Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki kembali buka suara soal usul penundaan sertifikasi halal bagi UMKM, paling lambat 17 Oktober 2024. Pasalnya, ia ragu syarat itu bisa didapat sepenuhnya oleh seluruh UMKM.
Teten khawatir beberapa pelaku UMKM terbelit kasus hukum dan tidak diperbolehkan lagi berusaha, jika belum mendapat sertifikat halal sesuai tenggat waktu yang disiapkan.
Advertisement
"Prediksi kita tidak mungkin bisa 100 persen. Para pelaku UMKM yang paling besar kan di kuliner ya, termasuk ini di dunia usaha misalnya herbal, kosmetik. Sehingga diperlukan relaksasi," ujar Teten di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
"Relaksasinya seperti apa? Penundaan kewajiban mereka untuk sertifikasi halal, karena kalau enggak nanti mereka tersangkut masalah hukum. Ini memang harus penundaannya betul-betul dihitung berapa kemampuan BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) yang bisa mensertifikasi halal," pintanya.
Jika itu terjadi, Teten takut kasus yang terjadi saat pandemi Covid-19 kembali terulang. Kala itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mewajibkan izin edar pangan olahan yang dijual secara daring atau online.
"Kalau enggak nanti mereka sudah kena masalah hukum, diperiksain seperti waktu covid. Waktu covid kan banyak cafe-cafe yang jualan take away, padahal mereka belum punya izin BPOM. Nah itu yang ditakutin," ungkapnya.
Jajarannya di Kementerian Koperasi dan UKM pun disebutnya telah berulang kali bertemu dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan Menang Yaqut Cholil Qoumas guna membahas usulan ini. Terutama soal kesanggupan BPJPH menerbitkan izin sertifikasi halal.
"Terus saya dengan Menko Polhukam, pak Mahfud MD waktu itu juga sudah saya sampaikan, ini harus di ada penundaan. (Sampai berapa lama?) Ya itu yang harus dihitung, karena itu kan mengenai kesanggupan sertifikasi," pungkas Teten Masduki.
UMKM Tak Punya Sertifikat Halal pada 18 Oktober 2024, Siap-Siap Produk Disita
Sebelumnya, Pemerintah mewajibkan sertifikat halal bagi pedagang makanan dan minuman mulai 18 Oktober 2024. Aturan ini berlaku bagi pedagang kaki lima (PKL) hingga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Jika sampai batas waktu belum memiliki sertifikat halal, maka pemerintah akan memberikan sejumlah sanksi.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag) Muhammad Aqil Irham menjelaskan, sanksi yang akan diberikan bagi PKL maupun UMKM yang belum mengantongi sertifikat halal berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran.
Sanksi tersebut sesuai tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021.
"Kalau belum bersertifikat dan beredar di masyarakat, akan ada sanksinya. Untuk itu kami himbau para pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal melalui BPJPH," kata Aqil dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Aqil mengatakan, ketentuan terkait kewajiban bersertifikat halal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, diatur dengan penahapan di mana masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir 17 Oktober 2024.
Aturan ini sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Advertisement
Tiga Kelompok Produk
Berdasarkan regulasi JPH, terdapat tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan
"Batasan ketiga kelompok produk tersebut sudah jelas, dan tanpa pengecualian. Jadi misalnya produk makanan, mau itu yang diproduksi oleh usaha besar, menengah, kecil hingga mikro seperti pedagang kaki lima di pinggir jalan, semuanya sama, dikenai ketentuan kewajiban sertifikasi halal sesuai ketentuan regulasi." tegasnya.
Saat ini, BPJPH kembali menyediakan kuota Sertifikasi Halal Gratis atau Sehati melalui jalur sertifikasi halal self declare sebagai kemudahan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku UMK di seluruh Indonesia dalam memenuhi kewajiban sertifikasi halal.
"Ini adalah kemudahan Pemerintah yang harus dimanfaatkan oleh para pelaku UMK. Silahkan para pelaku UMK bersegera mengajukan sertifikasi halal, mumpung kuotanya masih tersedia," paparnya.
Diprotes Keras PKL dan UMKM
Pemerintah mewajibkan sertifikat halal bagi pedagang makanan dan minuman mulai 18 Oktober 2024. Aturan ini diprotes keras oleh Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Indonesia (AkuMandiri) Hermawati Setyorinny.
Pemerintah dipandang sangat terburu-buru mewajibkan untuk mewajibkan PKL hingga UMKM memiliki sertifikat halal ini karena waktunya terlalu mepet. Hermawati melihat sampai saat ini sosialisasi kewajiban sertifikat halal inibelum matang dan merata.
"Pelaku usaha mikro, ultra mikro, PKL itu yang kecil-kecil pasti kaget lah, kalau pemerintah mewajibkan harus sertifikat halal tapi tak ada sosialisasi kan," ujar Hermawati saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Terlebih, lanjut Hermawati, para PKL dan UMKM tidak secara cuma-cuma alias gratis untuk memperoleh sertifikat halal. Mengingat, diperlukan besaran biaya tertentu yang mengacu pada klasifikasi kelas usaha untuk mengantongi sertifikat halal.
"Jadi, mereka ini para pelaku usaha untuk memperoleh sertifikat itu harus bayar, gak gratis, tergantung besaran usahanya," paparnya.
Advertisement
Sertifikat Halal Gratis
Oleh karena itu, Hermawati mengusulkan agar pemerintah memberikan program sertifikat halal gratis bagi PKL maupun pelaku usaha level mikro dan ultra mikro. Menurutnya, program ini dapat dijadikan momentum bagi pemerintah untuk meningkatkan akurasi data jumlah pelaku UMKM di Indonesia.
"Jadi, ya lebih baik digratiskan saja bagi PKL, mikro dan ultra mikro ini kan. Pemerintah juga kan diuntungkan tadi dengan peningkatan akurasi data jumlah UMKM kan," pungkasnya.