Liputan6.com, Brussels - Ramadan lekat dengan momen-momen kebersamaan dengan keluarga, khususnya saat berbuka puasa dan sahur. Namun, tentunya tidak semua orang punya "privilese" tersebut.
Beberapa terpaksa jauh dari keluarga, bahkan kampung halamannya. Sebut saja Warga Negara Indonesia (WNI) yang saat ini bermukim di luar negeri.
Advertisement
Cerita WNI kali ini datang dari Aris Munandar atau yang kerap disapa Aris. Pria asal Pidie, Aceh, ini sedang tinggal di Kota Antwerp, Belgia.
"Saya di sini sudah 5,5 tahun sejak kedatangan saya pertama kali di September 2018. Pada saat itu, saya datang untuk menempuh studi master di bidang Air Transport Management di University of Antwerp. Sekarang saya sedang bekerja di Brussels Airlines, di bidang finance (direct operational cost accounting)," tutur Aris kepada Liputan6.com, Selasa (12/3/2024).
Aris mengungkapkan pada masa-masa awal kedatangannya di Belgia, dia mencari informasi terkait jadwal Ramadhan via sosial media Kedutaan Besar Republik Indonesia di Brussels.
"Seiring jalannya waktu, Ramadhan cukup 'populer' di Belgia mengingat banyaknya imigran muslim di sini. Jadi, sekarang saya bisa dapat informasi awal Ramadhan dari radio dan juga akun-akun media online di Instagram, selain dari KBRI. Untuk tahun ini, Ramadhan dimulai pada hari Senin (11/3)," kata Aris.
Antwerp saat ini lebih lambat enam jam dibanding Waktu Indonesia Barat (WIB). Namun, saat musim panas pada 31 Maret – 27 Oktober, perbedaannya menjadi lima jam lebih lambat.
"Untuk tahun ini, berdasarkan jadwal, durasi (puasa) tidak sepanjang saat pertama kali saya puasa di Belgia tahun 2019 yang jatuh pada musim panas (sahur saat itu sekitar pukul 03.00 dan iftar pukul 22.00). Puasa tahun ini jatuh di akhir musim dingin sampai awal musim semi," ujarnya.
"Jadi, pada akhir musim dingin ini, durasi daylight-nya lebih kurang seimbang dengan durasi malam. Untuk gambarannya, pada hari pertama Ramadhan, Subuh pada pukul 05.11 dan Magrib pada pukul 18.41. Jadwal ini akan terus berubah dari hari ke hari seiring musim dingin berlalu (daylight akan lebih panjang). Gambarannya, pada hari terakhir puasa (9/4), Subuh pukul 04.53 dan Magrib pukul 20.29."
Takjil Khas Negara Lain
WNI di Kota Antwerp, kata Aris, lumayan banyak.
"Namun, WNI di sini tentunya tidak sebanyak di negara tetangga, Belanda. Untuk muslim, di Belgia jumlahnya lumayan. Saya tinggal di Burgerhout (salah satu suburb di Antwerp) yang mana muslim adalah 'mayoritas' karena ramainya imigran muslim dan juga orang Belgia yang keturunan Maroko. Di sini juga ramai dengan imigran/warga negara Belgia berlatar belakang Irak, yang mana mereka mayoritas muslim," ungkap Aris.
Tinggal di lingkungan yang cukup banyak dihuni muslim membuat Aris tidak kesulitan menemukan makanan halal.
"Karena saya tinggal di wilayah yang ramai dengan orang-orang berlatar belakang Maroko dan Irak, jadi cukup gampang menemukan supermarket dan restoran halal. Di luar area Borgerhout, untuk Kota Antwerp, saya rasa juga sekarang tidak terlalu susah untuk mencari makanan halal. Memang tidak semudah di Indonesia sih, tetapi juga bukannya 'mustahil' menemukan restoran halal di Belgia secara umum dan kota Antwerp khususnya," kata dia.
Lebih lanjut, Aris mengatakan bahwa di Belgia juga terdapat banyak masjid, terutama di kota besar seperti Antwerp.
"Namun, masjid di sini tidak seperti di Indonesia yang memiliki kubah dan pengeras suara yang mana azan bisa didengar oleh orang dari luar masjid. Masjid di sini biasanya hanyalah bangunan biasa yang berdampingan dengan rumah warga," tutur pria usia 29 tahun itu.
"Untuk tarawih, saya rasa juga tidak berbeda dengan di Indonesia. Tarawih rutin diadakan setiap malam selama bulan Ramadhan. Jika ada ceramah, ceramah dilakukan dengan bahasa Arab (masjid komunitas Maroko) atau Turki (masjid komunitas Turki). Beberapa masjid juga menggunakan bahasa Belanda yang notabene adalah salah satu bahasa resmi di Belgia, selain bahasa Prancis dan Jerman."
Lantas, bagaimana dengan takjil? "Di masjid-masjid biasanya ada kurma dan juga kue-kue kecil yang manis khas dari negara Maroko, Irak, dan negara-negara muslim lainnya."
Advertisement
Yang Dirindukan dari Kampung Halaman
Ketika ditanya ada tidak ciri khusus yang menandakan Ramadan di lingkungan tinggalnya, Aris menjawab, "Di supermarket jadi banyak yang jual kurma. Tidak hanya supermarket halal yang dikelola oleh orang muslim, tapi salah satu supermaket besar dari Belanda, Albert Heijn, juga ikut menyediakan kurma menjelang Ramadan."
Kalau di supermarket halal, ungkap Aris, jadi semakin banyak kue-kue kering dan manisan yang berasal dari Maroko, Irak, Turki, dan negara muslim lainnya.
"Cari jajanan (takjil) menjelang berbuka paling dirindukan sih. Apalagi di Aceh, itu berasa sekali nuansa Ramadan bagi saya. Selain itu, tentunya agenda buka puasa bareng keluarga dan teman-teman," ujar Aris saat ditanya apa yang paling dirindukannya dari suasana Ramadan di tanah air.
Menutup ceritanya, Aris mengaku dia selalu mengusahakan mudik setiap Idul Fitri.
"Kalau for good (menetap), saya belum tahu," imbuhnya.