4 Fakta Terkait Dugaan Fraud Empat Debitur LPEI yang Dilaporkan Sri Mulyani ke Kejagung

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan dugaan fraud debitur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (18/3/2024) hari ini.

oleh Dian Agustini diperbarui 18 Mar 2024, 16:40 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat melaporkan kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan dugaan fraud debitur di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (18/3/2024) hari ini. 

Dia menuturkan, pihaknya telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda bidang perdata dan tata usaha negara (Jamdatun) dan Inspektorat Kemenkeu untuk meneliti seluruh kredit-kredit yang bermasalah di LPEI

“Hari ini kami bertandang ke Kejaksaan Agung untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (18/3/2024).

Sri Mulyani menegaskan, LPEI tidak boleh menoleransi segala bentuk indikasi pelanggaran hukum, korupsi, dan konflik kepentingan serta harus menjalankan mandat sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

“Kami mendorong LPEI melakukan inovasi dan koreksi bersama-sama dengan tim terpadu untuk terus melakukan pembersihan di dalam tubuh dan neraca LPEI,” lanjutnya. 

Sri Mulyani menuturkan bahwa terdapat empat debitur yang terindikasi fraud dengan nilai outstanding Rp2,5 triliun. Keempat debitur yang dimaksud yaitu PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS. 

“Hari ini khusus kami menyampaikan empat debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp 2,5 triliun,” tuturnya. 

Sementara, itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, melaporkan bahwa keempat perusahaan tersebut bergerak di bidang batu bara, nikel, kelapa sawit, dan perkapalan. 

"Empat perusahaan ini adalah korporasi yang bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana. 

Ketut juga menjelaskan bahwa pelaporan ini merupakan hasil dari temuan tim gabungan. 

"Ini adalah temuan dari 3 tim gabungan ya, tadi sudah jelaskan tadi, yaitu ada BPKP, ada Jamdatun dan Inspektorat Keuangan yang ada di Kementerian Keuangan," kata Ketut menerangkan.

 

Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan laporan tersebut merupakan tahap pertama dari hasil temuan. Masih ada temuan tahap kedua yang diduga memiliki nilai outstanding fraud sebesar Rp3 triliun.

“Nanti ada tahap kedua, ada enam perusahaan. Yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, saya minta tolong segera ditindaklanjuti agar tidak kami lanjutkan dengan tindak pidana,” tegas dia.

Berikut adalah beberapa fakta terkait dugaan fraud debitur LPEI yang dilaporkan Sri Mulyani kepada Kejagung yang telah dihimpun oleh Liputan6:

 


1. Total Fraud Kredit Rp2,5 Triliun dan Libatkan 4 Perusahaan

Konferensi pers pertemuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung Burhanuddin, Senin (18/3/2024). (Foto: Merdeka/Siti RA)

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya telah membentuk tim terpadu bersama LPEI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda bidang perdata dan tata usaha negara (Jamdatun) dan Inspektorat Kemenkeu untuk meneliti seluruh kredit-kredit yang bermasalah di LPEI. 

“Hari ini kami bertandang ke Kejaksaan Agung untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, dikutip dari Antara, Senin (18/3/2024).

Keempat perusahaan yang terindikasi melakukan fraud tersebut antara lain PT RII sebesar Rp1,8 triliun, PT SMS Rp216 miliar, PT SPV Rp144 miliar dam PT PRS Rp305 miliar. Sehingga jumlah secara keseluruhan hingga Rp2.504 triliun. 

“RII sekitar Rp 1,8 triliun, SMS Rp 216 miliar, ini nama PT, nama perusahaannya ya. Kemudian ada PT SPV ada Rp 144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp 305 miliar,” tambah Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). 

Adapun keempat perusahaan yang disebutkan tadi, adalah debitur LPEI yang bergerak di bidang kelapa sawit, bidang batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan.

"Empat perusahaan ini adalah korporasi yang bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana. 

 


2. Laporan Tahap Pertama

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat melaporkan kasus dugaan korupsi di lingkungan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2024). (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

 

Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan laporan tersebut merupakan tahap pertama dari hasil temuan. Masih ada temuan tahap kedua yang diduga memiliki nilai outstanding fraud sebesar Rp3 triliun.

“Nanti ada tahap kedua, ada enam perusahaan. Yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, saya minta tolong segera ditindaklanjuti agar tidak kami lanjutkan dengan tindak pidana,” tegas dia.

Saat ini, seluruhnya masih dalam pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan akan diserahkan ke Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dalam rangka recovery asset. 

“Sampai saat ini masih pemeriksaan. Saya ingin imbau nanti kepada nanti beberapa PT, ada enam perusahaan, tolong segera tindaklanjuti apa yang menjadi kesepakatan tadi, antara BPKP, kemudian dari Inspektoratnya, dari Jamdatun, tolong ini laksanakan sebelum nanti akan penyerahan dalam tahap duanya, itu sebesar Rp 3 triliun,” Burhanuddin menandaskan.

 


3. Kasus Terdeteksi sejak 2019

Konferensi pers pertemuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung Burhanuddin, Senin (18/3/2024). (Foto: Merdeka/Siti RA)

Dari laporan kasus ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut dugaan tindak pidana korupsi tersebut melibatkan empat debitur perusahaan, yang sudah terdeteksi sejak lama, yakni sekitar 2019.

"Dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang mana sebenarnya tindakan ini sudah cukup lama," kata Burhanuddin usai bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kejaksaan Agung dikutip dari Antara, Jakarta, Senin (18/3/2024)

Namun, hingga sekarang, status para debitur yang belum ditentukan. Perusahaan yang terindikasi fraud itu bergerak di bidang kelapa sawit, batu bara, perkapalan, dan nikel.

Dia pun mengingatkan kepada debitur yang saat ini tengah dilakukan pemeriksaan oleh BPKP untuk segera menindaklanjuti. Jangan sampai nantinya ditindaklanjuti secara pidana.

“Saya ingin mengingatkan kepada yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh BPKP, tolong segera tindaklanjuti ini, daripada ada perusahaan ini nanti akan kami tindaklanjuti secara pidana. Sampai saat ini masih pemeriksaan,” tandasnya. 

 


4. Hasil Temuan Tim Gabungan

Dijelaskan lebih lanjut oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana, bahwa dugaan ini merupakan hasil temuan yang dilakukan oleh tim gabungan LPEI bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

"Ini adalah temuan dari 3 tim gabungan ya, tadi sudah jelaskan tadi, yaitu ada BPKP, ada Jamdatun dan Inspektorat Keuangan yang ada di Kementerian Keuangan," kata Ketut menerangkan.

Menurut Ketut, kenapa kasus ini baru dilaporkan sekarang, karena awalnya kasus diserahkan kepada Jamdatun Kejaksaan Agung. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian ditemukan dugaan tindak pidana.

"Ternyata ada mengandung unsur fraud ada unsur penyimpangan dalam pemberian fasilitas ataupun pembiayaan kredit dari LPEI kepada para debitur tadi. Sehingga karena sudah macet dan sebagainya, makanya kami serahkan ke Pidsus (Pidana khusus) untuk recovery aset," katanya.

Karena baru diserahkannya penanganan perkara tersebut kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), kata Ketut, maka Kejaksaan Agung belum menentukan status penanganan perkara apakah sudah penyelidikan atau penyidikan.

Status akan ditentukan setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan penyelidikan oleh Tim Penyidik Jampidsus.

"Nanti setelah serangkaian pemeriksaan penyelidikan oleh teman-teman Jampidsus akan ditentukan statusnya," katanya.

Infografis 3 Skenario BBM Bersubsidi ala Menkeu Sri Mulyani. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya