Liputan6.com, Jakarta - Pencarian akan kebahagiaan adalah kebutuhan dasar yang melekat pada setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, atau agama. Manusia secara naluriah cenderung mencari keadaan yang membuat mereka merasa senang, puas, dan bahagia.
Ini adalah refleksi dari keinginan alamiah untuk menghindari penderitaan dan mencari kesejahteraan. Sebagai makhluk sosial, manusia juga terdorong untuk menciptakan hubungan yang memperkaya hidup dan meningkatkan kualitas kehidupan, yang merupakan bagian dari pencarian akan kebahagiaan.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, lebih dikenal sebagai Gus Baha, merupakan ulama yang berasal dari Rembang. Gus Baha dikenal sebagai salah satu ulama ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar al-Qur'an. Ia memberikan rumus bagaimana mencari kebahagiaan.
Kebahagiaan juga dianggap sebagai kunci untuk mencapai tujuan hidup yang lebih besar. Setiap individu memiliki impian, aspirasi, dan cita-cita yang ingin mereka wujudkan dalam hidupnya.
Kebahagiaan seringkali dianggap sebagai hasil dari pencapaian tujuan-tujuan tersebut, baik itu dalam bidang karier, hubungan, kesehatan, atau pencapaian spiritual. Dengan mencari kebahagiaan, seseorang memotivasi dirinya untuk terus berusaha dan berjuang demi meraih impian dan cita-citanya.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Optimis Tingkat Tinggi
Mengutip alif.id, dalam banyak ceramahnya Gus Baha’ selalu menampilkan laku optimisme tingkat tinggi. Dengan enteng dan riang Gus Baha’ mengatakan hal yang berkaitan dengan optimisme yang banyak terlupakan. Salah satu mencari kebahagiaan adalah dengan sikap optimis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi optimisme adalah paham atau keyakinan atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan; sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal.
Misalnya optimis terhadap ibadah yang kita jalankan pasti akan diterima oleh Allah, Gus Baha’ dengan ringan dan yakin bahwa sebagai hamba kita harus mantap sholat kita diterima oleh Allah, karena ibadah kita di hadapan Allah Dzat yang Maha segalanya itu bukan apa-apa, adalah persoalan remeh dan enteng bagi Allah SWT untuk menerima ibadah hamba-Nya apalagi jika sudah berusaha meniatkannya untuk meraih ridho-Nya semata. Berdasarkan ungkapan Gus Baha’ tersebut, jadi yang perlu dicemaskan adalah ibadah yang orientasinya duniawi, misalnya riya’ kepada manusia.
Satu contoh lagi optimisme yang pernah dijelaskan Gus Baha’ adalah optimis masuk surga. Dikelilingi ramainya kegelisahan spiritual yang disebabkan oleh ceramah-ceramah pesimisme tentang surga-neraka, Gus Baha’ dengan santuy mengatakan bahwa orang mukmin pasti masuk surga.
Dengan dasar yang klasik: “barang siapa mengucapkan tiada Tuhan selain Allah maka masuk surga”, “kunci surga adalah mengucap tiada Tuhan selain Allah.” Semudah itu menurut Gus Baha. Argumen ringan dan simpel tentang optimis masuk surga oleh Gus Baha dilengkapi penjelasan bahwa sesungguhnya amal dan ibadah kita tidak akan cukup untuk masuk surga, tapi fadhilah Allah itu luas. Jadi pada akhirnya kita hanya harus optimis kepada fadhilah dan rahmat Allah yang luas.
Advertisement
Optimis versi Gus Baha
Mazhab optimis Gus Baha juga bisa dilihat dari gaya dan bahasa tubuhnya saat menyampaikan ceramah. Gus Baha selalu ceria, gembira dan tak segan tertawa terbahak-bahak bersama audien. Antara optimisme yang disampaikan dengan gestur pembawaanya yang seirama, sebab itulah ceramah Gus Baha merasuk dan hanyut mudah diterima. Audien diajak berfikir dan merenung sambil gembira tertawa ria.
Dengan keilmuan yang mapan, tentu Gus Baha memilih mazhab optimis ini bukan dengan tidak beralasan. Ciri seorang yang optimis menurut Gua Baha adalah ia selalu ceria, menampakkan kebahagiaan dan tertawa. Pada banyak kesempatan Gus Baha mengutip sebuah riwayat hadis dalam Ihya’ yang berbunyi “termasuk umat-umat pilihan Allah itu umat yang tertawa dengan keras saking yakinnya dengan luasnya Rahmat Allah.”
Meskipun sedang bersedih hati dan remuk redam rasanya, kita harus selalu optimis dan memperlihatkan keceriaan kita. Menurut Gus Baha tidak ceria bahagia itu sebuah persoalan, jika kita tidak ceria itu seharusnya kita malu pada Allah karena seperti tidak ridho dengan ketentuan Allah.
Salah satu cara mengekspresikan keceriaan dalam kamus Gus Baha adalah dengan guyon. Oleh karena itu ceria dengan berkelakar atau guyon menurut Gus Baha itu penting, seorang yang sedang memiliki masalah namun masih bisa guyonan itu mahal nilainya. Gus Baha sering menjelaskan bahwa
Rumus optimis Gus Baha ternyata memang sangat berpengaruh dalam keseharian. Menampakkan keceriaan dan senyuman kepada sesama adalah aktivitas menransfer energi positif dengan orang lain, selain itu terhadap diri sendiri kita bisa melatih syukur dan tawakal.
Akan tetapi penjelasan Gus Baha tidak berhenti di permukaan bergembira ria, setelah kita bisa berbagi keceriaaan, kebahagiaan, guyonan dan optimisme dihadapan manusia karena percaya rahmat Tuhan itu luas, dibalik itu semua kita perlu selalu mengoreksi diri, memohon ampun, menangis seorang diri di sepertiga malam dihadapan Tuhan karena dosa-dosa yang kita perbuat dan takut dengan azabnya yang amat pedih.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul