BPS Sebut Tak Ada Impor Kurma dari Israel ke Indonesia, Mayoritas dari Tunisia

BPS mencatat dari daftar negara pengimpor kurma, tidak ada nama Israel. Setidaknya ada 4 negara asal impor kurma ke Indonesia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Mar 2024, 12:30 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masuknya kurma dari beberapa negara di Timur Tengah. Ternyata, tidak ada produk dari Israel yang diimpor ke Indonesia.(Foto: tangkapan layar/Arief RH)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masuknya kurma dari beberapa negara di Timur Tengah. Ternyata, tidak ada produk dari Israel yang diimpor ke Indonesia.

Diketahui, beberapa waktu belakangan ini ramai soal merek-merek dagang yang terafiliasi dengan Israel. Termasuk beberapa merek kurma yang diproduksi oleh Israel. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan tidak ada kurma produk Israel yang masuk ke Indonesia.

"Tidak ada impor kurma yang berasal dari Israel. Tidak ada," kata Amalia dalam Konferensi Pers Rilis BPS, di Jakarta, Jumat (15/3/2024).

Dia mencatat, dari daftar negara pengimpor kurma, tidak ada nama Israel. Setidaknya ada 4 negara asal impor kurma ke RI. Di antaranya, Tunisia, Mesir, Iran, dan Arab Saudi.

"Jadi ini kami mengklarifikasi tidak ada impor kurma dari Israel, karena dari data BPS menunjukkan bahwa impor kurma terbesar kita dari Tunisia, yang kedua dari Mesir, yang ketiga dari Iran, dan yang keempat dari Arab Saudi," ujar dia.

Dilihat dari porsi impor kurma ke Indonesia, paling banyak dipasok dari Tunisia dengan cakupan 29,7 persen. Kemudian, diikuti oleh Mesir sebesar 28,3 persen impor kurma ke RI. "Kemudian Iran 9,3 persen dan Arab Saudi 8,9 persen," pungkas Amalia.

Neraca Perdagangan

Sementara Itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia masih mengalami surplus pada Februari 2024 ini. Namun, terlihat ada penurunan dari sisi besaran surplusnya menjadi USD 870 juta. Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan surplus neraca dagang ini memperpanjang tren yang ada. 

"Pada Februari 2024, Indonesia kembali mengalami surplus neraca perdagangan sebesar USD 0,87 miliar," kata Amalia dalam Konferensi Pers, di Jakarta.

Dia mengatakan torehan ini melengkapi tren surplus neraca perdagangan RI hingga 46 bulan secara berturut-turut. Meski begitu, dia mengakui ada penurunan dari sisi angka besaran surplus.

 


Surplus Lebih Rendah

Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Amalia bilang, angka surplus ini lebih rendah jika dibandingkan dengan periode Januari 2024. Sama halnya dengan angka surplus neraca dagang pada Februari 2023 lalu.

"Surplus ini memperpanjang catatan surplus beruntun menjadi 46 bulan secara berturut-turut, walaupun surplus tersebut lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu," jelasnya.

Informasi, surplus yang diperoleh dari transaksi perdagangan sektor nonmigas sebenarnya lebih tinggi, yakni USD 2,63 miliar akan tetapi tereduksi oleh defisit perdagangan sektor migas USD 1,76 miliar. 

Selama Januari–Februari 2024 sektor migas mengalami defisit USD 3,06 miliar. Namun, masih terjadi surplus pada sektor nonmigas USD 5,93 miliar sehingga secara total mengalami surplus USD 2,87 miliar.


Neraca Dagang pada Januari 2024

Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus per Januari 2024 sebesar USD 2,02 miliar.

"Pada Januari 2024 neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar USD 2,02 miliar, yang secara nilai turun USD 1,27 miliar dibandingkan bulan sebelumnya," kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, dalam konferensi pers pengumuman Ekspor-impor Januari 2023, Kamis, 15 Februari 2024.

Amalia mengatakan, capaian ini membuat Indonesia sukses mencatat surplus neraca perdagangan selama 45 bulan beruntun, yang tercatat sejak Mei 2020.

"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 45 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujarnya.

Menurutnya, surplus neraca perdagangan Januari 2024 lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.

 


Komoditas Nonmigas

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Surplus neraca perdagangan Januari 2024 ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas yaitu sebesar USD 3,32 miliar, dan komoditas penyumbang surplus utama barang bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan nabati (HS15), serta besi dan baja (HS72).

Lebih lanjut, suprlus neraca perdagangan nonmigas Januari 2024 lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan lalu dan Januari 2023. Di sisi lain, pada saat yang sama neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit USD 1,03 miliar, dan penyumbang desifit adalah hasil minyak dan minyak mentah.

"Defisit neraca perdagangan migas Januari 2024 lebih rendah dari bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu," ujarnya.

Adapun tercatat Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan barang dengan beberapa negara, tiga besar diantaranya dengan India USD 1,38 miliar, Amerika Serikat USD 1,21 miliar, dan Filipina surplusnya sebesar USD 0,63 miliar.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya