Liputan6.com, Surabaya - Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Rachmatika Ardiyanto menyoroti fenomena maraknya produksi kendaraan listrik yang harus diangkut oleh kapal. Menurutnya, kendaraan listrik membawa bahaya bagi angkutan kapal.
"Seperti yang terjadi kebakaran baru-baru ini, di Pelabuhan Merak - Bakauheni telah terjadi dua kali kebakaran yang disebabkan truk yang mengangkut kendaraan listrik," ujar Rachmat kepada liputan6.com di Surabaya, Sabtu (9/3/2024).
Advertisement
Rachmat menyampaikan, menurut perusahaan manufaktur Tesla, bahwa kendaraan listrik ini bila terbakar harus dimasukkan atau dicelupkan ke dalam air tawar sebanyak 45 ton, karena jika kendaraan listrik terbakar akan terjadi ledakan yang cukup besar.
"Dan jika terjadi kebakaran tersebut di kapal maka penangannya tidak mungkin dilakukan, karena di dalam kapal hanya terdapat hydran untuk penyemprotan air dan itupun menggunakan air laut," ucapnya.
Rachmat menyebut, pihaknya tidak tahu apakah dengan penyemprotan air laut ini bisa memadamkan api akibat kebakaran mobil listrik. "Ini seharusnya menjadi tugas dari pemerintah untuk melakukan kajian yang mendalam terkait hal tersebut," ujarnya.
Apalagi, lanjut Rachmat, saat ini lagi marak orang mengunakan mobil listrik, motor listrik dan sepeda motor listrik. Ini yang menjadi ketakutan Gapasdap dalam mengangkut kendaraan tersebut.
"Mereka tidak mempunyai tanda yang tertempel di kendaraan tersebut yang menerangkan bahwa ini adalah kendaraan listrik, begitu juga jika kendaraan listrik diangkut di truk," ucapnya.
Mereka, kata Rachmat, juga tidak ada tanda yang secara khusus menandakan bahwa yang diangkut adalah kendaraan listrik, sehingga pihaknya tidak bisa mengidentifikasi dan memberikan perlakuan yang berbeda.
"Jika kendaraan listrik ada tanda atau pembedanya, maka kita bisa menempatkan kendaraan listrik untuk ditempatkan di tempat yang aman dan tidak membahayakan kendaraan ataupun penumpang lainnya," ujarnya.
Ditertibkan atau Disosialisasikan
Rachmat menjelaskan, pemerintah harus segera mengeluarkan tanda kendaraan listrik supaya informasi seperti itu dapat diketahui Gapasdap dan pihak kepelabuhanan guna memfilter kendaraan berbahaya yang akan diangkut oleh kapal ferry.
"Seperti halnya yang ada di angkutan udara, di bandaranya ada X-Ray untuk mengetahui barang-barang berbahaya seperti power bank yang kapasitasnya terlalu besar," ucapnya.
"Bila ini tidak segera ditertibkan atau disosialisasikan kepada masyarakat bahwa mobil listrik bisa terbakar dan meledak, maka akan membahayakan transportasi pengangkutnya, baik melalui kapal, kereta api maupun pesawat udara," imbuh Rachmat.
Rachmat mencontohkan, kapal pengangkut kendaraan (car carrier) MV Felicity Ace dari Jerman menuju USA, mengangkut 4000 kendaraan listrik (281 EV) yang kemudian tenggelam, dan MV Fremantale di Amsterdam yang membawa 2.857 (25 EV) kendaraan listrik yang juga berakhir dengan dilahap si jago merah.
"Padahal kendaraan listrik tersebut adalah produksi pabrikan untuk mobil mewah seperti Porche dan lainnya, namum tetap saja bisa terbakar di dalam kapal," ujarnya.
Advertisement
Mitigasi Risiko Sangat Penting
Ketua KNKT Suryanto sebelumnya menjelaskan perlu persiapan mitigasi risiko dalam implementasi muatan kendaraan listrik termasuk perhitungan klaim asuransi.
Menurutnya, manufaktur kendaraan listrik memang melewati pengujian pengendapan di air tawar. Namun, kondisi air tawar berbeda dengan air laut yang sangat konduktif dan berpotensi menimbulkan terjadinya arus pendek pada baterai mobil listrik. Setelah terjadi thermal runway, akan diikuti ledakan.
"Setiap kendaraan harus memiliki product liability insurance, ini juga harus didiskusikan dengan perusahaan kendaraan," ujar Suryanto di Surabaya beberapa waktu yang lalu.
Mitigasi ini penting untuk menentukan sistem manajemen keselamatan sampai pada level acceptable risk atau risiko yang bisa diterima. "Pemerintah juga seharusnya melakukan mitigasi-mitigasi," ucap Suryanto.
Kendaraan listrik disebut memiliki empat kali probability kebakaran lebih tinggi dari pada kendaraan biasa. "Di mana jika terjadi kebakaran pada kendaraan biasa berbahan bakar gasoline, mengatasinya cukup disemprot air laut," ujar Suryanto.
Sementara ini belum diketahui apakah mobil listrik aman apabila penanganan kebakaran menggunakan air laut serta dampak lain.Kesulitan pemadaman jika menggunakan water based pada kondisi kebocoran high voltage, bisa menghasilkan setrum.
"Kami harap pada pemerintah sebelum itu terjadi, juga khususnya saat ini sudah mulai didengungkan kendaraan hidrogen," ucap Suryanto.
Suryanto berharap Gapasdap membuat panduan tentang keselamatan muatan mobil listrik. Salah satunya mencontoh dari EMSA (European Maritim Safety Agency) dan American Bureau of Shipping Class ABS.
Panduan ini akan menjadi acuan muatan bagi seluruh kapal feri di Indonesia. Apalagi tren penjualan kendaraan listrik di Indonesia cukup tinggi.
"Hari ini kami mohon terhadap teman-teman Gapasdap membuat guidance termasuk SOP training kepada kru kapal. Sebisa mungkin yang ada kita contoh dari Jepang, Australi, Eropa dan Amerika," ujarnya.
Suryanto menegaskan, komunitas maritim harus melakukan kajian ilmiah lebih mendalam melibatkan universitas maupun badan riset tentang bahaya kendaraan listrik. "Kemudian juga membuat latihan tanggap darurat dan SOP secara spesifik di setiap kapal," ucapnya.
Aturan Rigid
Koordinator Kesyahbandaran dan Patroli Direktorat Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan, Wahyudi mengaku menyambut baik rancangan dalam FGD yang digagas Gapasdap di Surabaya. "Dalam FGD ini kita ingin memberikan keterangan terkait progres yang sudah dilakukan regulator," ucap Wahyudi.
Pihaknya menyadari jika ooperator transportasi penyeberangan menginginkan aturan secara rigid. Sebab selama ini dalam mengangkut muatan kendaraan listrik, berdasarkan beberapa kejadian, pengguna tidak melaporkan kepada operator kapal.
"Sehingga penanganan di atas kapal, penempatan kendaraan listrik ini tidak sesuai SOP di atas kapal. Ini yang sebenarnya kami tekankan dalam forum sehingga semua stakeholder yang terlibat mulai dari ekspedisi sampai operator pelabuhan bisa menjalankan fungsinya secara maksimal," ujar Wahyudi.
"Kemenhub siap memfasilitasi dan memastikan segera menyusun SOP berdasarkan karakteristik kapal maupun pelabuhan penyeberangan sebagaimana yang dirancang oleh Gapasdap," pungkas Wahyudi.
Poto: Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Rachmatika Ardiyanto di Surabaya.
Advertisement