Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie tidak mempersoalkan bila Paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Paslon 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD membawa dugaan kecurangan pemilu dalam hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Hak angket itu biar saja,” ujar Jimly dalam ngobrol bareng Eddy Wijaya di podcast EdShareOn.
Advertisement
Menurut Jimly, pengajuan hak angket di DPR adalah salah satu saluran bagi paslon yang kalah dalam Pemilu 2024. Saluran lainnya yakni gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) maupun lewat Bawaslu.
“Dua-duanya ini penting untuk memindahkan kemarahan dan kekecewaan dari jalanan ke ruang sidang. Artinya sidang forum politik di DPR dan sidang forum hukum di MK dan Bawaslu,” ucap mantan Ketua Majelis Kehormatan MK tersebut.
Jimly menjelaskan, secara teoritis hak angket bisa mempengaruhi hasil pemilu. Namun pengaruh tersebut lebih pada tekanan politik agar persidangan di Mahkamah Konstitusi maupun di Bawaslu berjalan profesional dan independen.
“Walaupun secara politik bisa mempengaruhi, tapi independensi MK dan Bawaslu tetap harus terjaga,” ucap Jimly.
Jimly juga tak yakin jalur politik ini akan membuka peluang memakzulkan Presiden Joko Widodo karena hak angket ujungnya adalah penegakan hukum. Berbeda bila yang digulirkan di DPR adalah Hak Menyatakan Pendapat yang bisa berakhir pada pemakzulan presiden.
“Tapi Hak Menyatakan Pendapat itu lama prosesnya, bisa setahun lebih. Karena setelah dari DPR, akan diuji di MK dulu, bila terbukti baru kemudian dibawa ke MPR untuk pemakzulan,” ujar Jimly.
“Tapi tidak ada-apa kalau sekedar wacana, seru-seruan.”
Kendati demikian, Jimly mengimbau pasangan calon nomor urut dua Prabowo Subianto- Gibran Rakabuming Raka menahan diri untuk menyatakan memenangi Pilpres 2024.
Hasil hitungan cepat atau quick count memang terpaut jauh dengan paslon lain, tapi KPU belum mengumumkan hasil pemilu dan adanya kesempatan gugatan di MK.
“Jadi sekali lagi silakan tempuh jalur politik dan jalur hukum di MK.”
Tidak Bisa Jadi Ketua MK Lagi
Jimly juga menyinggung upaya hukum yang dilakukan Anwar Usman untuk kembali menjadi ketua MK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menurut Jimly, Anwar Usman sudah diberhentikan dari jabatan ketua MK berdasarkan keputusan Majelis Kehormatan MK yang dipimpinnya.
Putusan MKMK juga menjadi dasar pengangkatan Ketua MK baru yakni Suhartoyo pada 13 November 2023.
“Itu adalah inherent power MK sebagai lembaga independen untuk memilih ketuanya. Lembaga di luar tidak boleh ikut campur. Maka tidak ada kewenangan sedikit pun dari pengadilan TUN untuk mengubahnya,” kata Jimly.
Jika hakim PTUN nekat mengabulkan permohonan ipar Presiden Joko Widodo tersebut, Jimly menyatakan putusan PTUN tidak akan bisa dieksekusi karena bukan ranah mereka.
“Jadi kalau misalnya dikabulkan, hakimnya layak dipecat karena membuat citra pengadilan makin rusak. Ia pasti akan mempermalukan dirinya sendiri dan PTUN karena putusan tidak bisa eksekusi.”
Advertisement