Liputan6.com, Jakarta - Partai Golkar pada Desember 2024 dijadwalkan bakal menggelar Musyawaran Nasional (Munas). Salah satu agendanya adalah pergantian kursi ketua umum (Ketum).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengatakan terdapat empat orang yang digadang bakal masuk dalam bursa pergantian ketum. Selain petahana Airlangga Hartarto, dia menyebut dirinya juga akan maju bersama Bahlil Lahadalia dan Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK).
Advertisement
Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago menilai Munas Golkar tahun 2024 menarik untuk disimak. Sebab, keberlanjutan Airlangga bakal ditantang oleh wajah baru seperti Bahlil dan AGK.
“Airlangga berpotensi maju sebagai ketua umum, apalagi Airlangga dinilai sukses atas naiknya suara Golkar di Pileg 2024. Meskipun begitu, Airlangga bakal menjadi Ketua Umum untuk periode ketiga, jika kembali maju sebagai ketua umum,” tutur Arifki melalui siaran pers diterima, Rabu (13/3/2024).
Meski punya potensi, jalur Airlangga tidak mudah. Sebab, terlihat ada AGK dan Bahlil yang sama-sama berlatar menteri dari Jokowi, selain Airlangga sendiri.
“Dari bursa yang ada, tiga menteri Jokowi bakal ikut bertarung. Bahlil, Airlangga, dan Agus Gumiang. Saya kira kandidat yang terpilih orang yang paling Jokowi atau Prabowo," ujar Arifki.
Efek Jokowi dan Prabowo
Arifki meyakini, ada efek Jokowi dan Prabowo nanti saat Munas Golkar. Apalagi ramai dikabarkan, Jokowi bakal pindah partai setelah lengser dari kursi presiden.
“Ada kabar Jokowi bakal bergabung dengan Partai Golkar. Ketidaknyamanan hubungan Jokowi dan PDIP banyak argumentasi yang memperkuat. Jokowi bakal berlabuh ke partai beringin,” ungkap Arifki.
Namun demikian, bergabung atau tidaknya Jokowi ke Golkar, perlu dilihat juga adanya efek Prabowo di Golkar. Sebab, sebagai partai pengusung di Pilpres 2024, Prabowo juga punya kepentingan dengan partai beringin atau menjaga posisinya setara dengan Gerindra.
"Golkar menjadi entitas sendiri atau bagian langsung presiden. Ruang itu terbuka ada di Jokowi, karena renggang hubungannya dengan PDI-P jadi kesempatan tersebut lebih terbuka. Namun Golkar adalah partai tidak ada pemilik saham mayoritas, artinya kesempatan bisa saja malah berada di tangan Prabowo," kata Arifki menutup.
Advertisement