Liputan6.com, Jakarta - Bulan Ramadhan jadi momentum elite politik dan masyarakat untuk merajut kembali hubungan setelah sempat merenggang karena perbedaan pilihan politik pada Pemilu 2024. Ramadhan harus jadi bulan untuk membersihkan jiwa.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan tidak ada larangan berdebat selama Ramadhan. Namun, ia menekankan, pentingnya berdebat tetap dilakukan dengan santun, cerdas, dan tidak dimaksudkan sebagai permusuhan.
Advertisement
“Di dalam hadits disebutkan bahwa agar puasa seseorang sempurna dan diterima oleh Allah hendaknya dia menghindari perkataan yang memecah belah, menggunjing, dan kotor. Kritik dilakukan dengan kepala dingin, bukan dengan kepalan tangan atau kemarahan,” kata Mu'ti.
Menurut Mu'ti, Ramadhan idealnya menjadi bulan Islam, yaitu bulan di mana secara spiritual seorang Muslim membersihkan jiwa dari segala dosa dan sifat-sifat tercela. Hubungan antar sesama manusia yang selama Pemilu 2024 sempat rusak, harus diperbaiki.
“Ramadan adalah momentum kita melakukan islah sosial dengan memperbaiki hubungan sosial yang sempat koyak atau rusak, karena perbedaan sikap dan pilihan politik,” ujar Mu'ti.
Bergandengan Tangan
Sebelumnya, usai mengumumkan awal puasa Ramadan 1445, Menteri Agama Yaqut Chalil Qoumas juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bergandengan tangan usai menjalani kontestasi politik 2024. Ramadhan merupakan bulan penuh rahmat untuk saling menginstrospeksi diri sendiri.
“Memperbanyak ibadah dan kembali bergandengan tangan pascakontestasi politik. Perjuangan politik biarkan berlalu, mari sekarang kita berjuang meraih fitri," jelas Yaqut.
Advertisement