Bolehkah Sholat Tahajud jika sudah Witir? Simak Penjelasan Buya Yahya serta Bacaan Niatnya

Pertanyaannya, bolehkah sholat tahajud jika sudah witir? Simak berikut penjelasan ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 13 Mar 2024, 00:30 WIB
Umat Muslim melaksanakan sholat Tahajud selama Malam Lailatul Qadar di Masjid Naif, Dubai (5/5/2021). 10 hari menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, umat muslim melakukan Itikaf untuk meraih malam kemuliaan (Lailatul Qadar) dengan membaca Alquran, Shalat Tahajud dan berzikir. (AFP/Karim Sahib)

Liputan6.com, Jakarta - Sholat witir dikenal sebagai sholat penutup bagi sholat malam. Sholat witir biasanya dikerjakan setelah melakukan berbagai sholat sunnah malam seperti tahajud, hajat, istikharah, dan lainnya.

Hal tersebut sebagaimana kata Rasulullah SAW dalam hadisnya.  

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم: اجعلوا أخرصلاتكم بالليل وترا  

Artinya: “Kerjakanlah sholat witir sebagai sholat malam terakhirmu.” (Dikutip dari NU Online).

Namun, pada bulan Ramadhan mayoritas umat Islam melaksanakan sholat witir di awal waktu, yakni setelah tarawih. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi muslim yang ingin melaksanakan sholat tahajud. Sebab, sholat penutupnya sudah dilakukan di awal waktu.

Pertanyaannya, bolehkah sholat tahajud jika sudah witir? Simak berikut penjelasan ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Penjelasan Buya Yahya

Buya Yahya. (Foto: Dok. Instagram @buyayahya_albahjah)

Buya Yahya mengatakan, muslim yang terbangun di malam hari boleh melaksanakan sholat tahajud meski sudah sholat witir sebelumnya. Kasus seperti ini sering disalahpahami oleh sebagian muslim yang mengira jika sudah witir tidak boleh lagi melaksanakan sholat sunnah.

“Jangan seperti sebagian orang yang salah paham. Dipikir sholat witir adalah sholat penutup dan kalau bangun malam gak boleh sholat lagi. Itu salah paham,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Selasa (12/3/2024).

“Jadi kalau Anda sudah witir di awal waktu sebelum tidur kemudian tertidur dan bangun, boleh sholat (sunnah) sebanyak-banyaknya,” lanjutnya menegaskan.

Setelah itu, tidak ada lagi sholat witir. Buya Yahya mengatakan bahwa sholat witir hanya boleh dilakukan dalam satu waktu. Jika melaksanakan witirnya di awal waktu, maka itu sudah cukup. 

Berdasarkan penjelasan Buya Yahya, dapat disimpulkan bahwa sholat tahajud boleh dilakukan meski sebelumnya sudah witir. Sebagai panduan, berikut kami hadirkan tata cara dan niat sholat tahajud.


Tata Cara dan Niat Sholat Tahajud

Umat Muslim melaksanakan sholat Tahajud selama Malam Lailatul Qadar pada bulan suci Ramadhan di Masjid Naif di Dubai (5/5/2021). Malam Lailatul Qadar di mana Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad. (AFP/Karim Sahib)

Tata cara sholat tahajud tidak berbeda jauh dengan sholat-sholat sunnah lainnya, yaitu dua rakaat salam, diawali dengan niat, dan diakhiri dengan salam. Untuk memudahkan, simak tata cara sholat tahajud berikut ini yang dikutip dari NU Online.

1. Mengucapkan niat sholat tahajud 

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَهَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى   

Ushallî sunnatat tahajjudi rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ. 

Artinya: “Aku menyengaja sholat sunnah tahajud dua rakaat karena Allah ta’ala.”   

2. Niat dalam hati bersamaan takbîratul ihrâm

3. Membaca doa iftitah

4. Membaca surat Al-Fatihah

5. Membaca surat dalam Al-Qur’an

6. Ruku'

7. I’tidal atau berdiri untuk melakukan sujud

8. Sujud

9. Iftirasy (duduk di antara dua sujud)

10. Sujud kedua

11. Berdiri untuk mengerjakan rakaat yang kedua

12. Membaca surat Al-Fatihah

13. Membaca surat dalam Al-Qur’an

14. Ruku'

15. I'tidal

16. Sujud

17. Iftirasy (duduk di antara dua sujud)

18. Sujud kedua

19. Tahiyat

20. Salam


Doa Sholat Tahajud

Ilustrasi Muslimah Credit: shutterstock.com

Berikut doa setelah selesai sholat tahajud yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim.

اَللهم رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ واْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ. وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاءُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ. اَللهم لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي. أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لآ اِلَهَ إِلَّا أَنْتَ. وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ  

Allâhumma rabbanâ lakal hamdu. Anta qayyimus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta mâlikus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta nûrus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu antal haqq. Wa wa‘dukal haqq. Wa liqâ’uka haqq. Wa qauluka haqq. Wal jannatu haqq. Wan nâru haqq. Wan nabiyyûna haqq. Wa Muhammadun shallallâhu alaihi wasallama haqq. Was sâ‘atu haqq. Allâhumma laka aslamtu. Wa bika âmantu. Wa ‘alaika tawakkaltu. Wa ilaika anabtu. Wa bika khâshamtu. Wa ilaika hâkamtu. Fagfirlî mâ qaddamtu, wa mâ akhkhartu, wa mâ asrartu, wa mâ a‘lantu, wa mâ anta a‘lamu bihi minnî. Antal muqaddimu wa antal mu’akhkhiru. Lâ ilâha illâ anta. Wa lâ haula, wa lâ quwwata illâ billâh.   

Artinya: “Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau penegak langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar. Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata. Neraka pun demikian. Para nabi itu benar. Demikian pula Nabi Muhammad ﷺ itu benar. Hari Kiamat itu benar. Ya Tuhanku, hanya kepada-Mu aku berserah. Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah. Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan yang kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui ketimbang aku. Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada daya upaya dan kekuatan selain pertolongan Allah.” 

Wallahu a'lam.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya