Liputan6.com, Ankara - Seorang pejabat senior Hamas mengatakan pihaknya tidak dapat memberikan jaminan apapun mengenai kesejahteraan para sandera Israel yang ditahan di Jalur Gaza.
"Sekarang saya tidak dapat meyakinkan Anda, siapa pun, karena semua tawanan perang ini menghadapi pengeboman dan kelaparan yang sama yang dihadapi rakyat kami di lapangan," kata Basem Naim, anggota biro politik Hamas, kepada CNN, seperti dilansir Sabtu (16/3/2024).
Advertisement
Dalam wawancara via Zoom dari kantornya di Istanbul, Turki, Naim berbicara kepada CNN pada Rabu (13/3) tentang negosiasi gencatan senjata dengan Israel, nasib 130 sandera Israel yang masih ditahan Hamas, dan tanggung jawab kelompok itu atas kehancuran luas yang ditimbulkan oleh militer Israel di Jalur Gaza sebagai respons terhadap serangan mereka pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan setidaknya 1.200 orang.
Selama wawancara, Naim menolak mendefinisikan serangan Hamas sebagai terorisme dan menegaskan organisasinya tidak menargetkan warga sipil. Sebaliknya, dia menyalahkan Israel karena melakukan terorisme negara di Jalur Gaza.
Israel membantah menargetkan warga sipil dan sebaliknya menuduh Hamas bersembunyi di balik infrastruktur sipil. Otoritas kesehatan Jalur Gaza menyatakan bahwa lebih dari 31.000 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, tewas di wilayah kantong itu sejak serangan militer Israel dimulai pada 7 Oktober.
Tuduhan Kekerasan Seksual terhadap Sandera
Sepekan setelah tim PBB yang dipimpin oleh perwakilan khusus PBB Pramila Patten mengatakan mereka menemukan informasi yang jelas dan meyakinkan beberapa perempuan yang disandera oleh Hamas telah diperkosa atau dilecehkan secara seksual, dan bahwa ada alasan yang masuk akal untuk memercayai kekerasan seksual tersebut sedang berlangsung, Naim mengatakan dia secara mutlak membantah tuduhan tersebut.
"Dia tidak bisa menunjukkan bukti meyakinkan apa pun dan bukti kuat dari saksi mata," kata Naim. "Dia belum bertemu satupun korbannya."
Tim Patten mengklaim mendapatkan informasi dengan mewawancarai 34 orang, mendapatkan keterangan langsung dari para sandera yang dibebaskan serta kesaksian para penyintas, saksi, penyedia layanan dan kesehatan, serta responden pertama terhadap serangan 7 Oktober.
Progres Negosiasi Gencatan Senjata
Kemungkinan terwujudnya perjanjian gencatan senjata masih belum pasti.
Selama berminggu-minggu, para mediator menggambarkan kesepakatan itu akan terjadi dalam beberapa fase. Tahap pertama adalah penghentian pertempuran selama sekitar enam minggu dan pembebasan sekitar 40 sandera Israel dan sejumlah besar tahanan Palestina.
Proposal gencatan senjata terbaru Hamas yang telah lama ditunggu-tunggu menyerukan agar Israel membebaskan antara 700 hingga 1.000 tahanan Palestina, sebagai imbalan bagi Hamas untuk membebaskan perempuan Israel – termasuk tentara IDF – anak-anak, orang tua, serta sandera yang terluka dan sakit. Demikian diungkapkan sumber diplomatik yang mengetahui diskusi tersebut kepada CNN pada Jumat, membenarkan laporan sebelumnya oleh Reuters.
Selain itu, proposal tersebut membayangkan gencatan senjata permanen akan disepakati setelah pertukaran sandera dan tahanan tahap awal, serta batas waktu penarikan Israel dari Jalur Gaza.
Hamas secara konsisten menuntut gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel sebagai syarat dalam setiap kesepakatan, namun hal itu secara konsisten pula ditolak oleh Israel.
Setelah menerima usulan terbaru tersebut, kantor Perdana Menteri Israel menyebutnya "konyol" dan mengatakan pada Kamis (14/3), "Hamas terus mempertahankan tuntutan yang tidak realistis".
Meski demikian, delegasi Israel disebut tengah berada di Doha, Qatar, untuk perundingan lebih lanjut.
"Kesan kami adalah tidak mudah meyakinkan Israel mengenai hal ini," sebut sumber diplomatik itu.
Ketika ditanya mengapa Hamas tidak menerima gencatan senjata sementara di tengah situasi kemanusiaan yang mendesak di Jalur Gaza, di mana menurut PBB setengah juta orang berada di ambang kelaparan, Naim menyalahkan pemerintah Israel dan mengatakan "naif" bagi Hamas untuk menyetujui gencatan senjata sementara.
Naim berbicara kepada CNN sebelum rincian proposal terbaru Hamas muncul.
"Apakah Anda percaya bahwa kami begitu naif menerima gencatan senjata kemanusiaan sementara selama enam minggu atau dua bulan untuk memberikan apa yang (mereka) cari?" kata Naim. "Saya pikir siapa pun, politikus rasional mana pun di seluruh dunia akan berharap untuk mencapai ketenangan permanen, gencatan senjata permanen sehingga kita dapat mulai dari titik ini untuk membantu masyarakat di lapangan untuk membangun kembali Jalur Gaza."
Saat ditanya tanggapan atas pernyataan Naim, seorang pejabat pemerintah Israel mengatakan, "Pemerintahan Perdana Menteri Netanyahu telah membebaskan 112 sandera hingga saat ini dan berkomitmen untuk membebaskan semua sandera. Begitu tuntutan Hamas yang bersifat khayalan ini terwujud akan ada jeda kemanusiaan lagi untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera."
Israel telah membatasi jumlah bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah-wilayah penting di Jalur Gaza dan bertanggung jawab berdasarkan hukum kemanusiaan internasional untuk memastikan bahwa penduduk sipil Jalur Gaza tidak kelaparan.
Advertisement
Bantah Tuduhan Merampas Bantuan bagi Warga Sipil
Basem menegaskan Hamas bertanggung jawab terhadap masyarakat Jalur Gaza.
"Oleh karena itu, sejak hari pertama, kami berupaya mengakhiri agresi ini dan menghentikan pembantaian rakyat kami. Dan kami telah menghubungi semua mediator untuk mencapai gencatan senjata total yang final. Tapi Anda menuduh Hamas, seolah-olah kamilah yang melakukan semua kejahatan ini dan menghalangi semua bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza," tutur Naim.
Naim membantah klaim yang menyebutkan bahwa Hamas mengambil bantuan yang diperuntukkan bagi warga sipil Jalur Gaza. Dia menyatakan, "Hamas berjuang untuk rakyat, bukan berperang melawan rakyat."
Lebih lanjut, Naim mengatakan rakyat Palestina mempunyai hak untuk memperjuangkan kebebasan, martabatnya, serta negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya melalui cara diplomatik dan perlawanan bersenjata.
Dia mengulang pernyataan Hamas sebelumnya bahwa kelompok itu tidak menargetkan warga sipil dalam serangan pada 7 Oktober, melainkan pemukim Israel yang bersenjatakan dan mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.