Ancaman Polusi Udara Tetap Mengintai saat Musim Hujan

Kandungan kromium bisa mencuat ke udara di antaranya karena pembakaran barang-barang elektronik.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 14 Mar 2024, 03:00 WIB
Jakarta pada Kamis (31/8/2023) menempati peringkat pertama sebagai kota paling berpolusi di dunia dalam hal kualitas udara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Bandung - Polusi udara tidak hanya jadi ancaman saat musim kemarau, tapi juga saat musim hujan. Ancaman itu dinilai memang tak sepopuler pemberitaan bencana hidrometeorologis, meski tetap saja itu merupakan bahaya nyata.

Peneliti dari Telkom University di Bandung, Dr. Indra Chandra mengatakan, cemaran emisi udara itu sangat mungkin ikut turun terkandung pada air hujan, ke sungai-sungai, danau atau meresap ke sumur.

"Saat kemarau, udara yang teremisikan akan tetap di udara. Saat musim hujan bisa turun ke daratan, ke sungai, danau, sumur dan sebagainya, dan itu yang biasa disebut hujan asam," katanya kepada wartawan di Bandung, pekan lalu (5/3/2024).

Salah satu ancamannya, kata Indra, adalah pencemaran kromium. Kandungan tersebut bisa mencuat ke udara di antaranya karena pembakaran barang-barang elektronik.

"Bahkan di air hujan itu kita ada kromium, itu tinggi pada air hujan. Kualitas udara itu tidak digadang-gadang di musim hujan tapi bahayanya itu nyata," kata dia.

Indra menegaskan, ada sejumlah faktor yang memicu terjadinya polusi udara seperti transportasi atau aktivitas industri. "Di Jakarta itu masalah transportasi, tapi lihat seperti Cikarang, Karawang, Bekasi, itu soal industri," katanya.

 


Polusi Udara Kota Bandung

Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung menyebut bahwa sekitar 70 persen polusi udara di Kota Bandung bersumber dari gas emisi kendaraan.

Kepala Seksi Pemantauan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Iren Irma Muti menjelaskan, kualitas udara Kota Bandung saat ini masuk dalam kategori kualitas sedang.

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di Kota Bandung berada di angka 51-99, hampir menyentuh kualitas tidak sehat.

"Sumber pencemaran udara dari transportasi itu mencapai 70 persen. Sisanya adalah dari rumah penduduk seperti pembakaran sampah. Ada juga dari cerobong pabrik, cerobong genset dan lainnya," katanya lewat siaran pers.

"Hal yang memengaruhi kondisi tersebut di atas adalah karena kondisi cuaca ekstrem di Kota Bandung musim kemarau dan juga karena posisi Kota Bandung yang berada pada cekungan menyebabkan akumulasi polusi lebih lama," jelasnya.

DLH Kota Bandung, kata Irene, tengah berupaya meningkatkan kualitas udara di Kota Bandung, antara lain dengan melaksanakan pembinaan kepada pelaku usaha yang kegiatan usahanya dapat mencemari kualitas udara.

Termasuk sosialisasi kepada masyarakat untuk ikut serta menurunkan polusi udara melalui unsur kewilayahan kecamatan dan kelurahan, sosialisasi kepada unsur pemerintahan, masyarakat, kalangan akademisi dan pelaku usaha tentang eco driving, serta bimbingan teknis kepada pelaku usaha dalam upaya pengendalian pencemaran udara.

"DLH Kota Bandung juga melaksanakan pemantauan kualitas udara secara kontinyu untuk mengetahui kondisi kualitas udara," ujar Irene.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya