Liputan6.com, Washington, DC - Joe Biden berhasil mengamankan nominasi calon presiden Partai Demokrat. Demikian pula dengan Donald Trump, yang meraih nominasi capres Partai Republik.
Kemenangan tersebut tercapai setelah keduanya sama-sama memperoleh cukup delegasi dalam pemilihan pendahuluan di sejumlah negara bagian, pada Selasa (12/3/2024) malam. Dengan ini, Pilpres AS 2024, pada November mendatang akan kembali mempertemukan Biden dan Trump, seperti halnya Pilpres AS 2020.
Advertisement
Biden hanya menghadapi sedikit perlawanan dalam perjalanannya menjadi capres dari Partai Demokrat.
Di sisi lain, Trump telah mengalahkan sejumlah anggota Partai Republik dalam rangkaian pemilihan pendahuluan, termasuk mantan Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley dan Gubernur Florida Ron DeSantis. Kandidat lainnya, termasuk mantan wakil presiden Trump, Mike Pence, mundur dari kontestasi berbulan-bulan lalu karena rendahnya dukungan pemilih akibat cengkeraman Trump terhadap basis besar pemilih Partai Republik. Demikian seperti dilansir VOA Indonesia, Rabu (13/3)
Bahkan tanpa nominasi resmi dari masing-masing partai pun, Biden dan Trump sudah bergerak dengan kekuatan penuh dalam mode kampanye prapemilu, sambil saling menyindir satu sama lain pada setiap kesempatan.
Saling Meremehkan
Dalam pidato kenegaraan tahunan, State of the Union, pekan lalu, tanpa menyebut nama Trump, Biden menyinggungnya dengan menggunakan istilah "pendahulu saya" yang terdengar meremehkan sebanyak 13 kali. Biden pun menggambarkan visi kelam periode kedua kepresidenan Trump apabila dia sampai terpilih.
Sebaliknya, Trump menghina usia Biden yang sudah mencapai 81 tahun, meski usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari Biden.
"Saya berasumsi dia yang akan menjadi kandidatnya," kata Trump mengenai Biden saat diwawancarai CNBC pada Senin (11/3).
"Saya satu-satunya lawan dia selain kehidupannya sendiri."
Advertisement
Hasil Jajak Pendapat
Sebagian besar hasil jajak pendapat awal menunjukkan Trump unggul tipis dari Biden, termasuk di beberapa negara bagian kuncian yang kemungkinan akan menentukan hasil pemilu pada 5 November mendatang.
Trump sendiri sedang menghadapi empat kasus pidana yang belum pernah dihadapi capres lain sebelumnya, yang mencakup 91 dakwaan, di mana sidang terdekatnya akan dilangsungkan pada 25 Maret mendatang.
Belum jelas apakah kasus-kasus lain yang menyeretnya akan disidangkan sebelum pemilu, tetapi sebagian pemilih mengatakan kepada lembaga survei bahwa mereka tidak akan memilih Trump jika sampai dia divonis bersalah dalam kasus mana pun.
Sebagai informasi, Amerika Serikat tidak menganut sistem "satu orang, satu suara" alias suara populer nasional dalam menentukan pemenang pemilu, melainkan dengan menghitung perolehan jumlah suara pemilih elektoral di setiap dari 50 negara bagian AS.