Liputan6.com, Jakarta Anggota Unit Kerja Koordinasi Alergi Imunologi IDAI, Prof. DR Dr Anang Endaryanto, SpA(K) mengatakan bahwa alergi bisa berdampak pada peradangan dan perkembangan otak, produktivitas dan kecerdasan masa depan pada anak.
“Alergi dalam bentuk gatal, kemudian pilek, yang sepertinya ringan, tetapi jika terjadi kronis berulang ulang itu bisa menimbulkan peradangan sel pada otak,” kata Anang dalam acara seminar media IDI yang membahas mengenai alergi pada anak pada Selasa, 19 Maret 2024 secara online.
Advertisement
Peradangan tersebut membuat pertumbuhan sel sel di otak bisa terhambat. Dampaknya di masa depan ada gangguan fungsi otak.
Anang juga menjelaskan alergi pada anak tampak terlihat sederhana tapi dapat memberikan dampak seperti:
- Suasana hati negatif
- Perubahan kognitif
- Kelelahan
- Terputus dari hubungan sosial
- Kecemasan
Anang menjelaskan bahwa critical window anak berisiko mengalami alergi terjadi pada saat janin dan bayi.
“Critical window seorang anak sampai tumbuh cerdas, fisik, inetelktual, emosional, spiritual, itu critical window nya itu pada saat di janin dan saat dia bayi,” katanya.
Alergi pada Anak Harus Ditangani
Apabila anak mengalami alergi pada saat bayi dan tidak ditangani, bisa menganggu produktivitasnya di masa depan.
“Kalau alergi pada saat ini (bayi) tidak bisa ditangani, maka dia akan mengalami inflamasi atau peradangan terus menerus sehingga menganggu proses kecerdasannya dan mengganggu produktivitas,” kata Anang.
Di masa depan bisa terdapat penyakit lain yang diteruskan, yaitu alergi dan autoimun, diabetes & kardiovaskular, neurodegeneratif, dan kanker.
Penanganan Alergi Pada Anak
Alergi pada anak harus cepat dikenali dan ditangani karena berpengaruh pada masa depan anak tersebut.
“Jadi alergi itu harus cepat dikenali, critical window tadi sangat berpengaruh di masa depan,” kata Anang.
Setelah dikenali, kemudian diintervensi. Intervensi dilakukan dengan eliminasi (menghilangkan pemicu), provokasi (mencoba menimbulkan gejala), dan memberikan pengobatan saat gejala muncul. Setelah intervensi dilakukan, evaluasi harus dilakukan.
“Jadi misalnya kalo dia alergi susu sapi, kemudian dianggap seumur hidup alergi susu sapi, itu gak boleh. Jadi 6 bulan kemudian di evaluasi lagi, demikian juga alergi yang lain,” katanya.
Bila sudah di intervensi, intervensinya harus memenuhi standar, dan sesusai dengan keilmuan. Anang mengatakan bahwa penanganan alergi di indonesia itu harus integratif dan komprehensif agar tidak mengancam masa depan anak.
“Jadi memang alergi itu ringan tetapi hati-hati bahwa itu sangat mempengaruhi kecerdasan itu dan akan ada penyakit dibelakangnya,” jelas Anang.
Advertisement
Strategi Edukasi Alergi
Dalam tata laksana alergi, hal terpenting adalah memberi pemahaman alergi pada anak dan orang tua melalui edukasi. Diantaranya:
- Memahamkan bahwa alergi tidak hanya butuh obat
- Memahamkan bahwa alergi butuh waktu untuk sembuh
- Memahamkan bahwa alergi butuh kesabaran.
Anang menegaskan bahwa sebesar apapun kualitas solusi dokter berikan, bila orang tua dan pasien tidak mengadopsi dengan tuntas maka efektivitas solusi sulit didapatkan.
Anang menjelaskan pentingnya upaya penanganan alergi, karena alergi tidak hanya dapat memberikan dampak penderitaan bagi anak yang mengalaminya, tetapi juga memberikan dampak pada biayanya.
“Sifatnya yang kronis kemudian dia tergantung obat, jadi kalau diberikan obat sembuh, kemudian obat habis sakit lagi,” kata Anang.