Liputan6.com, Jakarta - Ada berbagai macam penyebab timbulnya keluhan nyeri punggung, diantaranya bisa disebabkan oleh gangguan yang terjadi pada otot, syaraf, ataupun tulang belakang.
Consultant Orthopedic Spine Surgeon ALTY Orthopaedic Hospital Kuala Lumpur Dr Lee Chee Kean mengatakan, untuk membedakan penyebabnya, perlu mencermati rasa nyerinya lebih dulu. Menurut Lee, nyeri punggung yang berasal dari gangguan pada otot biasanya akan reda dalam dua hingga 3 hari.
Advertisement
Namun, individu yang merasakan nyeri punggung berkepanjangan serta terjadi berulang dengan rasa sakit yang semakin parah, Lee menyarankan untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapat penanganan yang tepat. Ini karena terkadang gangguan pada tulang belakang bersifat serius serta memerlukan intervensi medis seperti operasi.
"Waspada jika keluhan nyeri punggung disertai demam, nafsu makan menurun, atau nyeri yang terjadi setelah kecelakaan," ucapnya dalam temu media di Jakarta pada Jumat, 8 Maret 2024.
Kondisi saraf terjepit yang secara medis disebut Hernia nukleus pulposus (HNP) terjadi saat inti pulposus dari cakram intervertebralis atau bantalan tulang punggung menonjol ke luar dan menekan saraf spinal.
Nyeri karena saraf terjepit, kata Lee, berbeda dari nyeri punggung biasa. Bahkan tak jarang dikira stroke.
"Saraf kejepit berbeda dari nyeri punggung biasa saja. Penyebab rasa sakit datang dari saraf bagian punggung, biasanya terasa di sepanjang punggung sampai ke pinggul, bergantung pada saraf kiri atau kanan, yang akan terasa di sepanjang kaki," jelasnya.
Gejala saraf terjepit bisa berupa:
- nyeri punggung,
- kelemahan otot,
- kebas,
- kesemutan hingga hilangnya kontrol motorik.
Umumnya keluhan akan terasa lebih berat ketika individu yang mengalaminya berjalan atau berdiri terlalu lama. Saraf terjepit merupakan salah satu kondisi yang perlu intervensi bedah.
Pemeriksaan Sebelum Operasi
Selain saraf terjepit, beberapa kondisi nyeri punggung yang juga memerlukan tindakan operasi yakni skoliosis dan spinal stenosis. Pada skoliosis, bentuk tulang belakang tidak lurus, melainkan melengkung atau menyerupai bentuk S. Sedangkan pada kondisi spinal stenosis, saluran tulang belakang menyempit dan menekan saraf spinal sehingga muncul gejala nyeri, kelemahan serta kesulitan berjalan.
Meski demikian, dokter perlu melakukan sejumlah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis atas kondisi nyeri punggung yang dialami seseorang sebelum melakukan operasi. Pemeriksaan ini juga untuk memastikan tindakan yag diperlukan serta mengevaluasi risiko terkait.
Adapun pemeriksaan yang harus dijalani pasien gangguan tulang belakang diantaranya rontgen, CT Scan hingga magnetic resonace imaging (MRI). Pemeriksaan ini bertujuan mendapat gambaran detail mengenai struktur tulang belakang, saraf dan jaringan lunak pasine. MRI membantu dalam diagnosis kondisi setenosis spinal atau pun HNP.
Proses operasi tulang belakang, khususnya di ALTY, bergantung pada keparahan kondisi pasien. Namun, Lee menyebut umumnya hanya sekitar satu jam.
"Kalau kasusnya berat, kita akan ada tim, jadi bisa berbagi opini dari konsultan tulang belakang," jelasnya.
Lee pun menjelaskan, ALTY memiliki dokter spesialis yang hanya khusus menangani satu bidang saja. Kekhususan ini bertujuan memberi layanan kesehatan bagi pasien dari ahlinya.
Advertisement
Risiko yang Mungkin Terjadi
Seperti tindakan medis lainnya, Lee mengatakan operasi untuk mengatasi masalah tulang belakang yang serius juga memiliki risiko.
Risiko yang bisa terjadi seperti infeksi pada area operasi atau pun hingga memengaruhi sistem tubuh secara keseluruhan, kerusakan pada saraf spinal sehingga menimbulkan gejala nyeri kronis, kelemahan, hingga hilangnya fungsi motorik.
Selain itu, ada pula risiko terkait anestesi atau pembiusan saat tindakan operasi. Risiko ini termasuk reaksi alergi atau komplikasi pernapasan. Oleh karena itu, pasien khususnya usia lanjut memerlukan pemeriksaan lebih lanjut sebelum menjalani operasi, salah satunya pemeriksaan kondisi jantung.
Meski demikian, Lee mengatakan bahwa dengan pemeriksaan yang memadai serta tim medis yang kompeten, risiko tulang belakang tidak tinggi.
"Itu tidak berisiko tinggi. Biasanya satu persen atau bahkan kurang dari satu persen. Yang paling penting adalah memahami keadaan pasien seutuhnya," jelasnya.