Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Beton, Dadan Tri Yudianto.
"Jaksa KPK Wahyu Dwi Oktafianto (13/3) telah selesai menyatakan upaya hukum banding dengan Terdakwa Dadan Tri Yudianto," kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Kamis (14/3/2024).
Advertisement
Ali Fikri menerangkan, alasan Jaksa KPK menempuh upaya banding karena vonis yang dijatuhkan terhadap Dadan dinilai belum memenuhi rasa keadilan.
"Adapun poin banding, di antaranya amar pidana badan yang belum memenuhi rasa keadilan sebagaimana apa yang dimintakan Tim Jaksa dalam surat tuntutannya," ujar dia.
Lebih lanjut, Ali Fikri menyampaikan argumentasi hukum secara lengkap akan diuraikan Tim Jaksa dalam memori banding.
"Dan segera dikirimkan melalui Panmud Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar dia.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Dadan Tri Yudianto telah terbukti menerima suap senilai Rp11,2 miliar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dadan Tri melakukan hal tersebut bersama-sama dengan Sekretaris MA Hasbi Hasan.
Uang suap itu diterima Dadan Tri dan Hasbi Hasan dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka.
Atas hal tersebut, hakim kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Hakim juga menghukum Dadan dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp 7,9 miliar subsider satu tahun penjara.
Vonis lebih rendah dari tuntutan yang telah diberikan oleh jaksa penuntut umum dari KPK yang dituntut penjara selama 11 tahun 5 bulan.
Tuntutan Jaksa
Sebelumnya diberitakan, mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Beton Dadan Tri Yudianto dituntut penjara selama 11 tahun 5 bulan oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jaksa menilai, Dadan terbukti sebagai makelar terkait kepengurusan di Mahkamah Agung (MA) bersama dengan Sekretaris MA Hasbi Hasan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dadan Tri Yudianto dengan pidana penjara selama 11 tahun dan 5 bulan," ungkap Jaksa KPK dalam amar tuntutannya, Selasa (13/2/2024).
Jaksa berkeyakinan, Dadan telah menerima suap sebesar Rp11,2 miliar selaku makelar kasus di Mahkamah Agung. Maka ia pun dikenakan pidana denda senilai Rp1 miliar subsidiair kurungan pengganti selama 6 bulan.
Jaksa KPK juga nambahkan, Dadan dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp7,9 miliar. Apabila tidak disanggupi maka hukumannya ditambah dengan perpanjangan pidana penjara.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp7.950.000.000,00 selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap," kata jaksa.
"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa (saat itu terpidana) tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 3 (tiga) tahun," pungkas Jaksa.
Advertisement
Dadan Didakwa Terima Suap Rp11,2 M
Mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Beton Dadan Tri Yudianto didakwa menerima suap senilai Rp11,2 miliar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa penuntut umum pada KPK mendakwa Dadan Tri melakukan hal tersebut bersama-sama dengan Sekretaris MA Hasbi Hasan. Uang suap itu diterima Dadan Tri dan Hasbi Hasan dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, menerima hadiah berupa uang keseluruhan sejumlah Rp11,2 miliar," ujar jaksa KPK membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).
Suap diberikan agar Dadan Tri dan Hasbi Hasan mengupayakan pengurusan perkara kasasi Nomor: 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman agar dapat dikabulkan hakim di MA yang memeriksa dan mengadili perkara.
Selain itu, suap juga diberikan agar Dadan Tri dan Hasbi mengurus perkara kepailitan KSP Intidana yang berproses di MA, sehingga dapat diputus sesuai keinginan Heryanto Tanaka.
"Yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban Hasbi Hasan," kata jaksa.