Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan Hasbullah menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi pasangan yang memperoleh suara terbanyak di Provinsi Sulawesi Selatan dengan 3.010.726 suara.
Urutan kedua pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebanyak 2.003.081 suara, dan ketiga pasangan nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md sebanyak 265.948 suara.
Advertisement
Hal ini disampaikan Hasbullah pada Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Hasil Perolehan Suara Pemilu 2024 di Makassar, Senin, 11 Maret 2024.
Hasbullah menjelaskan berdasarkan data KPU, jumlah suara sah sebanyak 5.279.755 dan suara tidak sah 94.598, sehingga total suara sah dan tidak sah sebanyak 5.374.353.
Sementara itu, jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2024 tercatat 3.244.626 laki-laki dan 3.425.956 perempuan dengan total jumlah pemilih sebanyak 6.670.582 orang. Pengguna hak pilih sebanyak 5.205.564 orang terdiri atas 2.425.193 laki-laki dan 2.779.371 perempuan.
Jumlah pemilih yang tidak terdaftar di DPT yang menggunakan hak pilih dengan KTP elektronik maupun surat keterangan (DPTb) tambahan sebanyak 75.691 suara. Jumlah pemilih Daftar Pemilih Khusus (DPK) 94.098 suara. Dengan demikian total pengguna hak pilih 5.374.353 orang.
Mengenai jumlah suara pemilih disabilitas sebanyak 12.874 laki-laki dan 17.520 perempuan yang menyalurkan hak hak pilihnya sebanyak 30.367 suara.
Menanggapi hasil perolehan suara tersebut, saksi pasangan nomor urut 03 Ganjar-Mahfud, Busman Muin, menyatakan menolak secara tegas hasil perolehan yang dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran tersebut dan keberatan serta tidak akan menandatangani berita acara.
"Saya selaku saksi yang diamanahkan untuk ikut dalam rekap provinsi ini menolak untuk menerima hasil di tingkat provinsi. Jadi, kami dalam pengisian di Formulir D Hasil keberatan atau menolak hasil. Kami tidak akan tanda tangani hasil rekap," kata Busman.
Alasan penolakan hasil tersebut karena adanya dugaan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif sejak awal pelaksanaan pemilu, termasuk ketidaksiapan KPU mulai distribusi logistik hingga penggunaan aplikasi Sirekap.
TPN Klaim Punya Bukti dan Data Kuat Terkait Kecurangan Pemilu 2024
Wakil Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Henry Yosodiningrat, mengungkapkan PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Henry mengatakan, dalam gugatan ke MK, pihaknya tidak fokus pada selisih perolehan suara paslon nomor 03 Ganjar-Mahfud dengan paslon pemenang yang diumumkan KPU, tetapi akan fokus pada kecurangan yang terstrukur sistematis masif (TSM).
Oleh karena itu, tim hukum telah mempersiapkan bukti yang kuat agar hakim MK tidak membuat keputusan yang salah atau tidak tergantung keyakinan yang didukung hanya minimal dua alat bukti.
"Kami memiliki data dan bukti yang kuat sekali. Kami tidak akan larut dengan masalah selisih angka perolehan, tapi kami akan fokus pada TSM karena kejahatan ini sudah luar biasa. Kita akan yakin kan hakim dengan bukti yang kita miliki bahwa ini betul-betul kejahatan yang TSM," kata Henry, dalam keterangan reami, Senin (11/3/2024).
Dia menegaskan bahwa bukan hal baru jika MK memutuskan melakukan pemilu ulang, karena hal seperti ini sudah pernah terjadi di beberapa negara. Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud juga akan mengajukan sejumlah pakar ke persidangan seperti pakar sosiologi massa.
Lebih lanjut, Henry menuturkan, kekalahan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah (Jateng) juga tidak terlepas dari mobilisasi kekuasaan. Padahal, Ganjar pernah menjabat gubernur di provinsi itu selama 10 tahun, dan Jateng merupakan basis suara PDI Perjuangan.
Ditegaskan, pihaknya nanti bisa membuktikan di MK terjadi mobilisasi kekuasaan mulai dari mengerahkan aparatur negara, seperti intimidasi yang dilakukan pihak polsek dan polres.
"Tanpa itu tidak akan ada selisih suara seperti itu. Kami punya bukti ada kepala desa yang dipaksa oleh polisi, ada juga bukti warga masyarakat mau milih ini tapi diarahkan ke paslon lain, dan akan ada kapolda yang kami ajukan. Kita tahu semua main intimidasi, besok kapolda dipanggil dicopot," tegasnya.
Advertisement