Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebut bahwa lobi-lobi China dengan banyak negara berkaitan urusan ekonomi digital memang nyata.
Negara Tirai Bambu itu memilki kepentingan besar ketika pemerintah mereka atau melalui perusahaan asal, tengah berinvestasi dan juga berbisnis di suatu negara.
Advertisement
"Kita tidak bisa memisah antara program Jalur Sutera China di bidang hilirisasi nikel dengan digital, itu satu paket. Kalau diutak atik maka imbasnya pemerintah China yang akan turun tangan," kata Bhima dikutip Rabu (20/3/2024).
Salah satu campur tangan pemerintah China diduga dalam investasi TikTok. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyebut lolosnya Rancangan Undang-undang (RUU) yang dapat melarang penggunaan media sosial TikTok di Amerika Serikat (AS) menunjukkan persaingan bisnis tidak sehat.
"RUU yang disahkan oleh DPR AS itu menunjukkan tindakan AS bertentangan dengan prinsip persaingan yang sehat dan aturan perdagangan internasional," kata Wang Wenbin dikutip dari Antara.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat meloloskan rancangan undang-undang (RUU) untuk memblokir TikTok di negara itu melalui pemungutan suara dengan hasil 325 banding 65 pada Rabu (13/3).
Namun demikian, berbeda dengan Indonesia. Pemerintah belum tegas menegakkan aturan terhadap Tiktok Shop yang terang-terangan masih melanggar aturan Permendag Nomor 31 Tahun 2023.
Menurut Bhima, dibiarkannya Tiktok tak ikut aturan lantaran perusahaan asal China itu punya pengaruh besar di Tanah Air.
"Karena perusahaan raksasa dan Tiktok punya peran yang signifikan dalam kontestasi pemilu 2024 kemarin. Selain itu ada kekhawatiran ketika Tiktok shop dilarang terjadi pembatalan rencana investasi Tiktok senilai Rp152 triliun yang sebelumnya sudah diumumkan. Memang angka janji investasi-nya besar tapi pemerintah perlu menimbang kerugian kalau social commerce terus di biarkan tanpa aturan," kata Bhima.
Preseden Buruk
Alumnus Faktultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini yang juga meraih gelar Master in Finance dari Universitas Bradford Inggris menegaskan, pembiaran terhadap Tiktok Shop melanggar aturan akan menjadi preseden buruk. Harus ada ketegasan dari pemerintah.
Sebab jika ini terus dibiarkan, maka perusahaan raksasa dunia yang lain bisa melihat ini menjadi celah atau dipandang sebagai buruknya tata kelola birokrasi di Indonesia.
"Karena aturan sosial commerce tidak di penuhi Tiktok, maka bisa jadi platform lain melakukan hal yang sama. Karena pengawasan regulasi di indonesia ternyata sangat lemah," ujarnya.
"Harus ada sanksi keras bahkan penghentian operasi Tiktok sementara," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, menyebut Tiktok dengan fitur Tiktok Shop masih melanggar aturan. Adapun aturan yang dilanggar yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023.
Advertisement
Pelanggaran
Teten menyebut, beberapa pelanggaran diantaranya masih terhubungnya fungsi media sosial dan belanja daring di satu aplikasi. Padahal dalam Permendag 31/2023, diamanatkan keduanya mesti terpisah. Aplikasi media sosial dilarang berjualan atau melakukan aktivitas jual/beli dan juga transaksi.
"TikTok masih melanggar. Tidak ada aturan transisi Permendagnya, tidak begitu," ujar Teten belum lama ini.
Head of External Affairs GoTo Group Nila Marita pada 28 Februari mengatakan selalu berupaya mematuhi Permendag 31/2023. Proses migrasi data antara TikTok dan Tokopedia sudah hampir rampung dan ditargetkan selesai pada akhir Maret 2024.
Nila menegaskan bahwa saat ini proses belanja, pembayaran, hingga check out transaksi telah terpisah dari aplikasi TikTok dan masuk dalam sistem back-end Tokopedia.
Dia juga menyatakan terus berkoordinasi dengan pemerintah selaku regulator untuk memastikan bahwa kedua aplikasi tersebut berjalan sesuai dengan Permendag Nomor 31 Tahun 2023.
Sumber: Merdeka.com