Ekonom Sebut Pelarangan Angkutan Logistik Saat Libur Hari Besar Keagamaan Munculkan Masalah Baru

Ekonom dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Aknolt Kristian Pakpahan menyatakan, kebijakan pelarangan moda transportasi logistik pada saat hari-hari besar keagamaan akan memunculkan masalah baru.

oleh Tim Regional diperbarui 18 Mar 2024, 13:22 WIB
Sejumlah truk melintas di jalan tol di kawasan Jakarta, Senin (19/12/2022). Pemerintah akan membatasi pergerakan angkutan barang bagi truk-truk besar baik yang melewati jalan tol atau jalan arteri pada masa libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Aknolt Kristian Pakpahan menyatakan,  kebijakan pelarangan moda transportasi logistik pada saat hari-hari besar keagamaan akan memunculkan masalah baru.

Yang paling sederhana adalah berkurangnya supply pada saat permintaan (demand) melonjak yang bisa mengganggu stabilitas harga (ancaman inflasi) karena kelangkaan barang.

"Permintaan terhadap beberapa komoditas seperti kebutuhan makanan dan minuman biasanya meningkat pada saat hari-hari besar keagamaan. Jika dilakukan pelarangan angkutan logistiknya, otomatis bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan barang. Itu kan ada multiplier efek lainnya seperti bisa menyebabkan kenaikan harga dan ancaman inflasi,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin (18/3/2024).

Dia mencontohkan seperti air mineral dalam kemasan (AMDK) yang sebenarnya sudah masuk ke dalam kebutuhan pokok masyarakat. Menurutnya, pada setiap hari-hari besar keagamaan seperti Lebaran, Nataru, dan Imlek, kebutuhan masyarakat terhadap AMDK itu pasti akan meningkat.

“Jadi, jika pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap sebagian moda transportasinya, pasti harganya juga bisa naik dan itu sangat merugikan masyarakat,” tuturnya.

Dia mengatakan, dampak terhadap ekonomi logistik akibat pelarangan kebijakan pelarangan terhadap angkutan logistik itu akan muncul pada dua sisi.

Pertama, dampak terhadap konsumen yang akan menghadapi situasi kelangkaan barang dan ancaman kenaikan harga akibat supply-demand-nya tidak seimbang.

“Kita perlu memahami psikologi masyarakat, ketika misalnya barang-barang yang sudah menjadi kebutuhan pokok di masyarakat seperti AMDK itu tidak tersedia di masyarakat, yang paling ekstrim kan akan muncul isu-isu sosial misalnya penjarahan dan lain-lain,” tukasnya.

Kedua, lanjutnya, dampak pada produsen, di mana kebijakan pelarangan ini akan berdampak pada operasional perusahaan.

Menurutnya, yang perlu dipahami juga adalah bahwa aktivitas ekonomi itu selalu didasarkan juga terhadap penghitungan biaya tetap (fixed cost). Fixed cost itu terdiri dari biaya operasional seperti produksi, gaji pekerja dan sewa gudang.

 


Perlu Melakukan Skala Prioritas

Sejumlah kendaraan melintasi ruas Tol Jagorawi, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Mulai 24 April 2020, pemerintah membatasi kendaraan yang melewati jalan tol hanya untuk kepentingan mengangkut logistik, layanan kesehatan, hingga perbankan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Katanya, yang perlu diingat juga adalah bahwa infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan layanan ekonomi, dan bukan sekedar memperhatikan kebutuhan pribadi seperti mudik saja.

Selain itu, lanjutnya, yang perlu diperhatikan juga adalah, jika pelarangan ini terus dilakukan, alur distribusi kebutuhan barang terutama yang dilakukan antar pulau akan menyebabkan masalah baru sekiranya terjadi kelangkaan barang.

"Jadi, pemerintah perlu melakukan skala prioritas mana yang perlu dikedepankan, untuk mudik atau aktivitas ekonomi. Perlu dipahami , infrastruktur yang dibangun itu kan sebenarnya bermanfaat untuk mendukung aktivitas ekonomi, bukan untuk melayani yang mudik atau yang berangkat liburan," ungkapnya.

 

Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya