Beban Ekonomi Kematian dan Disabilitas Akibat Diabetes Dapat Ditekan dengan Penerapan Cukai MBDK

Beban ekonomi akibat kematian dan disabilitas yang berasal dari penyakit diabetes melitus tipe 2 dapat ditekan dengan penerapan cukai MBDK.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 08 Mar 2024, 16:00 WIB
Beban Ekonomi Kematian dan Disabilitas Akibat Diabetes Tipe 2 Dapat Diturunkan dengan Penerapan Cukai MBDK. Foto: CISDI.

Liputan6.com, Jakarta Kematian dan disabilitas dapat terjadi akibat diabetes melitus tipe 2. Selain memengaruhi kesehatan dan produktivitas, diabetes juga memicu beban ekonomi.

Penyakit diabetes dapat dicegah dengan menghentikan konsumsi makanan dan minuman mengandung gula tambahan, termasuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Beban diabetes semakin mungkin dihilangkan jika cukai MBDK diterapkan. Penerapan cukai ini akan mengurangi jumlah konsumsi MBDK di tengah masyarakat.

Tim peneliti Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menghitung instrumen bernama Disability-Adjusted Life Years atau DALYs. Penghitungan ini untuk mengetahui beban ekonomi akibat kematian dan disabilitas yang berasal dari penyakit diabetes melitus tipe 2.

Berdasarkan perhitungan CISDI, jika beban tersebut dapat dihilangkan, Indonesia mampu menghemat biaya langsung atau biaya pengobatan akibat diabetes melitus tipe 2 sebesar Rp 24,9 triliun. Dan biaya tidak langsung atau kerugian akibat hilangnya produktivitas ekonomi karena diabetes sebesar Rp 15,7 triliun.

“Indonesia dapat menghemat hingga Rp40,6 triliun dari penerapan cukai MBDK yang dapat menaikkan harga jual produk MBDK di pasar paling tidak sebesar 20 persen,” kata Chief Policy and Research CISDI, Olivia Herlinda dalam keterangan pers, Jumat (8/3/2024).

Bahkan sesungguhnya, lanjut Olivia, apabila cukai MBDK diterapkan, dampak positif di sektor kesehatan dan ekonomi dapat jauh lebih luas.


Menurut Riset Terbaru

Riset terbaru CISDI menunjukkan bahwa penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dapat mendatangkan keuntungan ganda.

Selain manfaat ekonomi, penerapan cukai MBDK juga dapat mengurangi beban kasus diabetes melitus tipe 2 di Indonesia hingga 2033.

“Pemberlakuan cukai MBDK dapat mengurangi angka penderita diabetes melitus tipe 2 dan dapat mencegah potensi 455.310 kasus kematian kumulatif akibat penyakit tersebut dalam sepuluh tahun ke depan,” kata Health Economics Research Associate CISDI, Muhammad Zulfiqar Firdaus, dalam peluncuran riset di Jakarta, 7 Maret 2024.


Cukai MBDK 20 Persen Cegah 500 Ribu Kasus Obesitas hingga 2033

Penelitian terbaru CISDI menyebutkan, kenaikan harga MBDK sebesar 20 persen berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis dan gula harian rata-rata sebanyak 5,4 gram untuk laki-laki dan 4,09 gram untuk perempuan.

Berdasarkan perhitungan pemodelan ekonomi, penurunan angka konsumsi ini akan mencegah 253.527 kasus overweight dan 502.576 kasus obesitas hingga 2033.

"Cukai terbukti memiliki efek edukasi. Penerapan cukai akan membuat masyarakat bertanya mengapa dan akan mendorong mereka mencari tahu lebih lanjut mengenai konsumsi suatu produk," ujar Zulfiqar.

Riset ini juga menunjukkan bahwa kasus diabetes melitus tipe 2 bakal mencapai 8.949.768 kasus kumulatif hingga 2033 jika cukai tidak segera diberlakukan. Diabetes melitus tipe dua adalah salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia.


Potensi Kematian dapat Ditekan Sepertiganya

Angka 8,9 juta kasus itu dapat berubah jika cukai MBDK diterapkan mulai 2024. Jika cukai benar-benar diterapkan, maka kasus baru diabetes melitus tipe 2 diproyeksikan menurun signifikan menjadi 5.854.125 kasus.

“Artinya, sebanyak 3.095.643 kasus baru kumulatif dapat dicegah dalam satu dekade,” ungkap Olivia Herlinda, Chief Policy and Research CISDI, dalam kesempatan lain.

Berdasarkan pemodelan ekonomi yang dilakukan CISDI, tanpa cukai, jumlah kematian kumulatif akibat diabetes melitus tipe 2 diperkirakan meningkat setiap tahun hingga 1.393.417 pada 2033.

Sebaliknya, dengan penerapan cukai minuman berpemanis, potensi angka kematian tersebut dapat ditekan hingga sepertiganya.

Produksi gula selalu kurang, impor berdatangan, dan pabrik lokal tutup? (liputan6.com/Trie yas)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya