Liputan6.com, Jakarta - Pengguna internet lebih mudah terpapar hoaks karena faktor seperti budaya, sentimen suku, agama dan ras yang masih kuat. Hal itu diungkap Sekretaris Relawan Teknologi Infromasi Komunikasi Sulawesi Barat, Shalahuddin.
"Paparan hoaks ini menjadi pintu masuk terjadinya polarisasi, ketidakpercayaan pada fakta, dan menggerus otoritas ilmu pengetahuan yang bergerak bersamaan dengan momentum politik,"ujarnya.
Advertisement
Ia juga mengemukakan perlunya upaya pemberantasan penyebaran hoaks dari hulu ke hilir. Upaya ini bisa meliputi edukasi literasi digital kepada masyarakat serta pelacakan hoaks oleh lembaga maupun komunitas yang kompeten, dan bisa dilakukan penegakan hukum terhadap pihak secara aktif menyebarkan hoaks.
Tangkal Hoaks Dengan 3M
Shalahuddin mengemukakan cara menghadapi hoaks yang beredar di media sosial dengan 3M.
M yang pertama yakni mengenali informasi yang disebarkan di media sosial dengan mengecek akun yang menyebarkan serta memastikan apakah konten bernada provokatif.
M yang kedua yaitu mengolah informasi dengan cara mengecek alamat situs atau sumber berita serta membedakan opini dengan fakta.
"Ketiga adalah mampu memutus mata rantai untuk tidak turut membagikan informasi tersebut," katanya menambahkan.
Advertisement
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan, Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Lliputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.