Liputan6.com, Jakarta - Pada pekan pertama bulan Ramadan 2024, Kedubes AS berkolaborasi dengan American Film Showcase (AFS) mengajak publik ngabuburit dengan menonton film dokumenter ‘Hamtramck, USA’ di The Voist, Perpustakaan Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (17/3/24).
Pemutaran film ini juga diikuti dengan sesi diskusi yang dihadiri oleh Razi Jafri, pembicara sekaligus produser film dokumenter yang datang langsung dari Detroit, AS.
Advertisement
Adapun program pemutaran film ini merupakan bagian dari upaya pemerintah AS untuk menumbuhkan keberagaman dan pemahaman agama dengan menampilkan kisah keberagaman agama yang ada di Amerika Serikat.
Acara ini juga dihadiri oleh Michael Quinlan, selaku perwakilan dari Kedutaan Besar AS di Indonesia, yang sedikit memaparkan informasi mengenai AFS.
"AFS bertujuan untuk menunjukkan apa itu demokrasi dan diplomasi melalui film-film dokumenter," ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa program ini diadakan agar publik tahu tentang agama yang tersebar di AS, “Ada banyak sekali agama yang tersebar di AS, kami ingin tunjukkan keberagaman ini. Kami ingin menyebarkan cerita di Hamtramck ini kepada Anda semua."
Film dokumenter yang diproduksi oleh Razi Jafri dan Justin Feltman ini memiliki durasi 93 menit dan mengisahkan tentang kota Hamtramck, yang merupakan sebuah kota imigran. Kota ini awalnya berkembang pesat berkat imigran katolik Polandia, kemudian pada akhir 1990-an para imigran Muslim Bangladesh dan Yaman datang dan merevitalisasi kota ini.
Film ini mengeksplorasi sejarah kota yang dibumbui dengan musim pemilihan wali kota. Para empat kandidat yang menjadi tokoh utama dalam film dokumenter ini menghadapi tantangan dan peluang ketika sedang berkampanye di kota mayoritas Muslim pertama di AS.
Mematahkan Stereotip Muslim
Setelah pemutaran film selesai, acara dilanjutkan dengan diskusi bersama Razi, yang menjelaskan motivasinya dalam membuat film dokumenter ini, "Saya ingin memecahkan segala stereotip yang ada tentang muslim di penjuru AS, bahkan di seluruh belahan Bumi,” ungkap Razi saat berdiskusi.
Razi juga mengomentari adegan dalam film yang menunjukkan tujuannya, "Salah satu adegan yang Anda saksikan tadi, di mana Karen (salah satu kandidat dalam film) ditanya apakah dia merasa takut jika harus memimpin kota yang mayoritas Muslim," tutur Razi.
Razi menjelaskan bahwa dia sengaja tidak menyertakan adegan di mana Karen menjawab pertanyaan tersebut, "Saya sengaja tidak memasukkan jawaban dari Karen dalam film, agar penonton menyadari bahwa dengan tidak menunjukkan jawaban tersebut, tidak ada alasan untuk takut terhadap umat Muslim," ujar Razi.
Tak hanya stereotip Muslim saja, Razi juga berusaha untuk memecahkan stereotip tentang kota kecil Hamtramck di film ini.
“Kota Hamtramck dikenal sebagai kota yang dikenal sebagai tempat elit, atau kota yang hanya dipenuhi orang Yaman saja. Padahal itu semua tidak benar,” ujarnya.
Razi juga menambahkan, “Kota ini merupakan kota yang sederhana dan juga beragam. Ada banyak Imigran Bangladesh, Polandia, Syria, Yaman. Jadi stereotip tersebut memang tidak benar.”
Razi ingin menunjukkan bahwa ketika agama Islam dan politik digabungkan, keduanya masih dapat berjalan secara harmonis. Tujuan tersebut berhasil diekspresikan dengan baik dalam film ini.
Advertisement
Demokrasi yang Masih Berjalan dengan Baik
Dalam diskusi selanjutnya, Razi juga menceritakan kabar terkini dari Kota Hamtramck.
“Hamtramck sekarang sudah menjadi kota yang mayoritas anggota dewan kota adalah orang Muslim,” jelasnya.
Ia juga berkata bahwa demokrasi yang ditunjukkan dalam film ini masih berjalan dengan baik sampai sekarang dan ia ingin negara lain mengetahuinya, “Saya ingin negara lain mengetahui bahwa demokrasi di Hamtramck masih berjalan dengan baik.”
“Inilah politik dan demokrasi yang sebenarnya terjadi di kota yang mayoritas penduduknya umat Muslim,” tambahnya.
Razi juga menambahkan bahwa sistem demokrasi Kota Hamtramck masih mirip dengan kota lain yang ada di AS, "Sistemnya berjalan seperti di tempat lain. Ini menggambarkan bahwa Hamtramck masih menganut nilai-nilai Amerika Serikat dengan multikulturalisme yang ada."
Walaupun banyak perubahan yang terjadi di dunia ini seperti munculnya banyak konflik dan peristiwa-peristiwa lain, Razi mengatakan bahwa Kota Hamtramck menjadi kota yang signifikan dalam menunjukkan nilai multikulturalisme, dengan berbagai etnis dan agama yang hidup berdampingan.
Umat Muslim di Industri Perfilman
Sebagai Muslim yang terjun ke dunia perfilman, Razi juga menceritakan pengalamannya.
"Menjadi seorang seniman membutuhkan kerja keras. Apalagi dalam industri film. Sebagai seorang muslim, tentu ada banyak stereotip tentang kami (orang Muslim yang bekerja di industri film)," ujar Razi.
Razi menceritakan bahwa terdapat banyak stereotip yang mengarah pada anggapan yang tidak benar, "Kami sering dikira teroris karena kami Muslim. Ya, menjadi produser film dokumenter yang beragama Muslim di AS terkadang tidak mudah."
Meskipun ada banyak stereotip dan prasangka yang sering dilontarkan kepada Razi serta rekan-rekan kerja Muslim lainnya, ia juga bercerita bahwa mereka masih memiliki kesempatan untuk berkembang.
"Umat Muslim merupakan bagian penting dari kerangka budaya AS. Oleh sebab itu, terkadang kami mendapatkan kesempatan untuk berkembang, salah satunya berkolaborasi dengan industri-industri film besar," tambahnya.
Saat ini, Razi sedang menyutradarai sebuah film dokumenter yang sedang dikembangkan bersama HBO, tentang tiga wanita yang mengendalikan kepemimpinan politik di Michigan. Selain itu, karya-karya Razi juga telah didukung oleh Ford Foundation, Doris Duke Foundation, Center for Asian American Media, dan lain-lain.
Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan stereotip yang seringkali dilemparkan, Razi tetap mampu berkembang berkat ambisinya dalam menampilkan representasi yang positif tentang umat Muslim melalui film-film yang ia buat.
Advertisement