Liputan6.com, Jakarta - SpaceX dikabarkan sedang mengembangkan rangkaian ratusan satelit mata-mata dalam sebuah kontrak rahasia dengan sebuah lembaga intelijen Amerika Serikat (AS), menurut lima sumber yang mengetahui program tersebut.
Hal itu menunjukkan hubungan yang semakin dalam antara perusahaan antariksa milik miliarder Elon Musk dan lembaga keamanan nasional.
Advertisement
Jaringan tersebut dibangun oleh unit bisnis SpaceX, Starshield, berdasarkan kontrak senilai USD 1,8 miliar yang diteken pada 2021 dengan Badan Pengintaian Nasional (National Reconnaissance Office/NRO), sebuah badan intelijen yang mengelola satelit mata-mata, kata sumber tersebut.
Dilansir VOA Indonesia, Minggu (17/3/2024), rencana itu menunjukkan sejauh mana keterlibatan SpaceX dalam proyek intelijen dan militer AS. Hal ini juga memberikan gambaran tentang investasi Departemen Pertahanan AS atau Pentagon yang lebih jauh pada sistem satelit besar yang mengorbit rendah Bumi untuk mendukung pasukan darat.
Jika berhasil, sumber tersebut mengatakan bahwa program itu akan meningkatkan kemampuan pemerintah dan militer AS secara signifikan untuk menemukan target potensial hampir di mana saja di dunia dengan cepat.
Sumber tersebut menyatakan bahwa kontrak itu juga menandakan adanya peningkatan tingkat kepercayaan badan intelijen terhadap sebuah perusahaan yang dimiliki oleh individu yang berkonflik dengan pemerintahan Biden. Sebelumnya, kontroversi antara pemerintah dan Musk muncul pada penggunaan satelit Starlink dalam konflik Ukraina.
The Wall Street Journal melaporkan pada Februari adanya kontrak rahasia Starshield senilai USD 1,8 miliar dengan badan intelijen yang tidak diketahui, tanpa memerinci tujuan program tersebut.
Kembangkan Sistem Mata-mata
Reuters melaporkan untuk pertama kalinya bahwa kontrak SpaceX adalah untuk pengembangan sistem mata-mata baru yang canggih. Sistem tersebut melibatkan ratusan satelit yang memiliki kemampuan pencitraan Bumi, yang dapat beroperasi dalam kelompok di orbit rendah. Agen mata-mata yang bekerja sama dengan perusahaan Musk dalam proyek ini adalah NRO.
Reuters tidak mengetahui kapan jaringan satelit baru akan mulai beroperasi dan perusahaan mana saja yang juga menjadi bagian dari program tersebut.
SpaceX, operator satelit terbesar di dunia, tidak menanggapi beberapa permintaan komentar mengenai kontrak tersebut, perannya di dalamnya, dan perincian peluncuran satelit. Pentagon merujuk permintaan komentar ke NRO dan SpaceX.
Advertisement
Mengembangkan Sistem Satelit
Dalam sebuah pernyataan, NRO mengakui misinya untuk mengembangkan sistem satelit canggih dan kemitraannya dengan lembaga pemerintah, perusahaan, lembaga penelitian, dan negara lainnya. Namun menolak mengomentari temuan Reuters tentang sejauh mana keterlibatan SpaceX dalam upaya tersebut.
"Kantor Pengintaian Nasional sedang mengembangkan sistem intelijen, pengawasan, dan pengintaian berbasis ruang angkasa yang paling mumpuni, beragam, dan tangguh yang pernah ada di dunia," kata seorang juru bicara.
Menurut sumber tersebut, satelit-satelit tersebut dapat memantau target di lapangan dan menyediakan data kepada pejabat intelijen dan militer AS. Pada dasarnya, satelit itu akan memungkinkan pemerintah AS untuk secara cepat mendapatkan gambaran terus-menerus dari aktivitas di lapangan hampir di mana saja di dunia, yang akan membantu dalam operasi intelijen dan militer.
Tiga sumber mengatakan belasan prototipe telah diluncurkan sejak 2020, di antara satelit lain yang digunakan pada roket Falcon 9 SpaceX.
Roket Falcon X
Pentagon merupakan salah satu pelanggan utama SpaceX. Mereka menggunakan roket Falcon 9 untuk meluncurkan muatan militer ke luar angkasa. Prototipe satelit pertama Starshield, yang diluncurkan pada 2020, merupakan bagian dari kontrak terpisah senilai sekitar USD 200 juta yang membantu memposisikan SpaceX untuk mendapatkan kontrak lain senilai USD 1,8 miliar, kata salah satu sumber.
Konstelasi satelit mata-mata yang diklasifikasikan tersebut merupakan salah satu kemampuan paling dicari dari pemerintah AS di luar angkasa karena dirancang untuk memberikan liputan paling persisten, merata, dan cepat terhadap aktivitas di Bumi.
Musk, pendiri dan CEO Tesla, serta pemilik perusahaan media sosial X, mempromosikan inovasi di sektor luar angkasa. Namun, beberapa pejabat di pemerintahan Biden merasa frustrasi karena kontrol Musk atas Starlink di Ukraina, di mana militer Kyiv menggunakannya untuk komunikasi yang aman dalam konflik dengan Rusia. Wewenang Musk atas Starlink di zona konflik, bukan militer AS, menciptakan ketegangan antara dia dan pemerintah AS.
Advertisement