Earth Hour 2024 Luncurkan Hour Bank, Mencintai Bumi Tak Hanya dengan Matikan Lampu 1 Jam

Earth Hour akan kembali dilakukan untuk ke-18 kali pada Sabtu, 23 Maret 2024 pukul 20.30--21.30, waktu setempat.

oleh Asnida Riani diperbarui 20 Mar 2024, 07:00 WIB
Orang-orang menggunakan lilin untuk membuat angka 60, yang mewakili menit dalam satu jam, saat memperingati Earth Hour di La Paz, Bolivia, Sabtu, 25 Maret 2023. Earth Hour berlangsung di seluruh dunia pada pukul 8:30 malam waktu setempat dan merupakan seruan global untuk mematikan lampu selama 60 menit, sebagai tindakan simbolis untuk meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim. (AP Photo/Juan Karita)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah hampir waktunya untuk Earth Hour 2024. Gerakan lingkungan akar rumput ini kembali dilakukan untuk ke-18 kali pada Sabtu, 23 Maret 2024 pukul 20.30--21.30, waktu setempat.

Earth Hour tahun ini mengusung tema "Momen Terbesar untuk Bumi." Itu bermaksud jadi suar pembawa harapan positif dan inspirasi untuk mengumpulkan sebanyak mungkin orang, khususnya mereka yang belum sepenuhnya terlibat dalam isu lingkungan.

Dalam rilis pada Lifestyle Liputan6.com, Selasa, 19 Maret 2024, Direktur Jenderal WWF Internasional, Kirsten Schuijt, berkata, "Lebih banyak orang perlu bergabung dalam Earth Hour tahun ini untuk memanfaatkan kekuatan kolektif individu dan komunitas."

"Keterlibatan kita penting dalam meningkatkan kesadaran mengenai tantangan lingkungan dan membengkokkan kurva hilangnya keanekaragaman hayati pada 2030," ia menambahkan. "Untuk benar-benar menyatukan jutaan orang di seluruh dunia, penting bagi Earth Hour memperluas jangkauannya melampaui jumlah pendukung yang sudah sangat besar dan melibatkan individu-individu yang belum terlibat."

"Melindungi planet kita adalah tanggung jawab bersama dan memerlukan tindakan kolektif dari seluruh lapisan masyarakat," imbuhnya.

Dalam implementasinya, Earth Hour merilis Hour Bank di peringatan tahun ini. Itu merupakan alat online interaktif untuk menemukan cara paling menyenangkan dalam memberi satu jam bagi Bumi, mulai dari berjalan-jalan menikmati aroma udara, merasakan Bumi, sampai mendengarkan suara.

Bisa juga dengan melakukan pemilahan barang di rumah untuk mengidentifikasi dan menukar produk tidak ramah lingkungan dengan item alternatif ramah lingkungan. Hour Bank menyediakan daftar kegiatan dan acara berdasarkan minat dan preferensi gaya hidup peserta, mulai dari makanan dan kebugaran, hingga seni dan hiburan.


Tidak Sekadar Mematikan Lampu

Sebagai informasi, Earth Hour adalah gerakan global mematikan lampu selama satu jam dari pukul 20.30-21.30 waktu setempat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ajakan "Satu Jam untuk Bumi" dinilai membuat partisipasi jadi lebih mudah dan menyenangkan dalam mendorong individu tidak hanya mematikan lampu secara simbolis, tapi juga meluangkan waktu selama 60 menit untuk berbuat baik bagi planet ini. Hour Bank bermaksud memastikan waktu ini diisi dengan kegiatan yang mereka sukai.

Direktur Senior Brand and Network Communications Earth Hour Global, Yves Calmette, berbagi, "Dalam menghadapi masyarakat terpolarisasi yang berjuang mengatasi skala dan laju krisis ganda iklim dan alam, Earth Hour selalu tentang menyatukan orang-orang untuk tujuan yang sama."

"Dengan menyelaraskan aksi Earth Hour dengan minat dan hasrat masyarakat melalui Hour Bank, kami memberi kemudahan bagi individu, terutama mereka yang belum terlibat, untuk berkontribusi positif terhadap planet ini sambil melakukan aktivitas yang mereka sukai."

"Tujuan kami adalah menunjukkan bahwa lingkungan hidup dapat diakses, dinikmati, dan bermakna secara pribadi," sebut dia. "Bersama-sama, saat kita bersatu untuk Earth Hour, kita tidak hanya menyoroti permasalahan mendesak yang kita hadapi, tapi juga merayakan inovasi dan solusi yang dapat membawa kita menuju masa depan yang lebih cerah."


Satu Jam untuk Bumi

Para pejalan kaki berjalan di samping Colosseum kuno, dengan lampu-lampu monumen yang dipadamkan sebagai bagian dari inisiatif Earth Hour, di Roma pada tanggal 25 Maret 2023. - Earth Hour, yang dimulai di Australia pada tahun 2007, diikuti oleh jutaan pendukung di 187 negara, yang memadamkan lampu pada pukul 20.30 waktu setempat dalam apa yang disebut oleh penyelenggara sebagai "gerakan akar rumput terbesar di dunia untuk perubahan iklim". (Vincenzo PINTO / AFP)

Sejak pertama kali dilakukan pada 2009 di Indonesia, Earth Hour dikenal dengan momen "mematikan lampu." Selain ikon-ikon kota, para pendukung Earth Hour juga diajak secara simbolis mematikan alat elektronik yang tidak digunakan dan memberi "Satu Jam untuk Bumi," dengan memanfaatkan 60 menit untuk melakukan sesuatu, apa pun, yang positif bagi ibu Bumi.

Pada 2023, lebih dari 410 ribu jam telah diberikan pada Bumi oleh para pendukung di 190 negara dan wilayah, yang mewakili 90 persen penduduk Bumi, menjadikannya "Momen Terbesar bagi Bumi." Untuk Indonesia, karena bertepatan dengan Ramadhan, hanya beberapa ikon kota yang ikut serta dimatikan.

CEO Yayasan WWF Indonesia, Aditya Bayunanda, mengatakan, "Earth hour mengingatkan kita untuk mengembalikan sebagian dari apa yang kita nikmati dari alam ini pada alam. Cara yang paling mudah adalah mematikan lampu dan alat elektronik yang tidak terpakai, karena lampu menyimbolkan bagaimana manusia seharusnya memanfaatkan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan."


Ajak Gen Z dan Milenial Terlibat

Tindakan ini simbol untuk menunjukkan solidaritas untuk planet Bumi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Aditya melanjutkan, "Kami mengajak seluruh Gen Z dan Milenial di Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan Earth Hour. Tunjukkan aksimu untuk Bumi dan masukan seluruh aktivitas kegiatan kamu di Hour Bank di situs web kami wwf.id. Apa saja kegiatannya? Bisa cek di media sosial kami."

Lahir di Sydney pada 2007, Earth Hour telah berkembang jadi gerakan lingkungan akar rumput terbesar di dunia, menginspirasi individu, komunitas, bisnis, dan organisasi di lebih dari 190 negara dan wilayah untuk mengambil tindakan demi planet kita. Di situs webnya, mereka pun memberi penjelasan lebih jauh tentang tantangan lingkungan yang tengah dihadapi.

Salah satunya adalah perubahan iklim. Krisis iklim, sebut mereka, adalah salah satu tantangan terbesar yang tengah dihadapi umat manusia. Hal ini berdampak pada seluruh penjuru planet, dari kutub hingga daerah tropis, pegunungan hingga lautan, baik manusia maupun alam di seluruh dunia sudah merasakan dampaknya.

Infografis Bencana-Bencana Akibat Perubahan Iklim. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya