Liputan6.com, Jakarta - Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan anggota dewan Global Fund di Asia Tenggara. Ada sembilan negara yang ikut, termasuk Indonesia, Thailand, dan Timor Leste dari Asia Tenggara, serta Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, dan Sri Lanka dari Asia Selatan.
Pertemuan ini dilaksanakan secara daring dan luring di Jakarta pada Kamis, 7 Maret 2024. Mereka membahas tentang HIV, TBC, dan Malaria, serta rencana advokasi di pertemuan Board Meeting Global Fund ke-51 di Jenewa, Swiss pada April 2024.
Advertisement
Mereka juga membahas penularan kasus antarnegara, terutama malaria, keberlanjutan, dan bagaimana Global Fund akan dialihkan ke pembiayaan oleh APBN masing-masing negara. Indonesia akan menjadi anggota dewan Global Fund yang mewakili Asia Tenggara dari tahun 2024 hingga 2026, dan ini akan memperkuat peran Indonesia di bidang kesehatan global.
Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof Dante Harbuwono, berbicara tentang peran dan tantangan dalam program penanggulangan penyakit. Ia menyampaikan tekad untuk bekerja sama dengan semua pihak dan mengakui hasil positif yang telah dicapai.
Wamenes Dante juga menekankan pentingnya upaya lebih lanjut dalam memperluas cakupan deteksi, pengobatan, dan pencegahan penyakit, serta menjaga keseimbangan anggaran dari sumber domestik, seperti dikutip dari situs Sehat Negeriku pada Selasa, 19 Maret 2024.
Meskipun tugasnya sulit, dirinya yakin bisa melakukannya dengan dukungan semua orang. Dia juga mengapresiasi hasil positif program dukungan Global Fund sejak 2022, seperti alokasi terapi untuk pengidap HIV, paket pengobatan TBC, dan kelambu untuk keluarga.
Perangi Penyakit Mematikan dengan Strategi Pahlawan Nasional
Meskipun masih banyak tantangan, Wamenkes optimis bahwa dengan tekad dan kerjasama yang baik, mereka bisa mencapai tujuan mereka untuk menghilangkan tiga penyakit yang menjadi fokus.
Profesor Dante menjelaskan bahwa pahlawan nasional telah menggunakan tiga strategi untuk mencapai kemenangan, dan ini bisa dicontoh dalam memerangi penyakit di Indonesia.
Pertama, mereka memahami kekuatan dan kelemahan musuh serta kondisi medan pertempuran. Kedua, mereka menggerakkan dukungan lokal dengan melibatkan sekutu dan pendukung setempat. Terakhir, mereka menjadi adaptif dan fleksibel dengan menyesuaikan strategi mereka berdasarkan pergerakan dan situasi musuh.
Dirinya pun berharap bahwa strategi ini dapat diterapkan dalam memerangi tiga penyakit mematikan, yaitu HIV, TBC, dan Malaria.
Advertisement