Liputan6.com, Jakarta - Ketua Institut Harkat Negeri atau IHN sekaligus Co-captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Sudirman Said, menilai syarat untuk menjadi pemimpin nasional baik presiden dan wakil presiden di Indonesia terlalu longgar.
Sudirman menyoroti syarat yang diatur dalam Pasal 169 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Menurutnya, syarat dalam aturan itu juga tidak mencakup aspek kualitatif.
Advertisement
"Kriteria yang terlalu normatif dan administratif, tidak diperkuat dengan aspek kualitatif menyebabkan saringan begitu longgar. Nyaris setiap orang yang tamat SLTA dapat memasuki arena kontestasi pemilihan pimpinan tertinggi negara," kata Sudirman dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (17/3/2024).
Mantan Menteri ESDM tersebut mengajak semua pihak untuk mengkaji kembali konsep kepemimpinan nasional pasca-Pemilu 2024. Sebab, Sudirman menilai syarat kepemimpinan yang terlalu longgar membuat siapapun seolah diperbolehkan masuk ke arena kontestasi tanpa saringan yang ketat.
Hal itu, dipandang Sudirman sebagai suatu ironi. Pasalnya, kata dia untuk menjadi pemimpin perusahaan yang sifatnya mikro saja butuh berbagai persyaratan yang amat ketat.
"Syarat di perusahaan saja, jadi CEO punya syarat ketat dan rumit. Itu sektor mikro satu institusi, sementara memimpin negara syarat masuknya sangat longgar. Kalau standard dan pola rekrutmen pemimpin tertinggi saja sudah begitu, lantas bagaimana dengan yang lain?," ucapnya.
Sudirman mengaku khawatir dengan longgarnya syarat kepemimpinan tertinggi di Tanah Air. Pasalnya, ujar dia bisa menyebabkan terjadinya degradasi di lapis kepemimpinan berikutnya hingga ke bawah.
"Maka tidak heran, pengingkaran pada etika, norma hingga ilmu pengetahuan menjadi wajar karena buruknya kualitas kepemimpinan kita," kata Sudirman.
Sudirman Said: Kekuasaan Cenderung Menyimpang, Pihak yang Kalah Harus Jadi Penyeimbang
Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menilai, pemenang Pemilu 2024 harus dihormati. Meski begitu, pihak yang memegang kekuasaan dipandang cenderung selalu melahirkan penyimpangan.
"Siapapun yang naik sebetulnya yang punya potensi untuk tadi dikatakan power tends to corrupt, absolute power corrupt (kuasa untuk merusak)," kata Co-captain Timnas AMIN Sudirman Said di TWS House, Jakarta, Rabu 6 Maret 2024.
Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) ini menyatakan, perlu ada penyeimbang di setiap kekuasaan. Menurutnya, pihak yang kalah mesti jadi penyeimbang pemerintah.
"Itu harus kita suarakan terus menerus. Mungkin itu dianggap terlalu naif tetapi harus kita suarakan, itu pandangan saya," ucap Sudirman.
Pasalnya, kata Sudirman, situasi saat ini lebih kompleks ketimbang pada masa lalu. Dulu, ujar Sudirman mudah untuk sekedar membedakan antara sektor swasta dan negara.
"Sekarang ini kompleksitasnya luar biasa gitu, siang hari mengungkap policy, malam hari ini merangkap bisnis, bagaimana menggunakan policy itu sebagai kesempatan dia, gitu ya. Tapi mungkin subuhnya mengundang rombongan Lembaga Swadaya Masyarakat yang didanai," jelasnya.
Sudirman menyampaikan, pemerintah harus mulai membedah keadaan politik sekarang untuk kepentingan di masa yang akan datang. Dia menyarankan, agar pemerintah hati-hati menata pergerakan ke depan dengan berkaca dari masa lampau.
"Kalau kita tidak nyaman dengan keadaan sekarang, ya harus terus-menerus mengatakan ini salah, dekonstruksi dalam istilahnya," ujar dia.
Advertisement
Sudirman Said: Ada Bisik-Bisik Seluruh Partai Akan Dimasukkan dalam Koalisi Pemerintahan
Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said mengaku mendengar akan ada skenario agar seluruh partai politik (parpol) dijadikan satu koalisi besar di pemerintahan ke depan.
Hal ini disampaikan Sudirman dalam diskusi publik bertajuk "Rethinking Indonesia: Pemilu Terburuk dalam Sejarah Indonesia, Akankah Kita Terpuruk?" di Grand Wijaya Room, Hotel Gradhika Iskandarsyah, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (2/4/2024).
"Bahkan sudah ada yang bisik-bisik sudah seluruh partai dimasukan saja dalam koalisi besar permanen jangka panjang, tinggal satu atau dua ditinggalkan di luar (pemerintahan) ini," kata Sudirman.
Sudirman menilai skenario tersebut sebagai itikad buruk yang mengancam demokrasi. Selain itu, dia memandang skenario menyatukan parpol dalam suatu koalisi besar pemerintahan sebagai jebakan.
"Ini suatu itikad yang sangat buruk, yang akan membuat kita semakin terjebak," ujar Sudirman.
Menurut Sudirman, elite parpol yang tengah berada dalam pemerintahan saat ini bakal menganggap skenario ini sebagai berkah. Sebab, kata dia, tergiur untuk melanggengkan kekuasaan.
"Ya memang bagi elite yang sekarang dalam kekuasaan dan mungkin juga akan melanjutkan bagi mereka satu berkah karena keleluasaannya akan berlanjut," kata Sudirman.