atau alat untuk mendengarkan suara di dalam air.

Kala itu, pemasangan hidrofon di dasar laut bertujuan untuk mendengarkan eksistensi kapal selam milik Uni Soviet. Petugas menangkap suara latar tak terduga.

 


Rintihan Aneh

Terdengar suara rintihan aneh berfrekuensi rendah yang semula dikaitkan dengan "Monster Izebel". Namun, kemudian diidentifikasi sebagai panggilan paus biru.

Pada akhir 1980-an, saat Perang Dingin akan berakhir, jaringan hidrofon berganti fungsi menjadi tempat penelitian paus. Seorang peneliti biota laut bernama Dr. William Watkins dari Oceanographic Institution Woods Hole adalah yang pertama menemukan keunikan paus ini.

Paus abnormal tersebut dilaporkan Dr. Watkins terus-menerus bernyanyi di sepanjang musim kawin. Namun, tidak ada satupun paus yang membalas suaranya.

Tak ada satu pun kawanan paus yang mampu mendengar suaranya di tengah samudra. Kemungkinan besar menganggap paus ini bisu atau tak bisa bicara.

Semenjak itu, paus ini disebut dengan nama The loneliest whale 52 atau Whale 52-hertz. Berdasarkan rekaman hasil penelitian selanjutnya, terjadi perubahan nada pada Whale 52.

Dikutip dari laman IFL Science pada Jumat (01/03/2024), para ilmuwan memperkirakan hal ini terjadi seiring pertambahan usia, sehinga suara panggilannya semakin dalam selama beberapa tahun. Whale 52 kembali ditemukan pada 1992 oleh angkatan laut Amerika Serikat di tengah Samudra Pasifik.

Lalu pada 2015, para peneliti melakukan segala cara untuk kembali menemukan Whale 52 di Samudra Pasifik. Selain itu peneliti juga menaruh mesin yang mengeluarkan suara pada frekuensi 52 Herz.

Lalu juga menerjemahkannya pada frekuensi 12 hingga 25 Hz agar Whale 52 dapat berkomunikasi dan tidak merasa sendirian. kehadiran frekuensi 52 Hz hingga saat ini masih menimbulkan misteri.

 


Nyanyian Paus

Pada 2010, sensor suara di lepas pantai California, AS menangkap nyanyian paus dengan pola mirip Whale 52. Namun, suara tersebut tidak cukup meyakinkan, bahkan tanpa bukti lebih lanjut hingga 12 tahun berikutnya.

Belum adanya paus lain yang terkonfirmasi, membuat ilmuwan menyimpulkan bahwa Whale 52 mungkin menjadi satu-satunya dari jenisnya di lautan. Namun satu hal yang diketahui pasti dari mamalia ini, Whale 52 merupakan paus jantan yang pandai bernyanyi.

Meski tak ada kawanan yang menjawab nyanyiannya, Direktur Program Riset Bioakustik di Cornell University, Christopher Clark mengatakan, paus ini mungkin tidak kesepian seperti yang dibayangkan manusia. Sebab, menurutnya, mamalia itu kemungkinan dapat dipahami atau dikenali oleh paus biru lainnya.

Kisah paus kesepian, Whale 52 banyak mencuri perhatian. Tidak hanya di kalangan para ahli, tetapi juga para artis musisi, pembuat film, dan penulis.

Mereka menggunakan kisah Whale 52 ini sebagai topik dalam karyanya. Kisah Wahle 52 oernah diadaptasi menjadi sebuah film berjudul The Loneliest Whale: The Search for 52 yang dirilis pada 2021.

Film dokumenter ini mengisahkan sekelompok ilmuwan mencari paus 52 hertz. The Loneliest Whale: The Search for 52 merupakan karya yang ditulis dan disutradarai oleh Joshua Zeman.

Selain itu Leonardo DiCaprio dan Adrian Grenier juga mengambil peran sebagai produser eksekutif. Tak hanya film, kisah paus paling kesepian ini juga menginpirasi boy band asal Korea Selatan, BTS.

Idol ini merilis lagu berjudul Whalien 52 pada 2015.

(Tifani)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya