Liputan6.com, Padang - Silek atau silat merupakan keterampilan mempertahankan diri yang dimiliki masyarakat Minangkabau. Selain sebagai tradisi bela diri khas Minangkabau, silek juga merupakan kebutuhan masyarakat.
Mengutip dari indonesiakaya.com, selama berabad-abad, bela diri ini masih tetap eksis dan berkembang dengan mengikuti tuntutan zaman. Cerita rakyat dan sumber sejarah menyebutkan bahwa asal mula berkembangnya silek Minangkabau dikembangkan pertama kali oleh lima pendekar.
Mereka adalah Datuak Suri Dirajo di Pariangan dan empat rekannya dari luar negeri, yaitu Kambiang Utan, Harimau Champo, Kuciang Siam, dan Anjiang Mualim. Mereka dipercaya menciptakan olah gerak dalam silek Minangkabau. Gerakan silek memadukan keluwesan dan ketegasan untuk menciptakan gerakan yang mematikan. Silek tidak hanya menjadi benteng pertahanan diri, tetapi juga tontonan yang menghibur.
Baca Juga
Advertisement
Hal tersebut juga didasarkan pada dasar makna pencak silat. Pencak silat memiliki dua kata yang masing-masing merepresentasikan dua tujuan yang berbeda, yakni mancak dan silat. Mancak bermakna rangkai gerakan, gestur, atau koreografi yang indah, sedangkan silat mencerminkan unsur beladiri.
Adapun unsur mancak dalam silek menjadi dasar dari pengembangan kesenian randai. Randai merupakan gabungan permainan musik, sastra teatrikal, silat, dan tarian dalam satu kesatuan pertunjukan.
Randai berkembang sebagai suatu media penyampaian cerita rakyat. Dalam perkembangannya, aspek drama teatrikal menjadi lebih dominan, sehingga menjadi hiburan dalam perhelatan pesta rakyat hingga hiburan saat Idulfitri.
Namun, unsur bela diri dari silek sebetulnya jarang dipertunjukkan sebagai tontonan khalayak. Pasalnya, unsur bela diri yang cenderung menghancurkan lawan tidak dianggap sebagai suatu hiburan dalam budaya Minangkabau.
Silek Minangkabau lebih dianggap sebagai jurus rahasia untuk mematikan gerak lawan. Hal itu karena silek memiliki gerak pukulan, tendangan, kuncian, dan keterampilan menggunakan berbagai senjata.
(Resla)