Liputan6.com, Gaza - Kapal pertama yang menarik tongkang bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza telah menurunkan muatannya ke pantai. Kapal yang dioperasikan Open Arms, LSM yang berbasis di Badalona, Spanyol, meninggalkan Siprus pada Selasa (12/3/2024) dengan membawa 200 ton makanan yang sangat dibutuhkan untuk warga Jalur Gaza, yang menurut PBB berada di ambang kelaparan.
Video yang diunggah online menunjukkan derek memindahkan peti dari tongkang ke truk-truk yang menunggu di dermaga yang dibangun khusus. Hal ini menandai dimulainya uji coba untuk melihat apakah pengiriman melalui laut efektif, setelah pengiriman melalui udara dan darat terbukti sulit.
Advertisement
World Central Kitchen (WCK), yang memasok bantuan tersebut menjalankan misi melalui kerja sama dengan Uni Emirat Arab (UEA). Mereka mengirimkan beras, tepung, kacang-kacangan, sayuran kaleng, dan protein kaleng. Demikian seperti dilansir BBC, Sabtu (16/3).
Jalur Gaza tidak memiliki pelabuhan yang berfungsi, sehingga tim WCK membangun dermaga darurat. Bagaimana makanan akan didistribusikan di Jalur Gaza masih belum jelas.
Pendiri WCK, Jose Andres, menulis di X alias Twitter bahwa seluruh bantuan makanan dari tongkang telah dimuat ke dalam 12 truk.
"Kita berhasil!" tulisnya, menambahkan bahwa ini adalah ujian untuk melihat apakah mereka dapat memberikan lebih banyak bantuan pada pengiriman berikutnya – hingga ribuan ton seminggu.
Kapal Lain Akan Berlayar Jika Misi Pertama Ini Berhasil
Israel mengatakan kapal Open Arms dan muatannya diperiksa di Siprus dan pasukan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah dikerahkan untuk mengamankan garis pantai.
Badan amal Open Arms membagikan video derek tersebut pada Jumat (15/3), saat tim bekerja sepanjang malam untuk membawa bantuan ke lahan kering.
Pengiriman ini sangat dinanti sejak kapal berangkat dari pelabuhan di Larnaca pada Selasa.
Jika misi laut ini dianggap berhasil, kapal bantuan lainnya kemungkinan akan menyusul sebagai bagian dari upaya internasional untuk menyalurkan lebih banyak bantuan ke Jalur Gaza. Kapal-kapal tersebut akan menggunakan jalur laut yang baru dibuka.
Secara terpisah, Amerika Serikat (AS) berencana membangun dermaga apung sendiri di lepas pantai untuk meningkatkan pengiriman bantuan melalui laut. Gedung Putih mengklaim dua juta makanan sehari akan memasuki Jalur Gaza, namun ketika kapal militer mereka yang mengangkut peralatan untuk membangun dermaga masih dalam perjalanan timbul pertanyaan kapan itu akan terjadi mengingat kelaparan di Jalur Gaza sudah di depan mata?
Advertisement
Paling Efektif Tetap via Darat
Operasi militer dan rusaknya tatanan sosial telah sangat menghambat distribusi bantuan, sementara produksi pangan di Jalur Gaza sendiri sangat terdampak perang Hamas Vs Israel, di mana pertanian, toko roti, dan pabrik hancur atau tidak dapat diakses.
Cara tercepat dan paling efektif untuk menyalurkan bantuan ke wilayah kantong tersebut dinilai tetap via darat. Namun, lembaga bantuan mengatakan pembatasan yang dilakukan Israel berarti hanya sedikit bantuan yang bisa masuk.
Program Pangan Dunia (WFP) harus menghentikan sementara pengiriman via darat setelah konvoi mendapat tembakan dan penjarahan. Sementara bantuan via udara berubah menjadi mematikan pekan lalu setelah lima orang dilaporkan tewas tertimpa paket bantuan, yang parasutnya gagal berfungsi.
PBB telah memperingatkan bahwa kelaparan hampir tidak bisa dihindari di Jalur Gaza tanpa tindakan segera. Sementara itu, Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell menuduh Israel menciptakan bencana buatan manusia dan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
Israel dengan keras membantah pihaknya bersalah atas kekurangan pangan di Jalur Gaza karena mereka mengaku mengizinkan bantuan masuk melalui dua penyeberangan di selatan. Sebaliknya, mereka menyalahkan lembaga-lembaga bantuan atas kegagalan logistik.
Negosiasi untuk gencatan senjata di Jalur Gaza sedang berlangsung pada Jumat. Israel dilaporkan menolak proposal gencatan senjata terbaru Hamas.
Hamas menuturkan pihaknya memberikan para mediator sebuah visi komprehensif mengenai gencatan senjata, namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut hal itu tidak realistis.
Perang terbaru di Jalur Gaza dimulai setelah Hamas menyerang Israel selatan pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 253 orang. Otoritas kesehatan Jalur Gaza menyebutkan, lebih dari 31.400 orang tewas di Jalur Gaza sejak itu.