Trivia Saham: Cicil Saham dengan Metode Dollar Cost Averaging

Modal kecil tak menjadi halangan seseorang untuk melakukan investasi di pasar modal. Salah satu cara yang bisa dipertimbangkan adalah cicil saham melalui metode Dollar Cost Averaging (DCA).

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 18 Mar 2024, 06:00 WIB
Investasi langsung dalam jumlah besar acap dirasa sulit. Selain itu, investasi sebaiknya menggunakan dana dingin. Namun, pada kenyataannya, tidak semua orang memiliki cukup dana dingin dalam jumlah besar. (Photo by Tech Daily on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Investasi langsung dalam jumlah besar acap dirasa sulit. Selain itu, investasi sebaiknya menggunakan dana dingin. Namun, pada kenyataannya, tidak semua orang memiliki cukup dana dingin dalam jumlah besar.

Namun, kondisi itu tak menjadi halangan seseorang untuk melakukan investasi di pasar modal. Salah satu cara yang bisa dipertimbangkan adalah cicil saham melalui metode Dollar Cost Averaging (DCA).

DCA merupakan metode sederhana yang dapat digunakan investor untuk membangun tabungan dan kekayaan dalam jangka panjang. Ini juga merupakan cara bagi investor untuk menyikapi volatilitas jangka pendek di pasar yang lebih luas.

Pada metode ini, investor dapat menginvestasikan jumlah uang yang sama setiap periode tertentu, misalnya tiap bulan atau tiap minggu. Misalnya, seseorang memiliki modal investasi Rp 1 juta.

Saat harga saham yang ingin dibeli berada pada posisi Rp 1000 per saham, orang itu bisa membeli 10 lot. Pada bulan berikutnya, saat harga sahamnya naik menjadi Rp 1.250, maka dengan modal yang sama, orang itu bisa membeli 80 lot saham.

Melansir Investopedia, ditulis Senin (18/3/2024), beberapa manfaat Dollar Cost Averaging adalah metode ini dapat menurunkan jumlah rata-rata yang Anda keluarkan untuk investasi.

Metode ini juga memperkuat praktik berinvestasi secara teratur atau konsisten untuk membangun kekayaan seiring berjalannya waktu. DCA akan otomatis dapat menghilangkan kekhawatiran Anda tentang kapan harus berinvestasi dan menghilangkan kendala dalam penentuan waktu pasar, seperti membeli hanya ketika harga sudah naik. Cara ini juga dapat memastikan Anda sudah berada di pasar dan siap membeli ketika ada peristiwa yang membuat harga lebih tinggi.

 

 

 


Menekan Emosi

Ilustrasi Investasi. Freepik

Tak kalah penting, nyicil saham lewat metode ini akan menekan emosi dari investasi Anda dan mencegah adanya potensi yang dapat merusak keuntungan portofolio Anda. Namun, perlu dicatat, metode ini berfungsi dengan baik sebagai untuk investasi selama periode waktu tertentu ketika harga berfluktuasi naik dan turun.

Jika harga naik terus-menerus, mereka yang menggunakan DCA akan membeli lebih sedikit saham. Jika harga terus menurun, mereka mungkin akan terus membeli ketika mereka seharusnya absen. Jadi, strategi tersebut tidak bisa melindungi investor terhadap risiko penurunan harga pasar. Seperti pandangan banyak investor jangka panjang, strategi ini mengasumsikan bahwa harga, meskipun kadang-kadang turun, pada akhirnya akan naik.


Mengenal Gelembung Harga

Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya diberitakan,  saat investasi di pasar modal, kadang pelaku pasar dan investor menjumpai pergerakan saham yang harganya melonjak signifikan tiba-tiba atau dalam waktu singkat. Hal tersebut bisa karena bubble price atau gelembung harga.

Dikutip dari instagram @indonesiastockexchange, ditulis Sabtu (27/1/2024), jika pernah melihat suatu saham yang harganya naik gila-gilaan dalam waktu singkat tetapi tidak didukung oleh informasi signifikan yang mungkin akan berpengaruh baik untuk laporan keuangan perusahaan, itu dinilai menjadi sinyal harus hati-hati. Hal ini karena kemunginan sedang terjadi bubble price.

Lalu apa itu bubble price?

Bubble price adalah fenomena di mana harga suatu aset harga suatu aset antara lain saham, real estate, atau komoditas mengalami peningkatan yang tidak wajar. Hal itu juga terjadi akibat spekulasi yang berlebihan dari investor. Selain itu, harga dari aset itu melebihi nilai fundamentalnya dengan margin yang besar.

   


Dampak Bubble Price

Beralih ke bursa asing, bursa saham Asia kompak berada di zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dikutip dari Investopedia, lantaran permintaan spekulatif bukan nilai intrinsic yang memicu kenaikan harga, gelembung pada akhirnya akan meletus dan aksi jual besar-besaran menyebabkan harga turun, sering kali cukup drastis.

Kerugian yang diakibatkan oleh pecahnya gelembung bergantung pada sektor ekonomi yang terlibat, dan juga apakah tingkat partisipasinya tersebar luas dan terlokalisir. Misalnya saja pecahnya gelembung saham dan real estate di Jepang pada 1989-1992 menyebabkan stagnasi yang berkepanjangan bagi perekonomian Jepang begitu lama hingga 1990-an disebut dekade yang hilang.

Di Amerika Serikat, terjadi ledakan gelembung dotcom pada 2000 dan gelembung real estate perumahan pada 2008 yang menyebabkan resesi parah.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya